expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

14/10/2019

1 (SATU) JUTA UMAT ISLAM DITAHAN DI KAMP ISOLASI CHINA


China sudah lama takut Uighur akan berupaya mendirikan tanah air nasional mereka sendiri di Xinjiang, yang mereka sebut sebagai Turkistan Timur.

Terkait

lah.co jat IslSatu juta umat Islam saat ini sedang ditahan di kamp-kamp isolasi China, menurut perkiraan yang dilaporkan oleh Amerika Serikat (AS) dan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).
Mereka yang pernah ditahan – kebanyakan dari mereka etnis Uighur, sebuah etnis minoritas Muslim – mengatakan pada para jurnalis bahwa selama proses indoktrinasi yang berlangsung berbulan-bulan, mereka dipaksa untuk meninggalkan Islam, mengkritik keyakinan mereka sendiri, dan menyanyikan lagu-lagu propaganda Partai Komunis selama berjam-jam setiap harinya.
Terdapat juga laporan-laporan media mengenai para tahanan yang dipaksa memakan daging babi dan minum alkohol, serta laporan mengenai penyiksaan dan kematian.
Sistem kamp-kamp isolasi tersebut menurut laporan The Wall Street Journal telah berlipat ganda dalam beberapa tahun terakhir saja. Komisi Kongres-Eksekutif untuk China menyebutnya, “penahanan massal terbesar terhadap populasi minoritas di dunia hari ini.”
Beijing mulai menarget ekstremis Uighur, namun saat ini bahkan menarget manifestasi tidak berbahaya identitas Muslim – seperti menumbuhkan janggut – dapat membuat seorang Uighur dijebloskan ke kamp isolasi, Wall Street Journal mencatat.

Pada awal bulan ini, ketika panel PBB mengonfrontasi seorang pejabat China mengenai kamp tersebut, dia mengatakan “tidak ada hal semacam kamp re-edukasi,” bahkan meskipun dokumen pemerintah yang mendukung adanya fasilitas itu. Malah, dia berdalih itu merupakan sekolah kejuruan untuk para kriminal.
China telah menjual berbagai macam narasi berbeda kepada populasinya sendiri. Meskipun pihak berwenang sering menggambarkan kamp-kamp re-edukasi sebagai sekolah, mereka juga menyamakannya dengan jenis institusi lain: rumah sakit.
Berikut kutipan dari rekaman suara seorang pejabat Partai Komunis, yang ditransmisikan pada tahun ke Uighur via WeChat, dan yang telah ditranskripsi dan diterjemahkan oleh Radio Free Asia:
Anggota-anggota masyarakat yang telah dipilih untuk kamp reedukasi telah terinfeksi oleh penyakit ideologi. Mereka telah terinfeksi dengan ekstremisme agama dan ideologi kekerasan teroris, dan oleh karena itu mereka harus mendapatkan perawatan dari rumah sakit sebagai pasien rawat inap. … Ideologi ekstremis agama adalah sejenis obat beracun, yang membingungkan pikiran orang-orang. … Jika kita tidak memberantas ekstremisme agama hingga akar-akarnya, insiden kekerasan teroris akan tumbuh dan menyebar seperti tumor ganas yang tidak bisa disembuhkan.
“Keyakinan agama dianggap sebagai patologi” di China, jelas James Millward, seorang profesor sejarah China di Universitas Georgetown, menambahkan bahwa Beijing seringkali mengklaim agama yang mendorong ekstremisme dan separatisme.
“Jadi sekarang mereka menyebut kamp reedukasi ‘rumah sakit’ yang dimaksukan untuk mengobati pikiran. Ini seperti Inokulasi, prosedur medis cari-dan-hancurkan yang ingin mereka aplikasikan ke seluruh populasi Uighur, untuk membunuh kuman ekstremisme. Namun itu tidak seperti memberi mereka kesempatan – dengan menahan mereka selama berbulan-bulan dalam kondisi yang buruk.”
China sudah lama takut Uighur akan berupaya mendirikan tanah air nasional mereka sendiri di Xinjiang, yang mereka sebut sebagai Turkistan Timur. Pada tahun 2009, kerusuhan etnis menyebabkan ratusan orang terbunuh, dan beberapa Uighur telah melakukan perlawanan dalam beberapa tahun terakhir. Pihak berwenang China mengklaim bahwa untuk menekan ancaman separatisme dan ekstremisme Uighur, pemerintah perlu menindak tidak hanya para Uighur yang memperlihatkan tanda-tanda telah teradikalisasi, tetapi juga pada populasi yang signifikan.
Analogi medis menjadi salah satu cara pemerintah menjustifikasi kebijakan penahanan skala besar populasinya: Lagipula, dalam upayanya menginokulasi seluruh populasi menghadapi, katakanlah, flu, membutuhkan suntikan flu tidak hanya kepada yang telah terinfeksi, tetapi kepada sejumlah besar orang yang belum. Faktanya, menggunakan retorika ini, China telah berupaya mempertahankan sistem penahanan terhadap Uighur.
Kepolisian China mengonfirmasi kepada Radio Free Asia bahwa mereka diperintahkan untuk memenuhi target populasi tertentu ketika mengumpulkan orang untuk direedukasi. Di satu kota, kepolisian mengatakan mereka diperintahkan untuk mengirim 40 persen dari populasi setempat ke kamp-kamp reedukasi.
Pemerintah juga menggunakan bahasa patologis ini dalam upayanya menjustifikasi penahanan jangka panjang dan interfensi di masa depan setiap kali pemerintah menganggap Islam sebagai ancaman. “Ini diperlakukan sebagai sebuah penyakit mental yang tidak pernah dijamin sepenuhnya bisa disembuhkan, seperti ketagihan atau depresi,” kata Timothy Grose, seorang ahli di Institut Teknologi Rose Hulman. “Ada sesuatu yang salah secara mental yang perlu didiagnosis, diobati dan ditindaklanjuti.”
Berikut adalah rekaman pihak Partai Komunis yang menjelaskan hal di atas, sementara menyinggung ancaman penularan:
Selalu ada resiko bahwa penyakit itu akan memanifestasikan dirinya kapanpun, yang akan menyebabkan kerugian serius terhadap masyarakat. Inilah mengapa mereka harus dirawat di rumah sakit reedukasi pada waktunya untuk mengobati dan membersihkan virus dari otak mereka dan mengembalikan pikiran normal mereka. … Terinfeksi oleh ekstremisme agama dan ideologi kekerasan teroris dan tidak mencari pengobatan sama saja seperti terinfeksi oleh penyakit yang belum diobati pada waktunya, atau seperti menggunakan obat-obatan beracun. … Tidak ada jaminan bahwa itu tidak akan memicu dan mempengaruhi anda di masa depan.
Setelah melalui reedukasi dan pulih dari penyakit ideologi tidak berarti bahwa orang itu sembuh secara permanen. … Jadi, setelah menyelesaikan proses reedukasi di rumah sakit dan kembali pulang … mereka harus tetap waspada, memberdayakan diri mereka dengan pengetahuan yang benar, memperkuat studi ideologi mereka, dan secara aktif menghadiri berbagai kegiatan publik untuk meningkatkan sistem kekebalan mereka.
 Beberapa dokumen lain yang dikeluarkan pemerintah menggunakan jenis bahasa medis ini. “Hal-hal tentang racun di otak ini-pasti ada di luar sana,” kata Rian Thum, menekankan bahwa bahkan penduduk sipil ditugaskan untuk melaksanakan kebijakan pemerintah di Xinjiang berbicara “tentang memberantas tumornya.” Iklan rekrutmen untuk staf kamp reedukasi menyatakan bahwa pengalaman dalam pelatihan psikologis merupakan nilai tambah, kata Thum dan para ahli lainnya.
Situs-situs China menyebut sesi reedukasi di mana para psikologis melakukan konsultasi dengan Uighur dan mengobati ekstremisme yang mereka sebut sebagai penyakit mental. Sebuah dokumen pemerintah yang dipublikasikan pada tahun lalu di Prefektur Khotan menggambarkan indoktrinasi paksa itu sebagai “perawatan rumah sakit gratis untuk orang-orang penyakit pikiran.”
Ini bukanlah pertama kalinya China menggunakan analogi medis untuk menekan agama minoritas. “Secara historis, ini sama dengan strategi Falun Gong,” kata Adrian Zenz, peneliti di Sekolah Eropa untuk Teologi dan Budaya di Jerman. Dia merujuk pada sebuah praktik spiritual yang para pengikutnya ditekan pada awal tahun 2000-an melalui reedukasi di kamp-kamp kerja paksa.
“Falun Gong juga diperlakukan seperti kecanduan yang berbahaya. … Namun di Xinjiang (retorika) ini tentu saja didorong ke tingkat selanjutnya. Hubungan eksplisit dengan pengaruh adiktif agama sedang ditekankan mungkin dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.” Opini oleh Sigal Samuel, mantan associate editor di The Atlantic yang meliput agama dan urusan global, penulis The Mystics of Mile End. Diterjemahkan oleh Nashirul Haq AR
Rep: Admin Hidcom
Editor:
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.hidayatullah.com dan Segera Update aplikasi hidcom untuk Android . Install/Update Aplikasi Hidcom Android Anda Sekarang !