expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

05/02/2021

NAMA, NASAB, KUNIYAH, DAN LAQAB ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ



Nama, Nasab, Kuniyah, dan Laqab Abu Bakar Ash-Shiddiq

Ia adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib al-Qurasyi at-Taimi. Nasab Abu Bakar ash-Shiddiq bertemu dengan nasab Nabi Muhammad pada kakek keenam yaitu Murrah bin Ka’ab.

Ia memiliki nama kuniyah Abu Bakar (Bakr), dari kata, “Al-Bakr” yang artinya adalah unta yang muda dan kuat. Bentuk jamaknya adalah, “Bikar” dan “abkur”. Orang Arab menyebut Bakr, yaitu moyang sebuah kabilah yang besar.

Abu Bakar Ash-Shiddiq memiliki sejumlah nama laqab atau julukan yang kesemuanya menunjukkan pengertian luhurnya derajat dan kedudukan serta kemuliaan jejak langkah dan nasab. Di antaranya adalah:

  • Al-‘Atiq

Nama laqab atau julukan ini diberikan kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq oleh Nabi Muhammad dalam sebuah hadist disebutkan, bahwasanya Rasulullah berkata kepadanya, “Kamu adalah ‘atiqullah (hamba yang dimerdekakan dan dibebaskan Allah) dari neraka.”

Maka Abu Bakar Ash-Shiddiq pun dijuluki dengan nama Al-‘Atiq. Dalam sebuah riwayat Aisyah ra. disebutkan, bahwasanya Aisyah berkata, “Pada suatu ketika, Abu Bakar Ash-Shiddiq masuk menemui Rasulullah, lalu beliau berkata kepadanya, “Bergembiralah kamu, karena kamu adalah ‘atiqullah (hamba yang dimerdekakan dan dibebaskan Allah) dari neraka.”

Maka sejak saat itu, Abu Bakar Ash-Shiddiq dijuluki al-‘Atiq. Para sejarahwan menyebutkan banyak sebab dan alasan lain yang melatar belakangi munculnya nama julukan ini bagi Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ada keterangan menyebutkan, bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq dijuluki Al-‘Atiq, karena keelokan wajahnya. Ada keterangan lain menyebutkan, karena Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah orang yang terdahulu dan terdepan dalam kebaikan. Ada pula keterangan yang menyebutkan, Abu Bakar Ash-Shiddiq dijuluki al-‘Atiq, karena kesahajaan (‘ataqah) wajahnya. Ada juga keterangan yang menyebutkan, bahwa dulu ibunda Abu Bakar Ash-Shiddiq setiap kali punya anak, maka selalu tidak berumur panjang. Lalu ketika melahirkan Abu Bakar Ash-Shiddiq, maka ia membawanya menghadap ke Ka’bah dan berkata, “Ya Allah, sesungguhnya anak ini adalah ‘atiquka (anak yang Engkau bebaskan) dari kematian, maka karuniakanlah ia untukku.”

Sebenarnya memungkinkan untuk mengombinasikan di antara beberapa keterangan tersebut. Karena Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah memang sosok yang berwajah elok, bernasab baik, senantiasa terdepan dalam hal kebaikan, dan ia juga ‘atiqullah (hamba yang dimerdekakan Allah) dari neraka berdasarkan berita gembira yang disampaikan oleh Rasulullah untuknya.

  • Ash-Shiddiq

Nama julukan ini diberikan oleh Rasulullah kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagaimana keterangan dalam sebuah hadist dari Anas, bahwasanya ia berkata, “Bahwasanya pada suatu ketika, Rasulullah naik ke bukit Uhud bersama dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab ra, Utsman bin Affan ra, lalu bukit Uhud bergetar dan bergerak-gerak. Lalu Rasulullah berkata, “Wahai Uhud, tenanglah kamu, karena sesungguhnya yang ada di atas kamu tidak lain adalah seorang Nabi, seorang Shiddiq dan dua orang syahid.”

Abu Bakar Ash-Shiddiq dijuluki Ash-Shiddiq, karena ia selalu membenarkan dan mempercayai Rasulullah dalam hal ini, Ummu al-Mukminin Aisyah ra berkata, “Ketika Rasulullah diperjalankan ke al-Masjid al-Aqsha, maka orang-orang pun ramai membicarakan hal itu, hingga ada sejumlah orang yang sebelumnya beriman kepada beliau akhirnya murtad. Ada sejumlah orang datang menemui Abu Bakar Ash-Shiddiq dan berkata kepadanya, “Apakah kamu tetap mempercayai temanmu Muhammad itu? Ia mengaku bahwa dirinya tadi malam diperjalankan ke Bait al-Maqdis!” Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata, “Apakah benar ia mengatakan seperti itu?” Mereka menjawab, “Ya.” Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata, “Jika memang benar ia mengatakan hal itu, maka sungguh ia berkata benar dan jujur.” Mereka berkata, “Apakah kamu membenarkan dan mempercayainya bahwa ia tadi malam pergi ke Bait al-Maqdis dan kembali pulang sebelum shubuh?!!” Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata, “Ya, aku sungguh benar-benar mempercayainya, bahkan seandainya pun ia mengatakan hal yang lebih aneh lagi dari itu, aku membenarkan dan mempercayainya tentang kabar langit pada pagi atau sore hari.” Dari itu, Abu Bakar dijuluki Ash-Shiddiq.

Umat bersepakat atas julukan Ash-Shiddiq bagi Abu Bakar, karena ia senantiasa langsung membenarkan dan mempercayai Rasulullah tanpa pernah ia bersikap agak bimbang sedikit pun serta senantiasa berkomitmen pada kebenaran dan kejujuran, tanpa pernah melakukan hal-hal yang tidak baik.

Abu Bakar Ash-Shiddiq berkarakter julukan ini dan dipuji oleh para penyair. Abu Mihjan Ats-Tsaqafi bertutur,

Anda dipanggil dengan panggilan Shiddiq, sedang setiap sahabat Muhajirin selain Anda dipanggil dengan namanya tanpa menolak. Anda terdahulu masuk Islam, dan Allah adalah Saksinya, dan Anda duduk di ‘arisy (semacam anjang-anjang atau tenda yang menjadi tempat seorang panglima perang untuk memantau dan memberikan perintah kepada pasukannya) yang tinggi.

Al-Ashmu’i bertutur,

“Akan tetapi, aku mencintai Rasulullah dan Ash-Shiddiq dengan seluruh hatiku dan aku tahu bahwa itu adalah termasuk hal yang benar dengan cinta yang kelak aku mengharapkan pahala yang baik karenanya.

  • Ash-Shahib

Julukan ini diberikan kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam al-Qur’an yang artinya:

“Jikalau kalian tidak menolongnya (Muhammad), maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya (shahibihi), “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Dia menjadikan kalimat orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (at-Taubah: 40)

Ulama bersepakat bahwa shahib (teman, kawan) yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Diriwayatkan oleh Anas ra, bahwasanya Abu Bakar Ash-Shiddiq bercerita kepadanya dan berkata, “Aku berkata kepada Rasulullah ketika beliau sedang berada dalam gua, “Seandainya salah seorang dari mereka melihat ke arah kedua kakinya, niscaya ia akan melihat keberadaan kita di bawah kedua kakinya!!” Lalu Rasulullah berkata, “Wahai Abu Bakar, apa pandangan kamu tentang dua orang yang Allah adalah Yang ketiga dari mereka berdua.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar menuturkan, bahwa yang dimaksudkan dengan kata, “shahibihi” dalam ayat di atas adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq tanpa ada yang menentang. Hadist-hadist yang menjelaskan bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq berada bersama Rasulullah di dalam gua cukup banyak dan masyhur. Ini adalah sebuah keutamaan Abu Bakar Ash-Shiddiq yang tidak dimiliki oleh orang lain.

  • Al-Atqa (Orang yang Paling Bertakwa)

Julukan ini diberikan oleh Allah kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam al-Qur’an yang artinya:

“Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu,” (al-Lail: 17).

Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut lagi ketika membahas tentang orang-orang yang disiksa karena keimanan mereka yang dimerdekakan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq.

  • Al-Awwah

Abu Bakar Ash-Shiddiq juga dijuluki Al-Awwah. Nama julukan ini menunjukkan pengertian orang yang sangat takut kepada Allah. Disebutkan sebuah keterangan dari Ibrahim an-Nakha’i, ia berkata, “Abu Bakar Ash-Shiddiq dijuluki Al-Awwah, karena kelemah lembutan, kasih sayang, dan sensitifitas hatinya yang mudah terharu dan menangis.

Kelahiran, Gambaran, dan Ciri-ciri Fisik Abu Bakar Ash-Shiddiq

Ulama sudah tidak berselisih lagi bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq dilahirkan setelah tahun gajah. Namun mereka masih berselisih mengenai kapan persisnya kelahiran Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ada sebagian ulama mengatakan, bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq lahir tiga tahun setelah tahun gajah. Ada pula yang mengatakan, dua tahun enam bulan setelah tahun gajah. Dan ada pula yang mengatakan dua tahun beberapa bulan setelah tahun gajah, tanpa menyebutkan jumlah bulannya secara spesifik.

Abu Bakar Ash-Shiddiq tumbuh dan berkembang dengan mulia dan baik dalam asuhan kedua orang tua yang memiliki kehormatan, kedudukan dan kemuliaan di tengah kaumnya. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menjadikan Abu Bakar Ash-Shiddiq tumbuh dan berkembang sebagai sosok yang terhormat, mulia dan memiliki kedudukan penting di tengah kaumnya.

Adapun mengenai gambaran dan ciri-ciri fisik Abu Bakar Ash-Shiddiq, maka ia dideskripsikan sebagai sosok yang berkulit putih dan langsing. Dalam hal ini, Qais bin Abu Hazim berkata, “Suatu ketika, aku masuk menemui Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ia adalah sosok yang langsing dan putih.”

Para ulama sirah menggambarkan sketsa fisik Abu Bakar Ash-Shiddiq dari keterangan para perawi. Dalam hal ini, mereka mengatakan, bahwa ciri-ciri dan gambaran fisik Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah ia berkulit putih kekuning-kuningan, memiliki postur yang ideal, langsing, tipis kedua pipinya, agak sedikit membungkuk, izarnya (baju untuk menutupi separuh tubuh bagian bawah) sering melorot dari pinggangnya (karena tubuhnya yang ramping dan kurus), lembut dan berwajah ramping, kedua matanya cekung agak ke dalam, selalu menjaga rasa malu, kedua betisnya kecil dan ramping, kedua pahanya kecil, padat dan kuat, dahinya agak menonjol, ia mewarnai jenggot dan ubannya dengan henna (inai) dan katam.

Keluarga Abu Bakar ash-Shiddiq

Bapaknya adalah Utsman bin Amir bin Amr dan memiliki nama kuniyah Abu Quhafah. Ia masuk Islam pada Fathu Makkah. Abu Bakar Ash-Shiddiq membawanya menghadap Rasulullah, lalu beliau berkata, “Wahai Abu Bakar, mengapakah kamu tidak membiarkannya saja, hingga kamilah yang pergi mendatanginya, bukannya ia yang kamu bawa datang kepada kami.” Lalu Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata, “Dirinya yang lebih layak untuk mendatangi Anda wahai Rasulullah.” Lalu ia pun masuk Islam dan melakukan baiat (janji setia) kepada Rasulullah.

Diriwayatkan bahwasanya Rasulullah mengucapkan selamat kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq atas keislaman bapaknya, dan berkata kepadanya, “Ubahlah rambutnya.” Waktu itu, rambut kepada Abu Quhafah berwarna seperti tanaman tsaghamah (tanaman yang berwarna putih. Maksudnya adalah, rambut Abu Quhafah sudah dipenuhi uban).

Dalam hadist ini memuat sebuah manhaj Nabawi yang mulia yang digariskan oleh Rasulullah, yaitu memuliakan dan menghormati orang yang lebih tua. Hal ini diperkuat oleh sabda Rasulullah dalam hadist, “Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan yang tua dan tidak menyayangi yang muda.”

Adapun ibunda Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah Salma binti Shakhr bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim. Nama kuniyah-nya adalah Ummu al-Khair. Ia masuk Islam sejak dini. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada pembicaraan tentang kejadian di mana Abu Bakar Ash-Shiddiq meminta dengan sangat kepada Rasulullah agar diperkenankan untuk tampil berdakwah secara terang-terangan dan terbuka di Makkah.

Adapun istri Abu Bakar Ash-Shiddiq, maka ia menikah dengan empat istri yang memberinya tiga anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Para istri Abu Bakar Ash-Shiddiq itu adalah:

  • Qutailah binti Abd Al-Uzza bin Sa’ad bin Jabir bin Malik

Keislaman Qutailah binti Abd al-Uzza ini masih diperselisihkan. Ia adalah ibunda Abdullah dan Asma’. Abu Bakar Ash-Shiddiq menceraikannya ketika masih pada masa Jahiliyah. Ia pernah datang menemui puterinya, yaitu Asma’ binti Abu Bakar di Madinah sambil membawa buah tangan yang di antaranya adalah keju dan mentega. Namun Asma’ tidak mau menerima buah tangan itu, menolak kedatangannya dan menolak untuk mempersilahkannya masuk rumah. Lalu Asma’ meminta tolong kepada Aisyah agar menanyakan masalah tersebut kepada Rasulullah, lalu beliau pun bersabda, “Hendaklah Asma’ mempersilahkan ibunya masuk rumahnya dan hendaklah ia menerima hadiah itu.” Dalam hal ini, Allah menurunkan ayat, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (al-Mumtahanah: 8)

Yakni, Allah tiada melarang kalian berbuat baik dan kebajikan kepada orang-orang kafir yang berdamai dengan kalian dan tiada memerangi kalian karena agama seperti kaum perempuan dan orang-orang lemah di antara mereka, semisal silaturahmi, memberikan kemanfaatan kepada tetangga dan menjamu tamu, serta tidak pula mereka mengusir kalian dari negeri kalian. Allah juga tidak melarang kalian berlaku adil di antara kalian dan mereka dengan menunaikan hak mereka, seperti menepati janji, menunaikan amanat, membayar harga barang yang dibeli secara penuh tanpa dikurangi.

Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil dan meridhai mereka, membenci orang-orang yang berlaku zhalim dan menghukum mereka.

  • Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir

Ia berasal dari Bani Kinanah. Ia adalah janda dari al-Harits bin Sakhbarah yang meninggal dunia di Makkah. Kemudian ia dinikahi oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ia termasuk perempuan yang masuk Islam sejak dini, melakukan baiat dan ikut hijrah ke Madinah. Ia adalah ibunda Abdurrahman dan Aisyah. Ia meninggal dunia pada masa Rasulullah di Madinah pada tahun keenam hijrah.

  • Asma’ binti ‘Umais bin Ma’bad bin al-Harits

Ia adalah Ummu Abdullah, termasuk salah satu perempuan yang ikut hijrah terdahulu. Ia masuk Islam sejak dini sebelum masuk ke Dar al-Arqam. Ia melakukan baiat kepada Rasulullah dan ikut hijrah ke Habasyah bersama dengan suaminya yaitu Ja’far bin Abu Thalib. Kemudian hijrah ke Madinah bersama-sama dengan suaminya, lalu suaminya yaitu Ja’far bin Abu Thalib gugur sebagai syahid pada perang Mu`tah. Lalu ia dinikahi Abu Bakar Ash-Shiddiq dan dikaruniai seorang putra bernama Muhammad. Di antara para sahabat yang meriwayatkan hadist dari Asma` binti ’Umais adalah Umar bin Khattab, Abu Musa, Abdullah bin Abbas dan Ummu al-Fadhl istri Abdullah bin Abbas. Ia termasuk perempuan yang memiliki kerabat mushaharah dari orang-orang terhormat, yang di antaranya adalah Rasulullah, Hamzah, al-Abbas dan yang lainnya.

  • Habibah binti Kharijah

Ia adalah Habibah binti Kharijah bin Zaid bin Abu Zuhair al-Anshariyyah al-Khazrajiyyah. Ia mengandung Ummu Kultsum ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq meninggal dunia. Abu Bakar Ash-Shiddiq tinggal bersama dengannya di as-Sunh.

Adapun anak-anak Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah:

  • Abdurrahman bin Abu Bakar ash-Shiddiq

Ia adalah putra tertua Abu Bakar ash-Shiddiq. Ia masuk Islam pada kejadian Hudaibiyah dan keislamannya pun baik. Ia menyertai Rasulullah dan ia adalah sosok yang terkenal dengan keberaniannya. Setelah keislamannya, ia memiliki sejumlah jejak rekam, sepak terjang dan catatan terpuji, mengesankan dan patut dikenang.

  • Abdullah bin Abu Bakar ash-Shiddiq

Ia adalah orang yang memiliki peran dan kontribusi besar dalam momentum hijrah, yaitu sebagai informan dan intelijen. Pada siang hari, ia berada di tengah-tengah penduduk Makkah mendengarkan informasi-informasi mereka. Kemudian pada malam hari, secara diam-diam ia menyelinap pergi ke gua tempat persembunyian Rasulullah dan ayahnya untuk menyampaikan berita dan informasi-informasi yang ia dengar. Lalu ketika waktu shubuh datang, maka ia kembali lagi ke Makkah.

Ia terkena panah pada kejadian Tha’if yang menyebabkan sakit beberapa lama, hingga akhirnya menyebabkan dirinya meninggal dunia sebagai syahid di Madinah pada masa kekhilafahan Abu Bakar ash-Shiddiq.

  • Muhammad bin Abu Bakar

Ia adalah putra Abu Bakar ash-Shiddiq dari istrinya yang bernama Asma` binti ’Umais. Ia lahir pada tahun haji wada’ dan ia termasuk salah satu pemuda pemberani Quraisy. Ia hidup dalam pengasuhan Ali bin Abi Thalib dan diangkat olehnya menjadi gubernur Mesir, dan di Mesir lah ia terbunuh.

  • Asma’ binti Abu Bakar

Ia adalah perempuan yang memiliki julukan Dzat an-Nithaqain, ia lebih tua dari Aisyah. Rasulullah adalah yang memberinya julukan Dzat an-Nithaqain. Kisah yang melatar belakangi julukan ini adalah, bahwa ia membuatkan bekal perjalanan untuk Rasulullah dan ayahnya ketika keduanya hendak berhijrah. Namun ketika itu, ia tidak menemukan tali yang bisa digunakan untuk mengikat bekal tersebut. Akhirnya ia menyobek kain nithaq-nya (kain yang digunakan untuk ikat pinggang) menjadi dua bagian, lalu salah satunya ia gunakan untuk mengikat bekal tersebut. Maka Rasulullah pun menjulukinya Dzat an-Nithaqain.

Ia adalah istri az-Zubair bin al-Awwam. Ia berhijrah ke Madinah dalam keadaan hamil mengandung Abdullah bin az-Zubair yang akhirnya ia lahirkan setelah hijrah. Abdullah bin az-Zubair adalah bayi pertama dalam Islam yang dilahirkan setelah hijrah.

Asma` binti Abu Bakar mencapai usia seratus tahun tanpa mengalami gangguan fungsi akal dan gigi tetap utuh tidak ada yang tanggal. Ia meriwayatkan hadist dari Rasulullah sebanyak lima puluh enam hadist. Di antara sahabat yang meriwayatkan hadist darinya adalah Abdullah bin Abbas. Ia memiliki sejumlah anak, yang di antaranya adalah Abdullah, Urwah, Abdullah bin Abu Mulaikah dan yang lainnya.

Ia adalah sosok perempuan yang dermawan dan gemar berinfak. Ia meninggal dunia di Makkah tahun 73 H.

  • Aisyah Ummu al-Mukminin

Ia dikenal dengan sebutan Ash-Shiddiqah binti Ash-Shiddiq. Rasulullah menikahinya ketika ia masih berusia enam tahun dan baru mencampurinya ketika ia berusia sembilan tahun. Ia resmi diserahkan kepada beliau dan tinggal bersama beliau pada bulan Syawwal. Ia adalah perempuan paling alim. Rasulullah memberinya nama kuniyah Ummu Abdullah. Rasa cinta Rasulullah kepada Aisyah menjadi contoh ikatan suami istri yang saleh dan ideal.

Asy-Sya’bi menceritakan dari Masruq, bahwasanya jika ia menceritakan dari Ummu al-Mukminin Aisyah, maka ia berkata, “Telah menceritakan kepadaku Ash-Shiddiqah binti Ash-Shiddiq al-Mubarra’ah (yang dinyatakan secara langsung oleh wahyu dari langit bahwa dirinya tidak bersalah dan bersih dari fitnah dan tuduhan palsu telah berselingkuh yang ditujukan kepada dirinya dalam kisah yang sangat masyhur, yaitu kisah al-Ifk) Habibah Habibillah (kekasih seorang hamba yang menjadi kekasihnya Allah)

Musnad Aisyah mencapai 2210 hadist, 174 di antaranya adalah muttafaq Alaih (diriwayatkan oleh al-Bukhari Muslim), sedangkan yang hanya diriwayatkan oleh al-Bukhari seorang diri berjumlah 54 hadist, sedangkan yang hanya diriwayatkan oleh Muslim seorang diri berjumlah 69 hadist.

Aisyah hidup mencapai usia enam puluh tiga tahun lebih beberapa bulan, meninggal dunia pada tahun 57 H tanpa memiliki keturunan.

  • Ummu Kultsum binti Abu Bakar

Ia adalah putri Abu Bakar Ash-Shiddiq dari istrinya yang bernama Habibah binti Kharijah. Abu Bakar ash-Shiddiq tatkala ajalnya sudah dekat berkata kepada Ummu al-Mukminin Aisyah, “Sesungguhnya kamu mempunyai dua saudara laki-laki dan dua saudara perempuan.” Aisyah berkata, “Setahu saya saudara perempuanku hanya Asma`, lalu siapakah saudara perempuanku yang lainnya?” Abu Bakar ash-Shiddiq berkata, “Janin yang masih ada dalam perut Habibah binti Kharijah. Aku mendapat firasat kalau janin itu adalah berjenis kelamin perempuan.”

Ternyata benar, janin itu memang lahir perempuan sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq. Janin itu yang selanjutnya diberi nama Ummu Kultsum lahir setelah Abu Bakar ash-Shiddiq meninggal.

Ummu Kultsum dinikahi dinikahi oleh Thalhah bin Ubaidillah yang kemudian gugur pada perang Jamal. Ketika Ummu Kultsum dalam masa `iddahnya, Aisyah membawanya pergi ke Makkah.

Itu adalah keluarga Abu Bakar ash-Shiddiq yang diberkahi dan dimuliakan oleh Allah dengan Islam. Ini adalah kelebihan dan keutamaan yang hanya dimiliki oleh Abu Bakar ash-Shiddiq. Para ulama menuturkan, tidak pernah diketahui ada empat orang yang saling berketurunan yang semuanya menjadi sahabat Rasulullah kecuali keluarga Abu Bakar ash-Shiddiq. Mereka itu adalah, Abdullah bin az-Zubair, ibunya adalah Asma` binti Abu Bakar bin Abu Quhafah. Mereka itu adalah empat orang yang satu keturunan. Juga, Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Bakar bin Abu Quhafah.

Di antara para sahabat, tidak ada orang yang kedua orang tuanya dan anak-anaknya masuk Islam semuanya, menjadi sahabat semuanya berikut cucu-cucunya kecuali hanya Abu Bakar ash-Shiddiq dari pihak laki-laki dan perempuan. Hal ini telah penulis jelaskan. Mereka semua beriman kepada Nabi Muhammad dan menjadi sahabat beliau. Itulah keluarga Abu Bakar ash-Shiddiq, semuanya adalah orang-orang beriman dan tidak ada satu pun di antara mereka yang diketahui sebagai orang munafik. Keutamaan dan kelebihan ini tidak dimiliki kecuali oleh keluarga Abu Bakar ash-Shiddiq.

Dulu dikatakan, bahwa ada rumah tangga yang merupakan rumah tangga keimanan dan ada pula rumah tangga yang merupakan rumah tangga kemunafikan. Keluarga dan rumah tangga Abu Bakar ash-Shiddiq adalah salah satu keluarga keimanan dari kalangan Muhajirin, sedangkan keluarga Bani an-Najjar adalah salah satu keluarga keimanan dari kalangan Anshar.

Catatan dan Rekam Jejak Moral Abu Bakar ash-Shiddiq dalam Masyarakat Jahiliyah

Pada masa Jahiliyah, Abu Bakar ash-Shiddiq termasuk salah satu orang Quraisy yang terkemuka, terhormat dan salah satu tokohnya. Sebelum muncul Islam, kemuliaan dan kehormatan di kalangan Quraisy berada di tangan sepuluh orang dari sepuluh klan atau marga.

Al-Abbas bin Abd al-Muththalib dari Bani Hasyim, ia pada masa Jahiliyah memegang jabatan sebagai orang yang bertugas menyediakan kebutuhan air bagi jamaah haji, dan tugas ini tetap ia pegang dalam Islam.

Abu Sufyan bin Harb dari Bani Umayyah, ia adalah orang yang memegang panji Quraisy al-‘Uqab, ia adalah orang yang ditunjuk sebagai pemimpin jika kaum Quraisy tidak menemukan satu kata menyangkut siapa yang akan memimpin.

Al-Harits bin Amir dari Bani Naufal, ia adalah orang yang memegang jabatan ar-Rifadah, yaitu mengumpulkan iuran dari kaum Quraisy untuk selanjutnya digunakan untuk membantu orang-orang yang tidak memiliki bekal.

Utsman bin Thalhah bin Zam’ah bin al-Aswad dari Bani Asad. Ia adalah orang yang selalu dimintai pendapat, pandangan dan pertimbangan. Tiada suatu urusan pun yang hendak diputuskan, melainkan terlebih dahulu selalu diajukan kepadanya. Jika ia menyetujuinya, maka akan dilaksanakan, namun jika ia tidak menyetujuinya, maka ia memberikan pilihan. Ia memiliki beberapa orang dekat yang menjadi pembantunya.

Abu Bakar ash-Shiddiq dari Bani Taim, ia adalah orang yang memegang jabatan mengurusi al-Asynaq, yaitu diyat dan denda. Jika ia mengambil alih suatu beban tanggungan diyat atau denda, lalu ia meminta bantuan kepada kaum Quraisy untuk ikut menanggungnya, maka mereka mempercayainya dan meluluskan pengambil alihan itu. Namun jika orang lain selain Abu Bakar yang mengambil alih, maka mereka tidak mau membantu.

Khalid bin al-Walid dari Bani Makhzum. Ia adalah orang yang memegang jabatan mengurusi al-Qubbah dan al-`A’innah. Adapun al-Qubbah, adalah tenda yang mereka dirikan sebagai tempat mengumpulkan berbagai perbekalan untuk menyiapkan pasukan. Sedangkan al-`A’innah adalah, tali kendali yang digunakan untuk kuda kaum Quraisy dalam pertempuran.

Umar bin al-Khathab dari Bani ’Adi, ia adalah orang yang memegang jabatan mengurusi masalah as-Sifarah (pendelegasian, sebagai duta atau utusan untuk melakukan pembicaraan ketika terjadi konflik) pada masa Jahiliyah.

Shafwan bin Umayyah dari Bani Jumah, ia adalah orang yang bertugas mengurusi masalah al-Azlam (alat berbentuk seperti lidi atau anak panah yang ditaruh di dalam Ka’bah dan digunakan untuk mengundi nasib dan meminta putusan ketika hendak melakukan suatu hal).

Al-Harits bin Qais dari Bani Sahm, ia adalah orang yang menangani masalah hukumah (peradilan) dan bertugas mengumpulkan harta mereka yang dipersembahkan untuk tuhan-tuhan mereka.

Dalam masyarakat Jahiliyah, Abu Bakar ash-Shiddiq termasuk salah satu orang terkemuka, terhormat, terpandang dan terbaik. Mereka biasa meminta bantuan kepadanya menyangkut apa yang menimpa mereka. Di Makkah, Abu Bakar ash-Shiddiq memberikan jamuan dalam bentuk yang tidak pernah dilakukan oleh siapa pun.

Abu Bakar ash-Shiddiq dikenal dengan sejumlah hal yang di antaranya adalah:

  • Ilmu pengetahuan tentang nasab.

Abu Bakar ash-Shiddiq termasuk salah satu ahli nasab dan pakar tentang berita-berita bangsa Arab. Dalam hal ini, ia memiliki catatan pengalaman dan kapabilitas yang cukup besar, hingga menjadikan dirinya master atau guru bagi banyak pakar nasab seperti Uqail bin Abu Thalib dan yang lainnya.

Abu Bakar ash-Shiddiq memiliki sebuah keistimewaan yang membuat dirinya disukai banyak orang Arab, yaitu ia tidak pernah mencela nasab siapa pun dan tidak suka menyebutkan aib, cacat, kekurangan dan kejelekan orang lain. Abu Bakar ash-Shiddiq adalah orang yang paling ahli dan paling paham tentang nasab Quraisy berikut baik buruknya. Dalam hal ini, Aisyah meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Abu Bakar adalah orang Quraisy yang paling ahli dan paling paham tentang nasab Quraisy.

  • Perniagaan

Pada masa Jahiliyah, Abu Bakar ash-Shiddiq adalah seorang saudagar. Ia masuk ke Bushra dari negeri Syam untuk berniaga. Ia terbiasa malang melintang menjelajahi negeri-negeri yang ada. Ia memiliki modal sebesar empat puluh ribu dirham. Pada masa Jahiliyah, ia adalah sosok yang dikenal sangat dermawan.

  • Familiar, menarik, bersahabat dan disukai banyak orang.

Ibnu Ishaq dalam as-Sirah menuturkan, bahwa mereka sangat menyukai Abu Bakar ash-Shiddiq dan senang kepadanya. Mereka mengakui bahwa ia adalah sosok yang memiliki keutamaan yang agung dan akhlak yang mulia. Mereka biasa datang kepadanya, merasa nyaman, akrab dan “sreg” dengannya, karena pengetahuannya, perniagaannya dan sikapnya yang familiar dan bersahabat.

Ibnu ad-Daghinah berkata kepada Abu Bakar ash-Shiddiq ketika bertemu dengannya pada saat ia dalam perjalanan hendak berhijrah, “Sungguh Anda adalah orang yang menghiasi klan, gemar memberikan pertolongan ketika terjadi musibah, memberi bantuan kepada orang yang tidak berpunya dan gemar berbuat kebajikan.”

Ibnu Hajar memberikan komentar terhadap perkataan Ibnu ad-Daghinah dengan mengatakan, bahwa di antara catatan keutamaan Abu Bakar ash-Shiddiq adalah, bahwa Ibnu ad-Daghinah yang merupakan pimpinan kabilah al-Qarah ketika Abu Bakar ash-Shiddiq mengembalikan kepadanya jaminan perlindungan yang sebelumnya ia berikan kepadanya di Makkah, maka ia mendeskripsikan Abu Bakar ash-Shiddiq dengan sifat-sifat yang sama seperti yang digunakan oleh Khadijah ketika mendeskripsikan Rasulullah ketika beliau pertama kali secara resmi diangkat sebagai Rasul. Ini adalah sebuah pujian yang luar biasa bagi Abu Bakar ash-Shiddiq. Karena sifat-sifat Rasulullah sejak dini adalah sifat-sifat yang paling sempurna.

  • Tidak pernah sedikit pun menenggak minuman keras pada masa Jahiliyah.

Abu Bakar ash-Shiddiq termasuk orang yang paling menjaga kesucian diri pada masa Jahiliyah, sampai-sampai ia mengharamkan minuman keras atas dirinya sendiri sebelum Islam.

Dalam hal ini, Aisyah menuturkan, bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq mengharamkan minuman keras atas dirinya sendiri. Maka, ia pun tidak pernah menenggak minuman keras, baik pada masa Jahiliyah apalagi pada masa Islam. Ceritanya adalah, bahwa pada suatu ketika Abu Bakar ash-Shiddiq lewat di dekat seorang laki-laki mabuk yang memegangi kotoran dan mendekatkannya ke mulutnya, lalu ketika mencium baunya, maka ia pun menjauhkannya. Melihat hal itu, Abu Bakar ash-Shiddiq pun berucap, “Orang ini tidak tahu apa yang sedang ia perbuat.”

Dalam sebuah riwayat Aisyah disebutkan, bahwasanya Abu Bakar ash-Shiddiq dan Utsman bin Affan meninggalkan minum khamar pada masa Jahiliyah.

Ada orang yang bertanya kepada Abu Bakar ash-Shiddiq, “Apakah Anda menenggak minuman keras pada masa Jahiliyah?” Lalu Abu Bakar ash-Shiddiq menjawab, “A’udzi billah!” Lalu dikatakan kepadanya, “Kenapa?” Lalu ia berkata, “Aku memelihara kehormatanku dan menjaga martabat dan muru`ahku. Karena orang yang minum khamar, maka ia adalah orang yang menyia-nyiakan dan mengabaikan kehormatan, martabat, dan murua`ahnya.”

  • Tidak pernah sujud kepada berhala.

Abu Bakar ash-Shiddiq sama sekali tidak pernah sujud kepada berhala. Abu Bakar ash-Shiddiq berkata di tengah-tengah sekumpulan para sahabat, “Aku sama sekali tidak pernah sujud kepada berhala. Ceritanya adalah, ketika aku mulai menginjak akil baligh, ayahku Abu Quhafah mengajakku ke sebuah bilik yang di dalamnya terdapat berhala, lalu ia berkata kepadaku, “Ini adalah tuhan-tuhan kamu yang luhur dan mulia.” Lalu ia pun beranjak pergi dan meninggalkanku di sana sendiri. Lalu aku pun mendekati berhala itu dan berkata, “Aku lapar, tolong beri aku makan,” namun berhala itu tidak menjawab. Lalu aku kembali berkata, “Aku butuh pakaian, tolong beri aku pakaian,” namun lagi-lagi berhala itu tidak menjawab. Lalu aku pun melemparkan sebongkah batu ke atas berhala itu, hingga roboh.”

Demikianlah, akhlaknya yang terpuji, akalnya yang cerdas dan cemerlang serta fitrahnya yang lurus, normal, dan sehat menjadikan dirinya sosok yang anti pati terhadap setiap hal yang mencederai muru`ah dan mengurangi kehormatan dari perbuatan-perbuatan dan moral masyarakat Jahiliyah yang berlawanan dengan fitrah yang lurus dan sehat serta bertentangan dengan akal yang waras dan kedewasaan. Karena itu, tidak aneh jika sosok yang akhlaknya seperti itu langsung bergabung dengan parade dakwah kebenaran dan langsung menempati posisi terdepan.

Setelah keislamannya, Abu Bakar ash-Shiddiq pun menjadi sosok terbaik setelah Rasulullah. Dalam hal ini, beliau bersabda, “Orang-orang terbaik dari kalian pada masa Jahiliyah menjadi orang-orang terbaik kalian dalam Islam jika mereka paham dan mengerti.

Ustadz Rafiq al-’Azhm memberikan catatan tentang potret kehidupan Abu Bakar ash-Shiddiq pada masa Jahiliyah seperti berikut, “Sungguh seseorang yang lahir dan tumbuh di tengah lingkungan paganisme yang dipenuhi berhala dan arca-arca di mana tidak ada agama yang menjadi pengekang dan pengontrol dan tidak pula syariat yang menjadi pembimbing, penuntun, dan pemandu jiwa, namun ia tetap memiliki keutamaan seperti itu, tetap memiliki idealisme dan kekokohan dalam memegang teguh ’iffah dan muru`ah, maka sungguh sudah sepantasnya orang seperti itu menerima Islam dengan sepenuh hati, menjadi orang yang pertama beriman kepada sang penunjuk dan pembimbing para hamba, bergegas masuk Islam untuk membuat orang-orang yang sombong, angkuh, dan ’inad (keras kepala) menjadi geram dan terhina, menjadi orang yang menyiapkan, membuka dan memuluskan jalan mendapat petunjuk dan panduan dengan agama Allah yang lurus yang mencerabut akar-akar perbuatan tercela dan hina dari jiwa orang-orang yang mendapatkan petunjuk dan panduan dengan petunjuk dan tuntunan agama-Nya serta yang memegang teguh tali agama-Nya yang kokoh.

Betapa mulianya Abu Bakar ash-Shiddiq, karena ia adalah sosok yang memuat stok melimpah nilai-nilai yang luhur, akhlak terpuji, watak dan karakter yang mulia dalam masyarakat Quraisy sebelum Islam. Penduduk Makkah memberikan kesaksian dan testimoni tentang keunggulannya atas yang lain dalam dunia akhlak, nilai-nilai dan keteladanan.

Tidak diketahui ada satu orang pun dari kaum Quraisy yang mencela Abu Bakar ash-Shiddiq, menilai negatif dirinya, memiliki pandangan miring tentang dirinya, melecehkannya dan menghina dirinya, sebagaimana yang mereka perbuat terhadap orang-orang Mukmin yang lemah. Di mata mereka, Abu Bakar ash-Shiddiq tidak memiliki aib dan cacat kecuali keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya. [lampu-islam]

Sumber: Buku Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq oleh Prof. Dr. Muhammad Ash-Shallabi.