expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

01/02/2021

DEMI FOKUS DAKWAH, USTADZ INI RELA MUDUR DARI PNS BERGAJI 10 JUTA



Hidayatullah.com | MENJADI pegawai negeri sipil (PNS) merupakan incaran bagi banyak pencari kerja di negeri ini. Maklum, seorang PNS bisa mendapatkan berbagai fasilitas dan tunjangan yang diberikan negara. Lihat saja, setiap pendaftaran Calon PNS yang dibuka, jutaan CPNS berduyun-duyun mendaftar di berbagai institusi pusat maupun daerah.

Tahun lalu, misalnya, Badan Kepegawaian Nasional (BKN) melaporkan, jumlah pelamar CPNS tahun 2019 mencapai setidaknya 5 juta lebih pelamar. Mereka tentu harus berjibaku, bersaing dengan banyak pelamar, untuk bisa lolos menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Tapi, Nur Kholis, S. Sos.I punya kisah berbeda. Pada tahun 2004, Nur Kholis mendaftar sebagai CPNS di Kantor Kementerian Agama Kota Ternate, Maluku Utara. Belasan tahun kemudian, hingga November 2020, pangkatnya sebagai guru PNS sudah cukup tinggi plus tercatat sebagai guru bersertifikasi.

“(Total gajinya) sudah masuk Rp 10 juta ini, karena sertifikasi itu dua kali gaji pokok, sama tunjangan-tunjangan lain. Sudah besar itu, zona nyaman,” ujarnya kepada hidayatullah.com, Ahad (29/11/2020) malam.

Berpenghasilan puluhan juta setiap bulan baginya sudah lebih dari cukup. Namun demikian, zona nyaman itu rela ia tinggalkan. Kenapa? Alasannya bikin kagum banyak orang. Nur Kholis melepas status PNS-nya demi bisa lebih fokus berdakwah.

“Selama ini ana (saya) merasa berkhidmat untuk dakwah dan lembaga ini sisa-sisa waktu aja, belum totalitas,” ujar pria berusia 43 tahun ini.

Baca: Dakwah Mantan Preman di Bumi Cendrawasih

Nur Kholis memang seorang dai. Setelah diwisuda di Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman Al-Hakim (STAIL) Surabaya tahun 2002, ia langsung dikirim ke Ternate. Tugasnya macam-macam khususnya terkait bidang pendidikan, termasuk merintis pendirian madrasah ibtidaiyah dan menjadi pengajar di sekolah menengah pertama. Tahun 2004, dia mendaftar sebagai PNS di Kantor Kemenag Ternate. Pada tahun 2005, lamarannya diterima. Kenapa mau jadi PNS?

“Bukan kemauan sendiri,” ujarnya. “(Tapi) karena disuruh Pak Kakanwil Depag waktu itu untuk mendaftar dan beliau berjanji kembali menempatkan ke sekolah milik Pesantren (Hidayatullah),” kata pria asal Purwodadi, Pasuruan, Jawa Timur ini.

Singkat cerita, pada tahun 2010, Nur Kholis dipindahtugaskan oleh Hidayatullah untuk merintis pesantren dari nol di Kabupaten Halmahera Timur. Berhubung pindah domisili, ia pun mengajukan untuk dimutasi ke Kantor Kemenag Halmahera Timur. Permohonannya dipenuhi. “Mutasi dari Kota Ternate menuju pedalaman Halmahera Timur,” ujarnya.

Sebagai PNS, oleh Kemenag setempat dia ditugaskan mengajar di sebuah madrasah aliyah swasta milik sebuah yayasan desa. Jaraknya sekitar 1 kilometer dari kampus Hidayatullah. Meskipun begitu, selama di Halmahera Timur, ia berhasil membangun dua kampus Pesantren Hidayatullah.

Sampai kemudian, pasca Musyawarah Nasional V Hidayatullah secara virtual, 29-31 Oktober 2020 lalu, digelar di sela-sela Musyawarah Wilayah V Hidayatullah Maluku Utara (28-29/11/2020). Hidayatullah pun mengamanahi Nur Kholis sebagai Ketua Dewan Pengurus Wilayah Hidayatullah Maluku Utara. Amanah ini diterimanya penuh ketaatan. Ia dilantik sebagai Ketua DPW oleh Ketua Bidang Tarbiyah DPP Hidayatullah Ustadz Abu A’la Abdullah pada Muswil di Halmahera Timur itu.

Yang bikin kaget banyak orang, Nur Kholis memutuskan keluar dari profesi PNS. Padahal saat itu pangkatnya di PNS sudah terbilang tinggi. “Golongan IV A, termasuk senior, (sudah) 15 tahun,” ujarnya.

Baca: Semangat Dakwah Mantan Penginjil

“Kami Dengar dan Kami Taat”

Alasan utama Nur Kholis rela mencopot status PNS, yang artinya melepaskan gaji puluhan juta yang diterimanya setiap bulan dari negara, adalah karena ingin lebih berkonsentrasi mengurus umat. Ia merasa sebagai PNS belum berkhidmat untuk dakwah secara totalitas. “Sedangkan tuntutan dan tanggung jawab sebagai (Ketua) DPW lebih besar, maka dibutuhkan fokus, kesungguhan, dan keseriusan,” ujarnya, mantap.

“(Saya juga) ingin mempertajam garis komando kepemimpinan dengan sami’na wa atha’na dan penguatan kultur lembaga.” “(Juga) menguji loyalitas, ghirah, dan keimanan,” tambahnya seraya menyiratkan senyumnya.

Prinsip “kami dengar dan kami taat” memang menjadi kultur yang tertanam kuat bagi kader-kader Hidayatullah. Bahkan, dalam suatu kesempatan, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Hidayatullah Ustadz Dr Nashirul Haq Lc MA pernah mengatakan, sekiranya selepas dari amanah sebagai Ketum DPP, ia siap jika ditugaskan berdakwah di berbagai daerah layaknya dai-dai Hidayatullah yang lain selama ini. “Meskipun ke Papua, saya siap,” kira-kira begitu ungkap Nashirul dalam beberapa kesempatan ceramahnya.

“Ini bukan pilihan mudah, bukan keputusan biasa. Ini spirit yang luar biasa, ini mungkin dianggap gila bagi orang biasa. Sedikit orang yang berani dan mampu melakukannya

Allahu Akbar

Mempertaruhkan masa depan dan kemapanan yang selama ini dinikmatinya secara dunia.

Peristiwa ini terulang dan mengulang pengorbanan beberapa ustasz yang mengawali Hidayatullah dulu. Mereka juga dengan ikhlas dan fokus pada dakwah dan tarbiyah Islam melalui Hidayatullah.

ini menjadi cambuk, spirit dan gairah bagi generasi muda Hidayatullah.

Insyaallah Allah akan memberikan yang terbaik atas pengorbanannya,” pesan yang viral di grup WhatsApp jamaah Hidayatullah bersumber dari Instagram @lpph_gutem (28/11/2020).

“Semoga istiqamah, mohon doanya,” ujar Nur Kholis menutup wawancara dengan hidayatullah.com.*

Sumber : www.hidayatullah.com