expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

10/03/2021

BANG ZUL MAINNYA KURANG JAUH, JADI AGAK KUPER TENTANG KHILAFAH



Oleh : Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik

Hajinews – Dalam laman Facebooknya Zulkifli Hasan, Ketum Partai Amanat Nasional (PAN) atau yang akrab dipanggil ‘Bang Zul’ menulis status artikel ringan berjudul ‘Ide khilafah internasional tidak relevan dengan Indonesia’. Bang Zul mengaku, telah membaca kembali buku-buku yang berisi diskusi lama mengenai posisi negara dan agama. Posisi Islam dan Indonesia.

Diantara tokoh yang dijadikan rujukan adalah para pemikir seperti Soekarno, Mohamad Roem, Natsir, KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, dan lainnya. Bang Zul menyebut mereka punya pandangan yang ajeg soal posisi negara dan agama. Lalu Bang Zul juga merujuk intelektual seperti Noorcholish Madjid, Bahtiar Effendy, dan lainnya yang juga memberi banyak perspektif berharga.

Kesimpulan yang diambil Bang Zul adalah Indonesia bukan negara agama dan tak perlu menjadi negara agama. Agama adalah landasan moral, inspirasi, sekaligus bintang penunjuk untuk membimbing bangsa ini. Meski begitu, posisi agama dalam konteks Indonesia sangatlah penting, dibuktikan dengan sila pertama Pancasila, “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Padahal, Bang Zul sebenarnya sedang ‘mempersoalkan’ Khilafah yang kemudian diberi Nomenklatur Khilafah internasional. Saya juga tidak mengerti, kenapa ada nomenklatur Khilafah internasional.

Semestinya, Bang Zul mengawali tulisan dengan mendefinisikan Khilafah, dan kemudian memberi alasan kenapa membuat idhofah dengan nomenklatur ‘Khilafah Internasional’. Barulah, Bang Zul mulai mengait-ngaitkan dengan konteks ke Indonesia an dan lebih spesifik lagi dalam konteks ke PAN an. Dalam Frame narasi demikian, maka saya bisa memberikan penilaian apa yang ditulis Bang Zul menyeluruh, mendalam dan komprehensif.

Hanya saja, saya melihat tulisan yang dibuat Bang Zul tidak menyeluruh, kurang mendalam dan jauh dari subtansi yang ‘kemprehensif’. Meminjam istilah yang digunakan anak zaman Now, Bang Zul mainnya kurang jauh. Hanya main di kampung sendiri, kurang melanglang buana ke kampung seberang, apalagi di negeri orang.

Khilafah dalam konteks kekuasaannya yang mampu mengglobal, karena tidak ada batasan teritorial yang fixd, dengan dakwah dan Jihad Khilafah bisa meluas dan meliputi seluruh penjuru dunia, dapat dijadikan alasan untuk menyebut Khilafah itu bersifat internasional. Namun, sifat Khilafah yang global ini bukan negatif, dan bukan hanya dimiliki Khilafah. Ideologi Kapitalisme juga bersifat mengglobal, hingga demokrasi sebagai sistem pemerintahan kapitalisme Global diadopsi oleh hampir seluruh negeri kaum muslimin.

Sampai-sampai pada tahun 1992, setahun pasca Sosialisme Soviet runtuh, Fransiscus Fukuyama dengan sombong menyatakan kapitalisme liberal dengan demokrasinya adalah akhir dari sejarah peradaban dunia. Dalam bukunya ‘The End of History and the Last Man’ Fukuyama eksplisit menjelaskan bagaimana kapitalisme dengan demokrasi nya “Meng-internasional” dan dipaksakan kepada seluruh umat dan bangsa.

Walaupun akhirnya, tesis Fukuyama ini dibantah oleh Samuel P Huntington dalam bukunya “The Clash of Civilization and remarking the New Worl Order”. Dalam buku ini, jelas dikatakan ancaman Kapitalisme bukankah Pancasila, melainkan Islam.

Dalam konteks ke Indonesia an, adakah negeri ini terbebas dari ‘internasionalisme’ kapitalisme ? Dengan demokrasi nya ?

Dalam konteks sistem politik, saya kira Bang Zul telah mengakui betapa rusaknya sistem politik yang berasas demokrasi hari ini. Biaya politik yang tinggi, menyebabkan banyak pejabat korup dan akhirnya berujung menjadi pasien KPK.

Dalam konteks ekonomi, saya kira bukan hanya Bang Zul, bukan hanya PAN, bukan hanya partai politik bahkan seluruh elemen bangsa ini bertekuk lutut dihadapan kapitalisme global. Bangsa ini, hanya bisa jadi penonton setiap hari melihat kekayaan alam bangsa ini dikeruk asing dan Aseng. PAN punya banyak ekonom handal, tetapi tetap saja tak berkutik melawan oligarki ekonomi, keserakahan ideologi kapitalisme global yang menjajah negeri ini.

Lantas dimana posisi ‘NKRI Harga Mati ?’, dimana kedudukan Pancasila untuk menghambat apalagi melawan hegemoni kapitalisme global ? Alih-alih melawan, Pancasila justru dijadikan legitimasi penjajahan, alat politik untuk memerangi kelompok Islam yang ingin membebaskan negeri ini dari kejahatan idelogi kapitalisme.

Untuk memahami atau sementara mengerti tentang Khilafah, cobalah Bang Zul baca kitab Imam As Suyuti dalam karya agungnya “Tarikh Khulafa”. Paling tidak, Bang Zul akan terbuka pikirannya tentang pergolakan sejarah kenegaraan dunia, tidak sebatas kenegaraan dan kebangsaan Indonesia. Untuk memahami kewajibannya, cukup membaca kitab-kitab yang dikeluarkan oleh para imam Mahzab, baik Maliki, Syafi’i, Hanafi dan Hambali. Mereka semua Ijma’ tentang kewajiban Khilafah. Semua tokoh agama dan ulama Indonesia, merujuk dari salah satu dari empat mahzab besar ini.

Agar tidak salah memahami kedudukan agama dan negara, boleh juga membaca pemikiran Hujjatul Islam Al Ghazali, yang menyatakan agama adalah asas, sementara Negara adalah penjaganya. Dalam Islam, tidak ada dikotomi antara Negara dengan Agama. Karenanya, Islam tidak mengenal konsep sekulerisme yang diadopsi dalam sistem Demokrasi.

Untuk memahami sisi ketatanegaraan Khilafah, cobalah Bang Zul membaca Kitab Al Ahkam As Shultoniyah Karya Imam Al Mawardi. Meski bermazhab Syafi’i, namun konsepsi dasar Khilafah dari aspek ketatanegaraan yang dibahas, juga disepakati para ulama dari mahzab lainnya. Seperti wajibnya seorang Khalifah, tak boleh ada kekosongan atas kekhilafahan, bagaimana hudud dan qisos ditegakkan, dll.

Dan saya sarankan, jika ingin memahami Khilafah secara serius, utuh, mendalam, menyeluruh dan komprehensif, bisa membaca kitab-kitab yang dikeluarkan oleh Syaikh Taqiyuddin an Nabhani. Ada kitab Nidzamul Islam, Kitab An Nidzamul Hukmi Fiil Islam, dll. Bahkan, jika tujuannya tidak sekedar membahas tetapi juga bagaimana mewujudkannya kembali, syekh An Nabhani juga telah menyiapkan rancangan undang-undang Khilafah, yang bisa dibaca dan dipelajari oleh Bang Zul dan seluruh kader PAN.

Saat ini, kita sepakat negeri ini sedang dalam masalah besar. Kita juga sepakat, negeri ini butuh solusi. Dalam konteks itulah, saya menawarkan Khilafah sebagai solusi bagi Negeri ini juga bagi dunia.

Solusi tambal sulam demokrasi melalui sejumlah Pemilu, Pilkada dan Pilpres, tidak memperbaiki keadaan. Malah tambah parah. Banyak kader partai termasuk PAN tersangkut perkara korupsi. Dan ini, jelas bukan solusi, malah menambah keadaan makin rumit.

Nah, dalam konteks itulah saya kira Bang Zul, PAN, dan segenap elemen anak bangsa di negeri ini diharapkan lebih terbuka dengan berbagai ide solutif, termasuk ide Khilafah. Jangan sampai jargon ‘Negara Sudah Final’. Tak Boleh ada ‘Negara Agama’, NKRI harga mati, dan seterusnya, menghalangi kebangkitan negeri ini agar terbebas dari penjajahan.

Saya terbuka dan siap untuk berdiskusi tentang Khilafah, dengan Bang Zul, PAN, dan segenap elemen anak bangsa lainnya. Khilafah adalah solusi, jangan deskripsi kan khilafah sebagai ancaman, apalagi diposisikan sebagai musuh yang harus diperangi.

Sumber : https://hajinews.id/2021/03/10/bang-zul-mainnya-kurang-jauh-jadi-agak-kuper-tentang-khilafah/