expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

15/08/2021

MENGENAL ALLAH DENGAN MENGAMALKAN AL ASMA UL HUSNA



Dua Cara Mengamalkan al-Asma-ul Husna

Untuk bisa mewujudkan ketakwaan yang sejati atau sebenar-benar takwa, tidak bisa tidak, seorang hamba harus mengenal Allah. Bagaimana mungkin seseorang bisa beribadah dengan tulus, ikhlas dan penuh cinta, jika dia tidak mengenal Dzat yang dia ibadahi? Mungkinkah ada kelezatan dalam takwa dan ibadah kita, jika ternyata kita tidak tahu untuk apa dan untuk siapa kita bertakwa dan beribadah?

Untuk itulah, al-Quran menegaskan bahwa tujuan sebenarnya Allah menciptakan tujuh lapis langit dan bumi adalah agar kita mengenal-Nya, mengenal kemahagungan dan kemahakuasaan-Nya.

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا

Allah yang menciptakan tujuh langit dan dari (penciptaan) bumi juga serupa. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu. (QS. At-Talaq, Ayat 12)

Lihatlah betapa banyak ayat-ayat al-Quran yang menyatakan;

وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ …

[QS. Al-Baqarah 233]

وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ …

[QS. Al-Baqarah 235]

وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ …

[QS. Al-Baqarah 244]

وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ …

[QS. Al-Baqarah 267]

Semua ayat tersebut mengandung perintah agar kita mengenal dan mengilmui tentang Allah. Mengenal nama-nama-Nya, sekaligus mengenal sifat-sifat Maha Sempurna yang terkandung dalam nama-nama yang Maha Indah tersebut.

Semua itu bertujuan agar kita, selaku hamba Allah, bisa mewujudkan tujuan kita diciptakan, yaitu ‘ubudiyyah yang sejati hanya kepada Allah.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah hanya kepada-Ku. (QS. Adh-Dhariyat: 56)

‘Ubudiyyah yang dimaksud adalah ibadah yang didasarkan pada rasa cinta, rasa tunduk dan takut, sekaligus rasa harap kepada Allah yang kita sembah dan ibadahi. Juga didasarkan pada petunjuk dan contoh dari Rasulullah. Ibnul Qayyim berkata dalam Nuuniyyah-nya:

وعبادة الرحمن غاية حبه … مع ذل عابده هما قطبان
وعليهما فلك العبادة دائر … ما دار حتى قامت القطبان
ومداره بالأمر أمر رسوله … لا بالهوى والنفس والشيطان

“Ibadah kepada ar-Rahman sejatinya adalah; puncak kecintaan pada-Nya … disertai rasa rendah dan hina di hadapan-Nya, inilah dua kutub ibadah”

“Di seputar dua kutub itulah, orbit ibadah beredar … Selamanya ia tidak akan beredar sampai tegak kedua kutub tersebut”

“Dan garis edarnya adalah perintah Rasul-Nya… Bukan hawa, bukan bisikan jiwa seseorang, bukan juga bisikan syaithan”

**

al-Imam al-Bukhari (2736) dan Muslim (2677) meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu, siapa yang menghafalnya, mempelajari maknanya, dan mengamalkannya, dia masuk surga.”

Pertanyaannya; bagaimana cara mengamalkan al-Asma-ul Husna? Dengan 2 (dua) cara, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama. Keduanya termaktub dalam firman Allah:

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Dan Allah memiliki Asma’ul-Husna (nama-nama yang terbaik), maka berdoalah kepada-Nya dengan Asma’ul-Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dalam hal nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-A’raf 180)

Doa menggunakan al-Asma-ul Husna dalam ayat di atas mencakup 2 (dua) macam doa; du’aa-ul mas-alah, dan du’aa-ul ‘ibaadah. Dengan demikian, mengamalkan al-Asma-ul Husna bisa diwujudkan juga dengan 2 (dua) cara sebagai berikut:

Pertama; dengan ber-tawassul menggunakan nama-nama Allah ketika berdoa dan meminta kepada-Nya. Misalnya dengan mengucap;

rizkiاللهم اغفرلي يا غفار

Ya Allah ampuni aku, wahai Dzat Yang Maha Pengampun.

اللهم ارحمني يا رحمن يا رحيم

Ya Allah, sayangi dan kasihi aku, wahai Dzat yang Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.

Kedua; dengan meyakini dan menjalankan konsekuensi makna nama-nama Allah yang Maha Indah lagi Maha Sempurna. Misalkan; Allah memiliki nama dan sifat al-‘Bashiir (Yang Maha Melihat), maka kita wajib meyakini Allah itu Maha Melihat segala sesuatu, baik yang lahir maupun batin, baik yang kecil apalagi yang besar. Tidak ada yang luput dari penglihatan Allah dari segala sesuatu yang ada dan bergerak di alam semesta ini. Jika kita telah meyakini hal ini, maka kita wujudkan dalam amal; jangan sampai Allah melihat kita tengah mencuri, berbuat zhalim, jangan sampai Allah melihat kita bermaksiat. Sebaliknya, hendaknya Dia melihat kita dalam ketaatan; melihat kita berjalan ke masjid, melihat kita rukuk dan sujud dengan khusyu’ dan tuma’niinah dalam shalat, jangan sampai Dia melihat kita grasak-grusuk dalam shalat, jangan sampai Dia melihat gambaran-gambaran maksiat yang kita pikirkan dalam hati kita tatkala kita shalat, dll.

Inilah hakikat beribadah dengan nama Allah al-Bashiir. Demikian seterusnya dengan nama-nama Allah yang lain. Masing-masing punya kaitan dengan ibadah khusus tersendiri.

**

Di antara nama-nama Allah yang Maha Indah dan mengandung makna sifat yang Maha Sempurna adalah; nama Allah “ar-Rozzaq”, yang Maha Pemberi Rizki. Nama yang Agung ini termaktub dalam firman-Nya:

إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

Sungguh Allah, Dialah Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (QS. Adh-Dhariyat 58).

Juga dalam firman-Nya:

قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ ۚ وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ ۖ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

Katakanlah, “Sungguh, Tuhanku melapangkan rezeki dan membatasinya bagi siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya.” Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang terbaik. (QS. Saba’ 39)

Beriman pada nama Allah ar-Rozzaq mencakup beberapa hal;

Pertama; meyakini bahwa Allah hanya sendiri yang menanggung rizki segenap makhluk yang ada di langit, di bumi, maupun lautan. Tak ada makhluk manapun yang menjadi pemberi rizki bagi makhluk lainnya. Namun hanya Allah semata pemberi dan penyampai rizki tersebut bagi segenap makhluk, melalui berbagai cara yang dikehendaki-Nya. Bahkan orang yang lumpuh total lalu diasingkan sebatang kara sekalipun, jika masih ada jatah rizkinya di sisi Allah, maka tidak ada makhluk yang mampu mencegah rizki tersebut untuk sampai kepadanya.

۞ وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. Hud 6).

Kedua; meyakini bahwa seseorang tidak mungkin akan mati kecuali jika ia telah menghabiskan semua jatah rizki yang telah ditentukan Allah untuk-Nya. Rasulullah bersabda:

أيها الناس اتقوا الله و أجملوا في الطلب فإن نفسا لن تموت حتى تستوفي رزقها و إن أبطأ عنها فاتقوا الله و أجملوا في الطلب خذوا ما حل و دعوا ما حرم

Wahai manusia bertakwalah kalian kepada Allah dan carilah rezeki dengan cara yang baik, sesungguhnya seorang itu tidak akan mati sehingga lengkap jatah rezekinya. Jika rezeki itu terasa lambat datangnya, maka bertakwalah kepada Allah dan carilah dengan cara yang, ambillah yang halal dan tinggalkanlah yang haram” (Shahih. HR. Al Baihaqi).

Ketiga; meyakini bahwa Allah telah membagi-bagi jatah rizki segenap makhluk sesuai dengan kehendak dan kebijaksanaan-Nya yang Maha Sempurna. Allah tidak zalim sama sekali pada hamba-Nya, ketika Dia melapangkan rizki bagi sebagaian orang, dan menyempitkannya bagi sebagian yang lain. Semua itu atas dasar hikmah yang Agung, agar roda kehidupan bisa berjalan, agar manusia saling membutuhkan satu sama lain, agar ujian kehidupan bisa berjalan.

أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَتَ رَبِّكَ ۚ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا ۗ وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS. Az-Zukhruf 32)

Keempat; meyakini bahwa rizki Allah ada dua jenis; rizki secara fisik untuk badan, dan rizki batin di dalam hati.

Rizki untuk fisik; Allah berikan secara umum, baik kepada tumbuhan, hewan, dan manusia. Baik kepada orang beriman, juga orang-orang kafir. Semuanya Allah tanggung rizkinya. Entah dia orang shalih atau orang fasiq. Semua Allah berikan jatah rizkinya masing-masing.

Namun rizki di hati, hanya diberikan untuk orang-orang mukmin saja. Berupa keimanan, ketenangan dalam hidup, jauh dari rasa bergantung pada makhluk, jauh dari rasa takut pada makhluk, bisa sabar dan tegar dalam musibah, bisa kuat dalam cobaan, gembira, syukur, dan merasa cukup dengan rizki yang ada sekalipun sedikit, ini semua adalah rizki bagi hati yang hanya khusus diberikan Allah bagi orang-orang beriman saja. Semakin tinggi imannya, semakin besar pula rizki hati tersebut ia peroleh.

Atas dasar itu semua, maka kekayaan fisik bukanlah standar ukuran kemuliaan seseorang di sisi Allah.

Salah satu cara mengamalkan keyakinan kita akan nama Allah “ar-Rozzaq” adalah dengan berinfak di jalan Allah. Menjauhkan diri dari sifat pelit, kikir dan bakhil. Karena infaq sama sekali tidak akan mengurangi rizki. Justru akan menambahnya.

(مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ رواه مسلم)

“Harta tak akan pernah berkurang, gara-gara disedekahkan.” [HR. Muslim]

Allah berfirman dalam hadits Qudsi:

أنفق يا ابن آدم أُنفق عليك

Berinfaklah wahai anak Adam, niscaya Aku akan berinfak pada kalian. [al-Bukhari & Muslim]

Salah satu bentuk infaq yang besar nilainya di sisi Allah adalah memberi makan dan minum kepada yang membutuhkan;

وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا

Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. (QS. Al-Insan 8).

Bayangkan, memberi makan tawanan perang dari kalangan kafir saja, termasuk amalan yang dipuji Allah dalam al-Quran, maka bagaimana lagi dengan memberi makan orang-orang mukmin dan orang-orang shalih.

Bahkan lebih dari itu, Rasulullah mengisahkan;

 بيْنَما كَلْبٌ يُطِيفُ برَكِيَّةٍ، كادَ يَقْتُلُهُ العَطَشُ، إذْ رَأَتْهُ بَغِيٌّ مِن بَغايا بَنِي إسْرائِيلَ، فَنَزَعَتْ مُوقَها فَسَقَتْهُ فَغُفِرَ لها بهِ.

“Manakala seekor anjing mengitari sebuah sumur, anjing ini hampir mati karena kehausan. Tiba-tiba seorang pelacur dari kalangan Bani Israil melihatnya, lalu ia lepaskan sepatunya, ia mengambil air dengan sepatunya untuk anjing itu, lalu ia meminumkannya maka Allah ampuni dia dengan sebabnya”. [HR. al-Bukhari & Muslim]

Ini anjing, yang diberi sedekah minum adalah anjing, dan yang memberi sedekah adalah seorang pelacur. Allah ampuni dosanya karena sebab itu. Maka bagaimana lagi dengan sedekah seorang mukmin kepada saudara mukmin lainnya? Tentu itu lebih disyukuri oleh Allah.

Wallahu’alam

Oleh:
Johan Saputra Halim
(Pimpinan Redaksi Buletin Al Hujjah)