dakwatuna.com – Setiap muslim atau muslimah hampir dipastikan kenal bahkan hafal Surat Al-Fatihah. Anak-anak terdidik dari keluarga muslim dari kecil – ketika belajar bicara – biasanya sudah dilatih menghafal Al-Fatihah. Alhasil inilah surat yang paling sering dibaca dan dihafalkan seluruh manusia di muka Bumi sejak turunnya hingga saat ini, bahkan sampai Hari Kiamat nanti.
Al-Fatihah artinya “pembuka” berasal dari kata fatiha-yaftahu yang artinya “membuka sesuatu untuk mencapai kejayaan atau kemenangan”. Sesuai namanya, surat ini merupakan pembukaan dari Kitabullah Alquran yang terdiri dari 30 Juz dan 114 Surat itu. Al-fatihah hanya terdiri dari 7 (tujuh) ayat yang kandungannya merupakan intisari seluruh Alquran. Karena itu dinamakan juga Ummul Quran (induk Alquran) atau Ummul Kitab (induk Al-Kitab). Surat Al-Fatihah (Pembukaan) yang diturunkan di Mekah adalah surat yang pertama-tama diturunkan dengan lengkap diantara surat-surat yang ada dalam Alquran dan termasuk golongan surat Makkiyyah.
Keistimewaan Tujuh Ayat yang Dibaca Berulang-ulang
Meskipun hampir semua muslim sering membaca dan hafal Surat Al-Fatihah namun sayangnya ternyata masih banyak Ummat Islam yang tidak paham arti dan kandungan Surat Al-Fatihah yang pendek (riangkas) namun agung dan mulia ini. Padahal dengan memahami kandungannya berbarti juga memahami garis besar ajaran Alquran. Sebenarnya tidak ada alasan untuk tidak paham arti Surat Al-Fatihah karena terjemahan Alquran mudah Kita dapati, demikian juga buku-buku yang membahas surat ini banyak Kita jumpai. Inilah terjemahan Surat Al-Fatihah:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai di Hari Pembalasan. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (Al-Fatihah: 1-7)
Karena Surat Al-fatihah merupakan induk dari semua isi Alquran, setiap muslim diwajibkan membacanya pada tiap-tiap roka’at shalat. Karenanya dinamakan pula As Sab’ul matsaany (tujuh yang berulang-ulang) karena ayatnya tujuh dan dibaca berulang-ulang dalam setiap shalat Kita, baik yang fardhu lima waktu maupun yang sunnah. Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyatakan tentang hal ini,
Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Alquran yang agung. (Al-hijr: 87)
Tentang hubungan Surat Al-Fatihah dengan shalat, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam Shollallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca pembuka Al-Kitab (Surat Al-Fatihah) (HR. Bukhari dan Muslim).
Selanjutnya di dalam Sahih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa mengerjakan shalat yang tidak membaca Ummul Qur’an di dalamnya maka shalatnya pincang -tiga kali- yaitu tidak sempurna.” Maka ditanyakan kepada Abu Hurairah, “Kalau kami sedang berada di belakang imam, bagaimana?” Beliau menjawab, “Bacalah untuk diri kalian sendiri, karena sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah ta’ala berfirman : ‘Aku membagi shalat (Al-Fatihah) antara Aku dengan hamba-Ku menjadi dua bagian. Dan hamba-Ku akan mendapatkan apa yang dia minta.’ Kalau hamba itu membaca, ‘Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin’, maka Allah ta’ala menjawab, ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku’. Kalau dia membaca, ‘Ar Rahmanirrahim’ maka Allah ta’ala menjawab, ‘Hamba-Ku menyanjung-Ku’. Kalau ia membaca, ‘Maliki yaumid din’ maka Allah berfirman, ‘Hamba-Ku mengagungkan Aku’. Kemudian Allah mengatakan, ‘Hamba-Ku telah pasrah kepada-Ku’. Kalau ia membaca, ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’ maka Allah menjawab, ‘Inilah bagian untuk-Ku dan bagian untuk hamba-Ku. Dan hamba-Ku pasti akan mendapatkan permintaannya.’. dan kalau dia membaca, ‘Ihdinash shirathal mustaqim, shirathalladziina an’amta ‘alaihim ghairil maghdhubi ‘alaihim wa ladh dhaalliin” maka Allah berfirman, ‘Inilah hak hamba-Ku dan dia akan mendapatkan apa yang dimintanya.’.”
Surat Al-Fatihah juga dinamakan dengan “Asy Syifa” yang artinya Penyembuh. Seorang sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam pernah mengobati orang yang sakit tersengat racun dengan Surat ini. Alhamdulillah dengan idzin Allah sembuh. Diriwayatkan dai Abu Said Al-Hudri r.a.: Sesungguhnya beberapa orang dari sahabat Nabi datang pada suatu desa orang Arab dan penduduk desa tersebut tidak menyambutnya, semua mereka sama, ketika itu kepala desa mereka tersengat binatang beracun, mereka bertanya: “Apakah kalian bisa mengobati?” Sahabat menjawab: “Karena kalian tidak menjamu kami, kami bisa mengobati kalian asal ada upahnya”. Maka mereka menjanjikan imbalan kambing. Kemudian sahabat tersebut membacakan Ummul Qur’an (Al-Fatihah), dan ia mengumpulkan ludahnya dan meludahi (luka yang tersengat). Maka pimpinan desa itu sembuh dan memberikan kambing. Para sahabat itu mengatakan: “Kami tidak mengambilnya sebelum bertanya pada Nabi Shollallahu Alaihi Wa Sallam”. Maka kami bertanya pada Nabi dan beliau tertawa. Dan Nabi bersabda: “Kok engkau tahu surah Al-Fatihah bisa untuk penyembuhan, ambilah imbalannya dan berilah aku bagian”.
Ringkasan Kandungan Surat Al-Fatihah
Ayat pertama disebut dengan basmallah, yaitu Bismillahirrahmaanirrahiim (Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang). Maksudnya: saya memulai membaca al-Fatihah ini dengan menyebut nama Allah yang bersifat Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Setiap pekerjaan yang baik, hendaknya dimulai dengan menyebut nama Allah, seperti makan, minum, menyembelih hewan dan sebagainya. Allah ialah nama zat yang Maha Suci, yang berhak disembah dengan sebenar-benarnya, yang tidak membutuhkan makhluk-Nya, tapi makhluk yang membutuhkan-Nya. Ar Rahmaan (Maha Pemurah): salah satu nama Allah yang memberi pengertian bahwa Allah melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-Nya, sedang ar Rahiim (Maha Penyayang) memberi pengertian bahwa Allah senantiasa bersifat rahmah yang menyebabkan Dia selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya.
Alhamdu lillahi robbil ‘aalamin (segala puji bagi Allah Rabb sekalian alam). Memuji orang adalah karena perbuatannya yang baik yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri. Maka memuji Allah berarti: menyanjung-Nya karena perbuatanNya yang baik. Lain halnya dengan syukur yang berarti: mengakui keutamaan seseorang terhadap nikmat yang diberikannya. Kita menghadapkan segala puji bagi Allah ialah karena Allah sumber dari segala kebaikan yang patut dipuji.
Rabb (Tuhan) berarti: Tuhan yang ditaati Yang Memiliki, Mendidik dan Memelihara. Lafal rabb tidak dapat dipakai selain untuk Allah, kecuali kalau ada sambungannya, seperti rabbul bait (tuan rumah). ‘Alamiin(semesta alam): semua yang diciptakan Tuhan yang terdiri dari berbagai jenis dan macam, seperti: alam manusia, alam hewan, alam tumbuh-tumbuhan, benda-benda mati dan sebagainya. Allah pencipta semua alam-alam itu.
“Hai umat manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian serta orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. Dia lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit menjadi atap, dan Dia lah yang menurunkan air hujan dari langit kemudian berkat air itu Allah menumbuhkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian, maka janganlah kalian menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kalian mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 21-22)
‘Ar-Rahman Ar-Rahim’ (Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang) merupakan dua buah nama Allah yang menunjukkan salah satu sifat Allah yaitu rahmah (kasih sayang). Ar Rahman termasuk kategori nama Allah yang hanya boleh dipakai untuk menyebut Allah. Sedangkan nama Ar Rahim telah disebutkan di dalam al-Qur’an pemakaiannya boleh untuk menyebut selain-Nya sesuai keterangan Alquran tentang sifat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kalangan kalian, terasa berat olehnya apa yang menyulitkan kalian, dan dia sangat bersemangat untuk memberikan kebaikan bagi kalian, dan dia sangat lembut dan menyayangi orang-orang yang beriman.” (QS. At Taubah: 128)
Ibnu Katsir mengungkapkan tatkala menjelaskan tafsir basmalah di awal surat Al-Fatihah, “Kesimpulan yang dapat dipetik adalah sebagian nama Allah ta’ala ada yang bisa dipakai untuk menamai selain-Nya, dan ada yang hanya boleh dipakai untuk menamai diri-Nya -seperti nama Allah, Ar Rahman, Al Khaliq, Ar Raziq dan sebagainya- .”
‘Maliki yaumid din’ (Raja yang Menguasai Hari Pembalasan) menunjukkan kewajiban beriman pada tauhid mulkiyah. Allah subhanahu wa ta’ala adalah rabb segala sesuatu dan Penguasa atau Rajanya. Seluruh kerajaan langit dan bumi serta apa pun yang berada di antara keduanya adalah milik-Nya. Dia lah Raja yang menguasai dunia dan akhirat. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
“Milik Allah kerajaan langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada di dalamnya, dan Dia Maha menguasai segala sesuatu.” (Al Ma’idah: 120).
“Maha Suci Allah yang di tangan-Nya kerajaan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al Mulk: 1).
“Katakanlah; Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu, Dia yang melindungi dan tiada yang dapat terlindungi dari siksa-Nya, jika kalian benar-benar mengetahui? Maka mereka akan menjawab, ‘Allah’. Katakanlah; Lantas dari sisi manakah kalian tertipu.” (QS. Al Mu’minun: 88-89)
Beriman kepada Tauhidullah (keesaan Allah) terdapat dalam empat ayat Al-Fatihah, dimana dinyatakan dengan tegas bahwa segala puji dan ucapan syukur atas suatu nikmat itu bagi Allah, karena Allah adalah Pencipta dan sumber segala nikmat yang terdapat dalam alam ini. Diantara nikmat itu ialah : nikmat menciptakan, nikmat mendidik dan menumbuhkan, sebab kata Rabb dalam kalimat Rabbul-‘aalamiintidak hanya berarti Pencipta Alam semesta, tetapi juga mengandung arti tarbiyah yaitu mendidik, mengatur, menata dan menumbuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa segala nikmat yang dilihat oleh seseorang dalam dirinya sendiri dan dalam segala alam ini bersumber dari Allah, karena Dia-lah Yang Maha Berkuasa di alam ini. Pendidikan, penjagaan dan penumbuhan oleh Allah di alam ini haruslah diperhatikan dan dipikirkan oleh manusia sedalam-dalamnya, sehingga menjadi sumber pelbagai macam ilmu pengetahuan yang dapat menambah keyakinan manusia kepada keagungan dan kemuliaan Allah, serta berguna bagi masyarakat.
Al-fatihah mengokohkan kepercayaan pada hari Akhirat, hari pembalasan di saat manusia mempertanggung-jawabkan semua perbuatannya. Yang dimaksud dengan Raja Yang Menguasai Hari Pembalasan ialah pada hari itu Allah-lah yang berkuasa, segala sesuatu tunduk kepada kebesaran-Nya sambil mengharap nikmat dan takut kepada siksaan-Nya. Hal ini mengandung arti janji untuk memberi pahala terhadap perbuatan yang baik dan ancaman terhadap perbuatan yang buruk.
Oleh karena keimanan (ketauhidan) itu merupakan masalah yang pokok, maka didalam surat Al-Fatihah tidak cukup dinyatakan dengan isyarat saja, tetapi ditegaskan dan dilengkapi oleh ayat 5, yaitu : Iyyaaka na’budu wa iyyaka nasta’iin (hanya Engkau-lah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan). Inilah tawhidul Ibadat yaitu penghambaan, pengabdian, dan ketundukan yang semata-mata ditujukan kepada Allah. Na’budu diambil dari kata abida-ya’budu ibadah yaitu kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan olehketundukan hati dan perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Ilah yang disembah, karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya. Nasta’iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti’aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri.
Surat yang agung ini juga mendidik Kita untuk berdoa kepada Allah. Berdoa wajib dimulai dengan menyanjung Allah dengan segala sifat kemuliaannya, mengagungkan Nama-nama-Nya kemudian menyatakan kesiapan untuk bertawhid dalam ibadah dan mengakui Allah sebagai tempat meminta. Sebaik-baik doa adalah memohon petunjuk bimbingan Allah kepada jalan yang lurus yaitu Jalan kebahagiaan dan bagaimana seharusnya menempuh jalan itu untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Maksud “Hidayah” disini ialah hidayah yang menjadi sebab dapatnya keselamatan, kebahagiaan dunia dan akhirat, baik yang mengenai kepercayaan maupun akhlak, hukum-hukum dan pelajaran lain dari ilmu Allah yang terdapat di dalam Alquran. Allah berfirman,
Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. (Al Israa: 17)
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Alquran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Alquran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Alquran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (As-syuraa:52)
Kalimat, “Ihdinash shirathal musataqiim” (Tunjukilah Kami ke jalan yang lurus) menjadi permintaan utama setiap muslim kepada Rabbnya. Permintaan yang tidak egois karena bukan untuk diri sendiri tetapi untuk jamatul muslimiin yaitu Ummat Islam secara keseluruhan. Memohon yang terbaik dalam kehidupan adalah memohon ni’mat hidayah yang nilainya jauh melebihi kebutuhan dan keinginan lainnya di muka Bumi.. Tidak ada yang lebih nutama dari petunjuk hidup, sebagaimana yang dinyatakan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam kepada sahabat Ali bin Abi Tholib, “Dan seandainya Allah memberi hidayah kepada seseorang dengan sebab engkau, maka itu lebih baik bagimmu daripada Dunia dan segala isinya” (HR. Muslim)
Alquran menjelaskan yang dimaksud Shirotol Mustaqim dengan ayat berikutnya yaitu “Shirathalladzinaa an’aamta alayhim” (yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas mereka). Yang dimaksud dengan orang yang diberi nikmat dalam ayat ini, ialah para Nabi, para shiddieqiin (orang-orang yang sungguh-sungguh beriman), syuhadaa’ (orang-orang yang mati syahid), shaalihiin (orang-orang yang saleh) sebagaimana disebutkan di dalam Alquran
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (An Nisaa:69)
Kemudian ditegaskan pula bahwa jalan tersebut “groiril maghduubi alayhim waladh-dhooliiin”. (Bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan orang-orang yang sesat). Maksudnya ialah bukan golongan mereka yang tidak memperoleh cahaya petunjuk dan berjalan dalam kebodohan terhadap kebenaran Allah, Rasul, dan ajaran Islam. Siapa saja mereka yang sesat dan rang-orang yang dimurkai Allah disebutkan oleh Alquran secdara jelas. Di dalam tafsir Ibnu Abbas disebutkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Al yahuudu maghduubun ‘alayhim wan nashoro dhooluun” (Orang-orang yahudi dimurkai Allah kelakuannya sedangkan orang-orang Nasrani tersesat)
Yahudi dengan perilakunya adalah contoh mereka yang dilaknati dan dimurkai Allah sepanjang sejarah manusia.. disebabkan kejahatan mereka terhadap dakwah sejak zaman Nabi Musa Alaihis Salaam hingga zaman Kita sekarang ini… Sedangkan kaum Nasrani sering membuat-buat kedustaan terhadap Allah, akibatnya keimanan mereka kepada Allah kacau balau dan campur aduk dengan kebatilan… Alquran berulangkali menceritakan kisah para Nabi dan kisah orang-orang dahulu lainnya yang menentang Allah. Mereka ada yang sesat dan ada pula yang dimurkai Allah… Kisah-kisah itu dimaksudkan sebagai pelajaran yang penting bagi Kaum Muslimin dan menjadi pedoman mereka sepanjang hayat.
Karena menjadi induk Alquran maka kandungan Surat Al-Fatihah sangat luas bagaikan samudra yang tidak bertepi. Apa yang Kita ringkas ini hanyalah setetes saja dari keluasan ilmu Allah di dalam Surat yang agung ini. Wallahu a’lam (usb/dakwatuna)
Sumber : www.dakwatuna.com