Oleh: Marsono, S.Pd.I
"Bacalah al-Qur'an itu, karena sesungguhnya ia akan datang pada Hari Kiamat sebagai pemberi syafa'at bagi para pembacanya." (H.R. Muslim)
Ramadhan Daring-- Setiap Muslim sedari kecil sudah ditanamkan keyakinan atau keimanan akan adanya hari akhir atau hari qiyamat oleh guru, orang tua, tengku, ustadz, kiyai dan sebagainya. Begitu juga halnya dengan adanya segala huru-hara yang terjadi pada saat itu juga sudah menjadi keyakinan yang tertanam di hati sanubari.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), huru-hara artinya keributan, kerusuhan, kekacauan. Dapat kita fahami bahwa perjalan seorang hamba pada hari akhir atau hari qiyamat penuh dengan, lika-liku, gundah gulana, kesusahan, kengerian, kesedihan, kegelisahan kepanikan yang tiada tara yang dialami, sesuai dengan kadar keimanan dan amal mereka sewaktu hidup di atas permukaan bumi ini.
Allah SWT telah menggambarkan tentang keadaan manusia ketika menghadapi huru-hara pada saat itu. “Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya”. (QS. ‘Abasa: 34-37)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan dalam tafsirnya: “Yaitu ketika datangnya hari kiamat ia akan lari dari saudaranya yaitu lari dari berdekatan dan berbicara dengan saudaranya (keluarga). Ia tidak fokus (terlalu peduli) dengan hal tersebut karena sibuk dengan urusan diri masing-masing.” (Tafsir Al-Qurthubi)
Hal ini tidak mengherankan, karena pada hari kiamat dua orang sahabat yang sangat akrab sekali pun di dunia, kelak di akhirat bisa jadi bermusuhan karena persahabatan mereka tidak dibangun di atas takwa kepada Allah. Misalnya ketika tiba waktu shalat, tidak ada satu pun di antara mereka yang mengingatkan agar shalat, mereka terus bermain-main dan beraktivitas. Kelak, mereka akan saling menyalahkan dan saling bermusuhan di hari kiamat.
Allah berfirman, “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa”. (Q.S. Az- Zukhruf: 67). Syaikh Abdurrahman As- Sa’diy menafsirkan, “Karena persahabatan dan kecintaan mereka di dunia bukan karena Allah, maka berubah menjadi permusuhan di hari kiamat.” (Tafsir As-Sa’diy)
Uraian tersebut di atas hanya sekelumit menggambarkan tentang keadaan hari akahir atau hari qiyamat dan bagaimana manusia menghadapi huru-haranya.
Berbicara tentang huru-hara, barangkali apa yang dialami oleh penduduk bumi hari ini, wabil khusus kita sebagai penduduk Indonesia yaitu mewabahya secara serentak atau menyeluruh (pandemi) Corona Virus Desease (Covid – 2019), dapat juga kita artikan dan kita maknai sebagai huru-hara yang sedang melanda penduduk dunia terlebih Indonesia, betapa tidak huru-hara corona virus ini, telah menngoncangakn ke-stabilan hampir seluruh sendi-sendi kehidupan manusia di berbagai negara baik dari aspek sosial, ekonomi, politik, kesehatan, pendidikan, bahkan sendi-sendi keagamaan sekalipun.
Ketakutan, Kesusahan, kengerian, kesedihan, kepanikan dan ketidakberdayaan sangat jelas dirasakan, bukan hanya oleh penduduk negara yang sedang berkembang, bahkan negara-negara adi daya dan super power sekalipun pun serasa “angkat tangan” atau kwalahan dalam menghadapi huru-hara yang ditimbulkan oleh satu makhluk Allah SWT yang sangat kecil yang tidak bisa dilihat oleh mata kepala ini.
Mari kita cermati bagaimana huru-hara yang ditimbulkan oleh virus corona ini di tengah-tengah kehidupan bangsa kita Indonesia Raya ini, kita perhatikan dari sisi kehidupan sosial dan ekonmi saja umpamanya, betapa dahsyatnya huru-hara corona ini telah mem-PHK kan beribu-ribu tenaga kerja, sehingga menyebabkan terjadinya krisis sosial dan ekonomi, terjadi paceklik, kelaparan, pengangguran, yang dengan sendirinya mengganggu kehidupan sosial masyarakat, terjadi pencurian, perampokan dan sebagainya.
Dalam situasi yang sangat genting seperti ini sudah barang tentu semua orang yang terkena dampak baik langsung maupun tidak langsung dari wabah corona ini sangat menanti-nantikan, membutuhkan dan mengharapkan adanya belas kasihan, uluran tangan, bantuan, pertolongan solusi atau jalan keluar (Syafa’at) dari siapapun, baik dari pemerintah, swasta, para dermawan dan lain sebagainya untuk meringankan beban derita, kesuhan yang dialami, baik berupa moril terlebih materil, seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai), penangguhan pembayaran angsuran, kredit, subsidi rekening listrik dan sejenis bantuan lain yang sedang berjalan selama ini seperti BPJS, KIP, PIP maupun jenis bantuan berupa kebutuhan pokok seperti sembako dan lainnya.
Nah, huru-hara yang dahsyat yang ditimbulkan oleh virus corona yang dirasakan oleh penduduk bumi ini, khususnya penduduk Indonesia, tidaklah sebanding dengan huru-hara yang dialami oleh manusia pada hari akhir atau hari qiyamat kelak walau hanya sebesar sebelah sayap nayamuk, namaun nyatanya manusia tidak bisa lepas bahkan sangat mengharapkan dan memerlukan bantuan, do’a, pertolongan, solusi atau jalan keluar dari penderitaan yang dialami dengan kata lain mengharapkan syafa’at.
Apalah lagi bila kita menghadapi huru-hara yang luar biasa Maha dahsyat pada hari akhir atau hari qiyamat tersebut, tentulah kita semua sangat merindukan, mengharapkan dan membutuhkan pertolongan, bantuan, solusi atau jalan keluar dari permasalhan yang amat berat yang kita hadapi pada hari itu. Itulah hari yang mana semua kita memerlukan yang namanya syafa’at.
Syafa’at Al-Qur’an
Keistimewaan Al-Qur'an salah satunya adalah akan memberi syafaat di akhirat kelak bagi orang-orang yang selalu membacanya. Hal ini karena membaca Al-Qur'an merupakan ibadah yang pahalanya tidak hanya dihitung setiap ayat melainkan setiap huruf. Subhanallah.
Adapun syafaat Al-Qur'an ini dikatakan Nabi saw dalam sebuah riwayat, "Bacalah Al-Qur’an, sesungguhnya ia akan datang di hari kiamat memberi syafaat kepada pembacanya." (HR.Imam Muslim)
Hadis di atas ditekankan pula dalam hadis lainnya yang mengungkapkan bahwa seseorang yang membaca Al-Qur’an maka ia akan mendapat kemuliaan yang begitu besar.
Rasulullah saw bersabda, "Kelak di hari kiamat Al-Qur’an akan datang seraya memohon kepada Tuhannya, ‘Wahai Tuhan, pakaikanlah kepadanya (pembaca Al-Qur’an)!’. Kemudian pembaca Al-Qur’an itu dipakaikan mahkota kemuliaan. Kemudian ia (Al-Qur’an) memohon kembali, ‘Wahai Tuhan, tambahkanlah!’ Kemudian dipakaikan kembali pakaian kemuliaan. Kemudian Al-Qur’an memohon lagi, ‘Wahai Tuhan, ridailah dia!’ Kemudian Allah pun meridainya dan berkata, "Bacalah dan naiklah. Sebab setiap satu ayat akan dilipatkan satu kebaikan.” (Imam Turmudzi)
Seperti yang kita ketahui, meskipun syafaat yang kita harapkan tidak hanya datang dari Al-Qur’an, tetapi syafaat ini merupakan syafaat yang paling spesial.
Menurut Syekh Abdul Fattah Al-Qadi, syafaat Al-Qur’an akan mencegah seseorang jatuh dalam kobaran api neraka, sedangkan syafaat lainnya mengangkat dan menyelamatkan seseorang dari kobaran api neraka.
Syafaat Al-Qur’an yang akan "mencegah" seseorang dari kobaran api neraka tentu sangat diharapkan karena seseorang itu tidak akan merasakan pedihnya siksa neraka walau hanya sebentar. Meski demikian, syafaat lainnya juga tidak boleh diremehkan karena Pertolongan sangat kita butuhkan ketika kelak kita berada di akhirat.
Syekh Ibnu Al-Qashih berpendapat, "Barangsiapa yang mendapatkan syafaat dari Al-Qur’an, maka ia akan selamat.” (Ibnu al-Qashih, Sirajul Qari’ Wa Tidzkar Al-Muqri’ Al-Muntahi, halaman 6)
Betapa besar keistimewaan membaca Al-Qur’an sehingga kita tidak boleh sembrono dalam memperlakukan kitab suci ini apalagi hanya dijadikan penghias lemari. Begitulah kedahsyatan Al-Qur’an yang kita harapkan syafaatnya kelak di hari akhir. Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa hak Al-Qur’an itu di khatamkan minimal dua kali dlam setahun.
Al-Quran sebagai Kalam Allah bisa memberi pertolongan, atas izin Nya, dalam bentuk syafaat. Agar Ia bisa menjadi perantara untuk menolong kita ketika mempertanggungjawabkan amal kita di hadapan Allah Subhanahu Wata'ala, Maka ada beberapa langkah yang mesti kita lakukan terhadap Al-Qur’an:
Langkah pertama, mau atau tidak, harus dilalui oleh setiap muslim. Seorang muslim wajib untuk bisa membaca Kalam Allah sesuai kaidah Ilmu Tajwid dengan langgam yang benar, tidak menyimpang dan tidak pula mengada-ada.
Membaca Al-Quran merupakan aktifitas yang harus menjadi kebutuhan rohani demi meningkatkan mutu dan kualitas spiritual. Di era teknologi seperti sekarang ini, kita dapat dengan mudah membaca Al-Quran lewat telepon genggam yang kita genggam ke mana saja. Di bus, pesawat, kereta, di mana saja, kita dapat membacanya. (namun membaca Al-Qur’an dengan Mushaf lebih Mustahab atau lebih dianjurkan)
Maka, sangat disayangkan apabila seorang muslim tidak bisa membaca Al-Quran. Sangat disayangkan pula, jika seorang muslim yang sudah pandai membaca Al-Quran namun tidak membiasakan dirinya dan keluarganya untuk istiqamah membacanya setiap hari.
Sebagai orangtua Muslim, mereka memiliki tanggungjawab besar untuk memastikan bahwa anak-anaknya bisa dan terbiasa membaca Al-Quran. Beruntung jika mereka sampai pada tingkatan menghafalnya. Kalau pun orang tua belum sanggup mengajarkan secara langsung, titipkanlah mereka untuk belajar membacanya di TPQ atau Madrasah Diniyah, dengan dalam pantauan dan bimbingan orang tua. Kelak anak-anak yang tumbuh dalam bimbingan Al-Quran, Insya Allah, akan menjadi keturunan yang membanggakan, generasi emas, pejuang Islam yang tangguh, karena di hati mereka ada Al-Quran yang membimbing, menyinari, dan menjadi sebab turunnya rahmat Allah kepada mereka.
Langkah Kedua, adalah Senantiasa Mendengar Bacaan Al-Quran. Selain bisa membaca, mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Al-Quran juga menjadi jembatan meraih syafaatnya. Kita bisa mendengarkan secara langsung lewat radio, televisi, atau Mp3 murottal yang biasa diputar di masjid-masjid menjelang waktu shalat.
Mendengar lantunan ayat-ayat suci Al-Quran akan membuat hati dan jiwa pendengarnya tenteram dan damai. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda: “Siapa yang membaca Al-Quran, Allah akan mencatat baginya, sepuluh pahala kebaikan di tiap hurufnya dan siapa yang mendengarkan bacaan Al-Quran, Allah akan catat untuknya, satu kebaikan di tiap hurufnya, serta ia akan dibangkitkan dalam golongan orang yang membaca dan naik derajatnya.” (HR. Ad-Dailami)
Langkah Ketiga, Mengkaji dan Mempelajari Ayat-ayat Al-Quran. Al-Quran tidak cukup hanya dibaca dan didengarkan. Lebih dari itu, kita harus menjadikannya sebagai sumber inspirasi di berbagai bidang kehidupan. Untuk bisa sampai ke arah tersebut, langkah yang harus kita tempuh adalah mengkaji hikmah-hikmah yang ada di dalamnya.
Berbagai penemun ilmiah dan fakta-fakta yang mencengankan ada dalam Al-Quran. Tinggal sejauh mana kemauan kita dalam mempelajarinya. Rasulullah SAW bersabda tentang orang yang mengkaji dan mempelajari ayat-ayat Allah :
“Pelajarilah Al-Quran oleh kalian, sebab kelak di Hari Kiamat ia akan datang memberi syafaat kepada para pengkajinya.” (HR. Ibnu Hibban)
Langkah Keempat, Mengamalkan Hukum-hukum Al-Quran. Keadilan hukum merupakan dambaan setiap insan. Al-Quran turun dengan tujuan, salah satunya, memberikan rasa aman dan perlindungan bagi segenap jiwa manusia, dalam bentuk penegakan hukum untuk memutuskan suatu perkara. Ketika suatu produk hukum berlandaskan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Quran itu diterapkan, akan memberikan keadilan bagi seluruh anggota masyarakat. Tidak ada lagi istilah, “hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas.”
Sebagai contoh, hukum tentang larangan mengonsumi minuman keras. Dalam Al-Quran dijelaskan bahwa minuman keras itu merupakan perbuatan yang banyak mengandung bahaya, mempengaruhi akal dan jiwa seseorang. Dampaknya mencakup banyak aspek, meliputi : kerusakan pada diri orang yang mengonsuminya, keluarganya bahkan suatu negara.
Jika larangan mengonsumsi minuman keras ini diterapkan secara sungguh-sungguh, maka akan memgurangi kejahatan yang terjadi di tengah masyarakat, akibat dampak Miras. Siapa yang mengamalkan hukum-hukum Al-Quran, ia akan mendapat syafaatnya, seperti yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam:
“Siapa yang membaca Al-Quran, dimana ia membacanya pada waktu shalat di tengah malam dan siang hari, ia menghalalkan halalnya dan mengharamkan haramnya, maka Allah haramkan daging dan darahnya terkena api neraka, dan akan menjadikannya teman pendamping para malaikat yang mulia dan baik, serta pada Hari Kiamat nanti Al-Quran akan menjadi hujjah (pembela) untuknya.” (HR. Thabrani)
Langkah kelima, Mengajarkan Al-Quran kepada Orang lain. Sudah menjadi kewajiban bagi setiap orang yang diberi ilmu oleh Allah untuk mengamalkan apa yang sudah ia peroleh, walau pun satu ayat. Termasuk mengajarkan Al-Quran dalam beragam bentuk seperti mengajarkan cara membaca yang baik dan benar, menguraikan makna dan kandungan ayat, atau menghimpun tafsir Al-Quran sebagai upaya mendekatkan umat kepada pemahaman terhadap Al-Quran yang baik, tidak menyimpang, tidak salah jalan, salah tafsir yang bisa menimbulkan keresahan kepada umat Islam.
Mengajarkan Al-Quran sesuai dengan bimbingan para ulama yang ahli di bidangnya, akan membuat umat semakin cinta terhadap Al-Quran dan mau mengamalkannya. Rasulullah Shallallhu ‘Alaihi Wassallam bersabda :
“Siapa yang mempelajari Al-Quran, mengajarkan, dan mengamalkan isinya, maka ia akan menjadi pemberi syafaat dan petunjuk jalan menuju surga.” (HR. Ibnu Asakir).
Langkah Keenam, Mengamalkan dengan landasan ikhlas mencari ridha Allah Subhanahu Wata’ala. Di saat kita mengamalkan Al-Quran, landasannya adalah semata-mata mengharap ridha Allah, bukan untuk mendapat pujian dan hadiah. Pengamalan Al-Quran dengan ikhlas akan membuat seseorang bisa meraih syafaat Al-Quran. Rasulullah SAW bersabda:
“Pelajarilah Al-Quran dan mintalah surga dengannya, sebelum muncul satu kaum yang mempelajari Al-Quran untuk tujuan duniawi. Sesungguhnya ada tiga kelompok yang mempelajari Al-Quran: (1) Seseorang yang mempelajarinya untuk membanggakan diri, (2) Seseorang yang mencari makan darinya, dan (3) seseorang yang membaca karena Allah Subhanahu Wata’ala.” (HR. Baihaqi)
Itulah keenam langkah untuk bisa mewujudkan do’a kita, “waj`alhu lanaa hujjatan” kesaksian yang meringankan dari Al-Quran. Seperti halnya kesaksian dalam suatu pengadilan, ada saksi yang memberatkan dan ada pula saksi yang meringankan. Tentunya kita tidak ingin menjadi sosok yang mendapat kesaksian yang tidak kita harapkan. Kita berharap semoga kita, keluarga, dan saudara-sadaura kita Kaum Muslimin, mendapat syafaat Al-Quran melalui keenam langkah di atas : membaca, mendengarkan, mengkaji, melaksanakan hukum-hukum Al-Quran, mengajarkan dan melaksanakannya dengan ikhlas.
Ramadhan sebagai Syahrul Quran harus memberi warna Qurani di sebelas bulan setelahnya. Kita isi hari-hari di sisa usia kita dengan Al-Quran. Bersama Al-Quran, Insya Allah, kita meraih kemuliaan di dunia dan akhirat.
Wallahu A’lam bish-shawab, semoga bermanfaat.
Penulis: Guru PAI SMAN 1 Syiah Utama - Samar Kilang, Kab. Bener Meriah &Ketua Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (DPD - AGPAII ) Kab. Bener Meriah
Artikel dari : acehimage.com