expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

04/12/2019

ORGANISASI KERJA SAMA ISLAM (OKI)


Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dibentuk setelah para pemimpin sejumlah negara Islam mengadakan Konferensi di Rabat, Maroko, pada tanggal 22 - 25 September 1969, dan menyepakati Deklarasi Rabat yang menegaskan keyakinan atas agama Islam, penghormatan pada Piagam PBB dan hak asasi manusia. Pembentukan OKI semula didorong oleh keprihatinan negara-negara Islam atas berbagai masalah yang diahadapi umat Islam, khususnya setelah unsur Zionis membakar bagian dari Masjid Suci Al-Aqsa pada tanggal 21 Agustus 1969.
Pembentukan OKI antara lain ditujukan untuk meningkatkan solidaritas Islam di antara negara anggota, mengoordinasikan kerja sama antarnegara anggota, mendukung perdamaian dan keamanan internasional, serta melindungi tempat-tempat suci Islam dan membantu perjuangan pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat. OKI saat ini beranggotakan 57 negara Islam atau berpenduduk mayoritas muslim di kawasan Asia dan Afrika.

Sebagai organisasi internasional yang pada awalnya lebih banyak menekankan pada masalah politik, terutama masalah Palestina, dalam perkembangannya OKI menjelma sebagai suatu organisasi internasional yang menjadi wadah kerja sama di berbagai bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan ilmu pengetahuan antar negara-negara muslim di seluruh dunia.
Untuk menjawab berbagai tantangan yang mengemuka, negara-negara anggota OKI memandang revitalisasi OKI sebagai permasalahan yang mendesak. Semangat dan dukungan terhadap perlunya revitalisasi OKI dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa struktur dan kinerja organisasi OKI dinilai belum efisien dan efektif. Dalam kaitan ini, telah diadakan rangkaian pertemuan yang berhasil mengkaji dan melakukan finalisasi TOR restrukturisasi OKI yang disiapkan oleh Malaysia.
Pada pertemuan tingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan (KTT) ke-10 di Putrajaya, Malaysia, 11-17 Oktober 2003, OKI sepakat untuk memulai upaya konkret dalam merestrukturisasi Sekretariat OKI, terutama pada empat aspek, yaitu perampingan struktur, metodologi, peningkatan kemampuan keuangandan sumber daya manusia. KTT Luar Biasa OKI ke-3 di Mekkah, Arab Saudi, pada 7-8 Desember 2005 telah mengakomodasi keinginan tersebut yang dituangkan dalam bentuk Macca Declaration dan OIC 10-years Program of Actions yang meliputi restrukturisasi dan reformasi OKI, termasuk perumusan Statuta OKI baru yang diharapkan dapat dilaksanakan sebelum tahun 2015.

OIC 10-years Program of Actions merupakan awal perubahan OKI yang tidak hanya menfokuskan pada masalah politik, tetapi juga ekonomi perdagangan. Program Aksi 10 tahun OKI mencakup isu-isu politik dan intelektual, isu-isu pembangunan, sosial, ekonomi, dan ilmu pengetahuan yang diharapkan dapat menjawab kesenjangan kesejahteraan umat. Di bidang politik dan intelektual, dalam 10 tahun OKI diharapkan mampu menangani berbagai isu seperti upaya membangun nilai-nilai moderasi dan toleransi; membasmi ekstrimisme, kekerasan dan terorisme; menentang Islamofobia; meningkatkan solidaritas dan kerja sama antar-negara anggota, pencegahan konflik, penanganan masalah Filipina, hak-hak kelompok minoritas dan komunitas muslim, dan masalah-masalah yang dialami Afrika.

KTT OKI ke-11 berlangsung antara tanggal 13-14 Maret 2008 dan bertemakan “The Islamic Ummah in the 21st Century”. KTT ini menghasilkan beberapa dokumen utama, yaitu Piagam OKI, Final Communiqué, dan sejumlah resolusi. Final Communiqué mengangkat berbagai isu, antara lain mengenai politik, keamanan, Palestina, minoritas muslim seperti Kosovo, terorisme, ekonomi, sosial budaya, hukum, iptek, dan sosial budaya. Sementara itu, resolusi terkait yang berhubungan dengan keamanan global/regional antara lain adalahResolutions on the Cause of Palestine, the City of Al-Quds Al-Sharif and the Arab-Israel Conflict, Resolutions on Political Affairs, danResolutions on Muslim Communities and Minorities in Non-OIC Member States. Piagam Baru tersebut pada intinya merupakan penegasan OKI untuk mengeksplorasi bentuk kerja sama yang lain dan tidak terbatas pada kerja sama politik saja.

Dalam kesempatan tersebut, Presiden RI dalam pidatonya menyampaikan antara lain (a) dukungan terhadap OIC’s Ten-Year Plan of Action yang merupakan cerminan pragmatisme OKI dalam menghadapi tantangan dan permasalahan umat(b) konflik Palestina-Israel merupakan penyebab utama krisis di Timur Tengah dan juga merupakan tantangan serius perdamaian dan keamanan internasionalterkait dengan hal ini, Presiden Indonesia menyambut baik hasil Konferensi Annapolis pada bulan Desember 2007, terutama mengingat adanya joint understanding untuk mendirikan negara Palestina pada akhir tahun 2008, (c) potensi kapasitas negara-negara anggota OKI dapat diberdayakan dalam memainkan perannya dalam upaya memelihara perdamaian dan keamanan global, pemberantasan kemiskinan, dan percepatan pembangunan, (d) Islam, demokrasi, dan modernitas maupun HAM adalah compatible, (e) Islam adalah agama perdamaian dan toleran. Upaya interfaith dan inter-civilization dialogue perlu didukung dalam mengurangi persepsi yang salah dan ketakutan terhadap Islam (Islamofobia) di kalangan Barat, (f) pembangunan umat Islam harus memperhatikan aspek lingkungan. Dapat disampaikan bahwa wakil Asia, Afrika, dan Arab juga memiliki pandangan yang kurang lebih sama.

Selanjutnya, dalam KTM ke-35 OKI dengan tema Prosperity and Development di Kampala, Uganda, tanggal 18-20 Juni 2008, telah dilakukan penandatanganan Piagam Baru OKI oleh para Menteri Luar Negeri, termasuk Menteri Luar Negeri RI. Indonesia sangat mendukung proses revitalisasi OKI dan menginginkan agar OKI dapat semakin efektif dalam menanggapi berbagai perubahan dan tantangan global sesuai dengan tujuan pembentukannya. Sebagai negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia, Indonesia senantiasa berpartisipasi aktif dalam OKI dengan tujuan akhir untuk mendorong proses good governance di dunia Islam untuk menjadikan OKI sebagai organisasi yang kredibel, kompeten, dan diakui perannya di dunia internasional.
Pertemuan ke-36 Dewan Menteri Luar Negeri OKI (PTM ke-36 OKI) yang dilaksanakan di Damaskus, tanggal 23-25 Mei 2009 membahas isu-isu kerja sama yang menjadi perhatian bersama seperti politik, komunitas muslim di negara bukan anggota OKI, kemanusiaan (humanitarian affairs), hukum, masalah-masalah umum dan keorganisasian, informasi, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi,dakwah, sosial budaya, dan administrasi serta keuangan. Dalam kesempatan tersebut, Menlu RI menyampaikan pokok-pokok pidato, antara lain mengenai perlunya diintensifkan pelaksanaan reformasi OKI khususnya di bidang demokrasi, good governance, dan HAM, termasuk hak-hak wanita sesuai dengan mandat Program Aksi 10 Tahun OKI (TYPOA) dan Piagam Baru OKI, di samping isu Palestina, kerja sama perdagangan dan pelibatan sektor swasta di antara negara anggota, sertsebagai Ketua PCSP-OIC melaporkan perkembangan proses perdamaian di Filipina Selatan terkait dengan pelaksanaan pertemuan Tripartite antara Pemerintah Filipina-MNLF-OKI yang merundingkan implementasi sepenuhnya Perjanjian Damai 1996.
F.
Dalam berbagai forum internasional, termasuk OKI, Indonesia telah memberikan dukungan bagi berdirinya Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya. Realisasi dari dukungan tersebut diwujudkan dalam bentuk dukungan diplomatik, yaitu pengakuan terhadap keputusan Dewan Nasional Palestina (Palestinian National Council) untuk memproklamasikan Negara Palestina pada tanggal 15 November 1988. Dukungan kemudian dilanjutkan dengan pembukaan hubungan diplomatik antara Pemerintah RI dan Palestina pada tanggal 19 Oktober 1989. Di samping itu, Indonesia adalah anggota Committee on Al-Quds (Yerusalem) yang dibentuk pada tahun 1975.

Selain itu, 
isu terorisme juga telah menjadi perhatian utama OKI. Komitmen OKI untuk mengatasi masalah terorisme terlihat antara lain pada The Extraordinary Session of the Islamic Conference of Foreign Ministers on Terrorism di Kuala Lumpur, Malaysia, 1-3 April 2002, yang menghasilkan Kuala Lumpur Declaration on International Terrorism. Deklarasi tersebut pada intinya menekankan posisi negara-negara anggota OKI dalam upaya untuk memerangi terorisme dan upaya-upaya untuk mengkaitkan Islam dengan terorisme. Terorisme merupakan salah satu isu di mana OKI memiliki sikap bersama pada pembahasan di forum SMU PBB. Inti posisi OKI adalah perlunya pembedaan antara kejahatan terorisme dan hak sah perlawanan rakyat Palestina untuk merdeka. Dalam kaitan ini, maka penyelesaian politik konflik Palestina secara adil akan memberikan sumbangan bagi pemberantasan the root causes of terrorism.

Pada tanggal 18 - 20 Mei 2010, dilaksanakan Pertemuan ke-37 Dewan Menteri Luar Negeri Organisasi Konferensi Islam (KTM ke-37 OKI) di Dushanbe, Tajikistan.  Pertemuan ini merupakan KTM OKI pertama yang diadakan di Asia Tengah, dengan tema “Shared Vision of a More Secure and Prosperous Islamic World”.  Pertemuan tersebut merupakan momentum khusus bagi kawasan tersebut dalam rangka meningkatkan kerja samanya dengan negara-negara anggota OKI lain, dan diharapkan dapat menjadi bagian dari upaya OKI dalam menjawab berbagai tantangan yang dihadapi. Dalam pertemuan tersebut, Menlu RI menekankan kembali mengenai proses reformasi OKI yang tengah berjalan dan perlunya negara-negara anggota OKI mendukung proses tersebut, antara lain melalui implementasi Piagam OKI dan Program Aksi 10 Tahun (TYPOA). Disampaikan pula bahwa Pemerintah RI mendukung upaya OKI bagi realisasi pembentukan Komisi HAM OKI dan terhadap statuta Organisasi Pembangunan Perempuan OKI yang telah disahkan.

Di masa mendatang, pembentukan kedua badan dimaksud akan semakin memperjelas posisi OKI dalam mempromosikan dan mengembangkan HAM dan isu perempuan di dunia internasional. Pemerintah RI juga menyatakan sikapnya atas upaya terciptanya dunia yang bebas dari senjata nuklir berdasarkan 3 pilar utama, yaitu nuclear disarmament, non-proliferasi nuklir, dan penggunaan nuklir untuk tujuan damai. Untuk itu, Pemerintah RI menyambut baik tercapainya kesepakatan antara Iran, Turki, dan Brazil dalam hal pengaturan penggunaan energi nuklir. Hal ini diharapkan akan membantu penyelesaian isu nuklir Iran.

Di samping itu, pada kesempatan yang sama Pemerintah RI juga menyatakan dukungan atas berdirinya negara Palestina yang merdeka dan ajakan kepada komunitas internasional untuk secara bersama memberikan bantuan yang diperlukan guna meningkatkan taraf hidup masyarakat Palestina. Indonesia telah memberikan prioritas pada pengembangan capacity building bagi rakyat Palestina, mencakuppembangunan sosial, pemerintahan, ekonomi, infrastruktur, dan keuangan untuk periode 2008 - 2013.

Berkenaan dengan isu Islamofobia, Pemerintah RI menekankan mengenai perlunya mengajak pihak Barat dalam proses penciptaan proses dialogis lintas-agama dan kebudayaan yang konstruktif guna memperkecil timbulnya pemahaman yang keliru atas Islam, disamping memperkenalkan Islam sebagai agama yang mengedepankan toleransi dalam menjawab tantangan global saat ini. Dalam pembahasan resolusi tentang OIC Strategy Paper on Combating Defamation of Religion, Pemerintah RI menekankan kembali perlunya menjaga kesatuan sikap dan posisi Kelompok OKI terhadap isu-isu yang bersifat prinsipiil dan juga mengimbau kiranya Kelompok OKI dapat lebih menunjukkan fleksibilitas melalui engagement yang lebih bersifat konstruktif kepada pihak dan kelompok lain.

KTM OKI ke-37 telah mengesahkan apa yang disebut Deklarasi Dushanbe. Deklarasi tersebut menggarisbawahi beberapa isu, seperti Perdamaian di Timur Tengah; Afghanistan; pengutukan agresi Armenia terhadap Azerbaijan; menyambut baik kesepakatan pertukaran bahan bakar nuklir oleh Iran, Turki, dan Brazil; terorisme; perlucutan senjata nuklir dan senjata pemusnah massal; pengembangan SDM dan pendidikan; mendorong kelancaran barang dan jasa di antara Negara OKI; dialog antar-peradaban dan Islamofobia. 

Disela-sela pelaksanaan KTM, selaku Ketua Komite Perdamaian OKI untuk Filipina Selatan (OIC-PCSP – Peace Committee for the Southern Philippines), Indonesia mengadakan pertemuan Komite pada tanggal 20 Mei 2010 yang dihadiri oleh  anggota Komite, yaitu Arab Saudi, Brunei Darussalam, Libya, Malaysia, Mesir, Tajikistan, Turki, Senegal, serta Utusan Khusus Sekretaris Jenderal OKI untuk Filipina Selatan, Dubes Sayyed El-Masry. Bangladesh tidak hadir dalam pertemuan tersebut. Dalam kesempatan itu, selaku Ketua Komite, Indonesia menyampaikan laporan perkembangan implementasi dari Perjanjian Damai 1996, khususnya pasca-Pertemuan Tripartite (GRP - OKI - MNLF) Maret 2009 hingga pertemuan di Tripoli, Libya, 20 Mei 2010. 

Mewakili Presiden RI, Menlu RI turut berpartisipasi dalam KTT Luar Biasa OKI ke-4 yang diselenggarakan pada tanggal 14-15 Agustus 2012 di Mekkah, Arab Saudi. KTT ini membahas isu-isu yang tengah menjadi perhatian bersama negara-negara anggota OKI, yaitu isuPalestina, Suriah, muslim Rohingya di Myanmar, Mali, dan Sahel. Di samping itu, KTT Luar Biasa OKI berhasil menyepakati Final Communique yang memuat keputusan KTT OKI untuk membekukan keanggotaan Suriah serta beberapa resolusi lainnya mengenai Palestina, Suriah, Mali, dan Sahel. 

Selanjutnya, Konferensi Tingkat Menteri (KTM) OKI ke-39 diselenggarakan di Djibouti pada tanggal 15-17 November 2012, setelah sebelumnya KTM ke-38 dilaksanakan di Astana, Kazakhstan. KTM OKI ke-39 mengambil tema “Session of Solidarity for Sustainable Development” dan dihadiri oleh 51 negara anggota OKI (26 delegasi pada tingkat menteri), observer, serta organisasi dan negara-negara tamu yang diundang. Pertemuan ini mengadopsi  Deklarasi KTM OKI ke-39 serta mendukung Republik Guinea sebagai tuan rumah KTM OKI ke-40. Selain itu, ditetapkan pula berbagai resolusi yang telah diputuskan oleh Pertemuan Senior Official Meeting (SOM) di Jeddah bulan September 2012 serta resolusi yang telah diputuskan oleh Special Committee di sela-sela KTM OKI ke-39 di Djibouti.

Pada tanggal 2-7 Februari 2013, diselenggarakan rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-12 OKI di Kairo, Mesir yang dihadiri oleh 26 Kepala Negara/Pemerintahan negara anggota OKI. Dalam KTT tersebut, Presiden RI menyampaikan pernyataan mewakili Kelompok Asia dan atas kapasitas nasional. Presiden RI antara lain menyatakan bahwa OKI harus dapat memanfaatkan kesempatan yang ada bagi kepentingan umat Islam dan berperan di tingkat global. Dalam kaitan ini, OKI harus dapat menjadi kontributor utama bagi perdamaian dunia dan keamanan, pembangunan ekonomi dan kemakmuran global yang merata, serta pengembangan demokrasi dan penghormatan hak asasi manusia.   

Pada tanggal 6 Februari 2013 juga telah diselenggarakan sesi khusus bagi Kepala Negara/Pemerintahan terkait isu settlements di wilayah Palestina. Sesi khusus ini diselenggarakan mengingat adanya rencana Israel untuk membangun lebih dari 3.600 pemukiman di Yerusalem Timur yang merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional. Pada kesempatan tersebut, Menlu RI menyampaikanpernyataan Presiden RI yang memuat usulan langkah-langkah konkret yang dapat diambil OKI dalam kerangka diplomatik, legal, dan ekonomi. 

KTT OKI ke-12 tersebut telah menghasilkan Cairo Final Communique”. Cairo Final Communique terdiri dari 165 paragraf dan memuat isu politik, komunitas dan minoritas muslim di negara non-OKI, HAM, terorisme, pelucutan senjata, Islamophobia, voting di forum internasional, kemanusiaan, kerja sama ekonomi, sosial-budaya, iptek, pendidikan, kesehatan, lingkungan dan perubahan iklim, informasi, keuangan dan administrasi, dan keorganisasian OKI. Selain itu, dimuat juga resolusi mengenai Palestina dan Al-Quds Al-Sharif sebagai hasil dari sesi khusus mengenai pemukiman di wilayah Palestinamemuat kecaman atas tindakan Israel terhadap Palestina dan imbauan kepada masyarakat internasional, termasuk kepada Dewan Keamanan (DK) PBB, untuk mengimplementasikan resolusi terkait isu Palestina; serta Deklarasi mengenai situasi di Mali yang antara lain memuat rencana pembentukan Special Fund yang sifatnya sukarela guna mendukung pembangunan ekonomi di Mali.

Tanggal 9-11 Desember 2013, diselenggarakan KTM ke-40 OKI di Conakry, Repulik Guinea, dengan tema “Dialogue of Civilization, Factor for Peace and Sustainable Development”. KTM tersebut membahas sejumlah isu politik, ekonomi, dan keorganisasianDalam sesi debat umum KTM OKI ke-40Indonesia menyampaikan antara lain dorongan agar OKI terus memperkuat dialog antar-agama dan keyakinan sebagai upaya untuk menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang mendepankan perdamaian dan toleransi. Indonesia juga menyampaikan pentingnya OKI bekerja keras mendorong pembangunan ekonomi untuk kesejahteraan anggotanya dan pentingnya partisipasi negara-negara anggota dalam pembahasan agenda pembangunan pasca-2015. Disampaikan pula penegasan dukungan Indonesia pada perjuangan rakyat Palestina, solusi politik damai dan inklusif atas situasi di Suriah, termasuk dukungan terhadap Konferensi Jenewa II.

KTM OKI ke-40 ini mengesahkan Conakry Decalaration yang berisi pernyataan sikap OKI atas berbagai isu dan resolusi-resolusi yang disahkan dalam pertemuan, termasuk Resolusi mengenai “The Situation in the Southern Philipines”. Pengesahan Ranres ini mengalihkan Keketuaan pada OIC-PCSP dari Indonesia kepada Mesir. (Terakhir dimutakhirkan: 9 Januari 2014)