expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

26/12/2020

RINTIK-RINTIK HUJAN DAN PERNAK-PERNIKNYA DALAM ISLAM BAGIAN 1



Ketika hujan turun membasahi bumi, maka manusia berbeda-beda dalam menyikapinya. Ada yang sedih dan bahkan ada pula yang marah. Bagaimanakah seharusnya sikap kita sebagai seorang muslim ketika turun hujan? Dan apakah yang harus kita lakukan ketika turun hujan sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Dalam tulisan ini kita akan membahas sedikit tentang syariat Allah dan Rasul-Nya dalam menghadapi musim penghujan.

Allah yang menurunkan hujan

Hujan yang turun ke atas bumi adalah atas kehendak Allah semata, tidak ada yang dapat mengetahui kapan dan di mana turunnya hujan kecuali Allah subhanahu wa ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

مِفْتَاحُ  الْغَيْبِ خَمْسٌ لاَ  يَعْلَمُهَا إِِلاَّ اللَّهُ: لاَ يَعْلَمُ أَحَدٌ مَا يَكُونُ فِي غَدٍ, وَلاَ يَعْلَمُ أَحَدٌ مَا يَكُونُ  فِي الأَرْحَامِ, وَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَذَا تَكْسِبُ غَدً, وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ, وَمَا يَدْرِيْ أَحَدٌ مَتَى يَجِيءُ المَطَرُ

“Kunci-kunci ilmu gaib ada lima, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah: tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang terjadi esok, tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang terjadi di dalam rahim, tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang akan dia dapatkan besok, tidak ada seorang pun yang tahu di bumi mana dia akan mati, dan tidak ada seorang pun yang tahu kapan datangnya hujan.” (HR. al-Bukhary)

Oleh karena itu janganlah kita menisbatkan turunnya hujan kepada selain Allah, baik manusia ataupun makhluk lainnya. Perbuatan menisbatkan hujan kepada selain Allah merupakan sebuah bentuk kesyirikan yang telah Allah peringatkan melalui lisan Rasul-Nya sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits qudsy yang shahih:

عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الجُهَنِي, أَنَّهُ قَالَ: صَلَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وسَلَّمَ صَلاَةَ الصُّبْحِ بِالحُدَيْبِيَةِ عَلَى إِثْرِ سَمَاءٍ كَانَتْ مِنَ اللَّيْلَةِ, فَلَمَّا انْصَرَفَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ, فَقَالَ: هَلْ تَدْرُونَ مَاذَا قَلَ رَبُّهُمْ؟ قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمْ, قَلَ: أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِيْ مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ, فَأَمَّ مَنْ قَلَ: مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ, فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ  بِي  وكَافِرٌ بِاكَوْكَبِ, وَأَمَّا مَنْ قَالَ: بِنَوْءٍ كَذَا وَكَذَا, فَذَلِكَ كَافِرٌ بِي مُؤْمِنٌ بِالكَوْكَبِ

“Dari Zaid bin Khalid al-Juhany berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengimami kami shalat subuh di Hudaibiyyah setelah pada malam harinya turun hujan. Setelah selesai shalat beliau segera menghadap ke arah manusia, lalu beliau bersabda: Apakah kalian tahu apa yang Rabb kalian telah katakan? Mereka menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau bersabda: Di antara  hamba-Ku ketika masuk pagi hari ada yang beriman kepada-Ku, adapun hamba yang mengucapkan: kami diberi hujan karena karunia Allah dan rahmat-Nya, maka hamba itulah, yang telah beriman kepada-Ku dan kufur terhadap bintang, adapun hamba yang mengucapkan: kita diberi hujan karena bintang ini dan itu, maka hamba itlah yang telah kufur kepada-Ku dan beriman kepada bintang. (HR. al-Bukhary)

Proses Turunnya Hujan

Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan kepada kita di dalam Al-Qur’an tentang proses terjadinya hujan dalam beberapa ayat diantaranya:

اللَّهُ الَّذِيْ يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيْرُ سَحَاباً فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ فَإِذَا أَصَابَ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ

“Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, Maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.” (QS. Ar-Ruum: 48)

Di dalam ayat yang lain, Allah berfirman:

اَلَمْ تَرَ اَنَّ اللّٰهَ يُزْجِيْ سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهٗ ثُمَّ يَجْعَلُهٗ رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلٰلِهٖۚ وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاۤءِ مِنْ جِبَالٍ فِيْهَا مِنْۢ بَرَدٍ فَيُصِيْبُ بِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَصْرِفُهٗ عَنْ مَّنْ يَّشَاۤءُۗ يَكَادُ سَنَا بَرْقِهٖ يَذْهَبُ بِالْاَبْصَارِ

“Tidaklah kamu melihat bahwa Allah menggerakkan awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian) nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, Maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.” (QS. An-Nuur: 43)

Dari ayat-ayat yang mulia tersebut, kita mengetahui bahwa Allah-lah yang memberikan hujan kepada kita. Kita juga mengambil faedah dari ayat-ayat tersebut, bahwa hujan yang Allah turunkan, dimulai dengan bertiupnya angin sehingga terkumpullah awan-awan yang terpencar-pencar sebelumnya hingga menjadi besar seperti gunung, kemudian turunlah dari awan tersebut rintik-rintik hujan yang jatuh ke tempat yang Allah kehendaki. Begitu pula kita mengetahui dari ayat-ayat di atas bahwa terkadang hujan diiringi angin, kilat, guntur, dan juga butiran es dengan kehendak Allah.

Merasa Takut Akan Adzab Allah Ketika Melihat Awan Mendung

Ketika hujan akan turun, maka sebelumnya kita akan melihat awan mendung di atas langit. Biasanya kita akan menganggap hal itu adalah suatu hal yang biasa dan tidak mengacuhkannya. Padahal Nabia Shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu apabila beliau melihat gugusan awan hitam di langit maka beliau selalu menjadi gelisah dan tidak tenang, sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللأَّهُ عَنْهَا, قَلَتْ: كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا رَأَى مَخِيلَةً فِى السَّمَاءِ أَقْبَلَ وَأَدْبَرَ وَدَخَلَ وَخَرَجَ وَتَغَيَّرَ وَجْهُهُ ، فَإِذَا أَمْطَرَتِ السَّمَاءُ سُرِّىَ عَنْهُ ، فَعَرَّفَتْهُ عَائِشَةُ ذَلِكَ ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « مَا أَدْرِى لَعَلَّهُ كَمَا قَالَ قَوْمٌ: هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا

Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha berkata: “Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melihat langit, beliau mondar-mandir, keluar masuk, dan air mukanya berubah gelisah, namun ketika hujan turun maka beliau merasa lega. Lalu ‘Aisyah pun bertanya tentang hal itu, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Aku tidak tahu, jangan-jangan awan itu seperti yang diucapkan oleh suatu kaum: ‘ini awan yang akan memberi hujan’ (padahal berisi adzab).” (HR. al-Bukhary)

Di dalam hadits tersebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa takut seandainya ternyata awan mendung tersebut berisi adzab, sebagaimana yang Allah kisahkan di dalam Al-Qur’an tentang kaum ‘Ad yang Allah telah Allah binasakan:

فَلَمَّا رَاَوْهُ عَارِضًا مُّسْتَقْبِلَ اَوْدِيَتِهِمْ قَالُوْا هٰذَا عَارِضٌ مُّمْطِرُنَا ۗبَلْ هُوَ مَا اسْتَعْجَلْتُمْ بِهٖ ۗرِيْحٌ فِيْهَا عَذَابٌ اَلِيْمٌۙ

“Maka tatkala mereka melihat adzab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: ‘inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami.’ (Bukan!) bahkan itulah adzab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung adzab yang pedih.” (QS. Al-Ahqaaf: 24)

Oleh karena itu ketika kita melihat awan mendung yang menghitam di langit, segera kita mengingat Allah, dan berlindung kepada-Nya dari adzab yang pedih baik di dunia dan di akhirat kelak. Dengan kita merasa takut kepada Allah maka kita akan lebih menjaga diri kita agar menjauh dari bermaksiat kepada Allah.

Berhenti dari Pekerjaan Sejenak dan Berdoa Ketika Melihat Mendung

Ketika gugusan awan mendung berarak di langit, maka disunnahkan bagi kita berhenti sejenak dari aktivitas kita untuk melihat awan mendung tersebut dan berdoa kepada Allah. Hal tersebut sebagaimana apa yang pernah dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَأَى سَحَابًا مُقْبِلًا مِنْ أُفُقٍ مِنَ الْآفَاقِ، تَرَكَ مَا هُوَ فِيهِ وَإِنْ كَانَ فِي صَلَاتِهِ، حَتَّى يَسْتَقْبِلَهُ، فَيَقُولُ: “اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا أُرْسِلَ بِهِ”، فَإِنْ أَمْطَرَ قَالَ: “اللَّهُمَّ سَيْبًا نَافِعًا” مَرَّتَيْنِ، أَوْ ثَلَاثًا، وَإِنْ كَشَفَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَلَمْ يُمْطِرْ حَمِدَ اللَّهَ عَلَى ذَلِكَ.

Bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu apabila beliau melihat awan mendung datang dari ufuk, maka beliau meskipun sedang dalam keadaan shalat, lalu beliau memandangnya seraya mengucapkan: Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang dikirim bersama awan ini. Lalu apabila turun hujan, maka beliau berdoa: Ya Allah, jadikanlah hujan yang bermanfaat, dua atau tiga kali. Lalu apabila Allah menghilangkan awan itu dan tidak turun hujan maka beliau bertahmid memuji Allah atas hal itu. (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albany).

Ketika Hujan Diiringi Angin Ribut

Terkadang ketika sebelum hujan turun atau berbarengan dengan turunnya hujan, diiringi oleh angin ribut yang sangat kencang, hingga dapat merobohkan pohon dan rumah-rumah penduduk sehingga membahayakan orang-orang di sekitarnya. Atau terkadang kita sedang dalam perjalanan di atas kendaraan kita, lalu terjadi angin ribut sehingga kita takut tertimpa pohon atau benda-benda lainnya. Ketika kita merasakan angin kencang seperti ini maka disunnahkan bagi kita untuk membaca doa, seperti yang pernah dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللأَّهُ عَنْهَا, قَلَتْ: كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا رَأَى الرِّيحَ قَالَ: اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيْهَا وَخَيْرَ مَا أُرْسِلْتَ بِهِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيْهَا وَشَرِّ مَا أُرْسِلْتَ بِهِ


Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha berkata: Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melihat angin kencang beliau membaca: Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikan angin ini, dan kebaikan yang dikandungnya, dan kebaikan yang dikirim dengannya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan angin ini, dan keburukan yang di kandungnya dan keburukan yang dikirim dengannya. (HR. at-Turmudzy dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albany)

Bersyukur dan Jangan Mencela Hujan

Hujan adalah sebuah nikmat yang sangat agung yang Allah anugerahkan kepada seluruh manusia dan makhluk hidup lainnya di atas muka bumi ini. Akan tetapi banyak di antara manusia ketika turun hujan maka mereka malah bersedih dan berkeluh kesah, bahkan sampai marah dan mencela turunnya hujan. Hanya karena disebabkan pakaian mereka yang menjadi basah, atau tidak bisa pergi keluar rumah, atau hanya karena kendaraan yang baru dicuci kehujanan, atau jemuran yang basah kehujanan dan sebab-sebab lainnya.

Padahal hujan adalah nikmat besar dari Allah yang dengannya kita bisa minum, dan dengannya kita bisa makan, yaitu dari hewan yang meminum dan berbuah dengan air hujan tersebut. Bahkan hujan merupakan bentuk rahmat kasih sayang Allah kepada makhluk-Nya, sebagaimana yang Allah firmankan:

وَهُوَ الَّذِيْٓ اَرْسَلَ الرِّيٰحَ بُشْرًاۢ بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهٖۚ وَاَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً طَهُوْرًا ۙ(٤٨) لِّنُحْيِ َۧ بِهٖ بَلْدَةً مَّيْتًا وَّنُسْقِيَهٗ مِمَّا خَلَقْنَآ اَنْعَامًا وَّاَنَاسِيَّ كَثِيْرًا

“Dia lah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang suci, agar kami menghidupkan dengan air itu negeri (tanah) yang mati, dan agar kami memberi minum dengan air itu sebagian besar makhluk Kami, binatang-binatang ternak dan manusia yang banyak.” (QS. Al-Furqon: 48-49)

lihatlah bagaimana Allah menyebutkan hujan sebagai rahmat-Nya, bahkan di dalam hadits yang shahih juga disebutkan:

وَيَقُوْلُ, إِذَا رَأَى المَطَرَ: رَحْمَةٌ

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila beliau melihat hujan mengucapkan hujan adalah Rahmat. (HR. Muslim)

Apabila hujan merupakan bentuk rahmat kasih sayang Allah kepada kita, maka apakah pantas kita mencelanya, apakah pantas kita mengeluh dan berkeluh kesah karenanya? Sungguh tidak pantas, maka seharusnya yang kita lakukan ketika turun hujan adalah bersyukur atas rahmat dan karunia-Nya ini, karena apabila Allah mencabut nikmat ini, dan menghilangkan air dari negeri kita, maka tidak ada yang dapat mengembalikannya, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

قُلْ اَرَءَيْتُمْ اِنْ اَصْبَحَ مَاۤؤُكُمْ غَوْرًا فَمَنْ يَّأْتِيْكُمْ بِمَاۤءٍ مَّعِيْنٍ

“Katakanlah: ‘Terangkanlah kepadaku jika air kamu hilang; Maka siapakah yang dapat mendatangkan bagimu air yang mengalir?” (QS Al-Mulk: 30)

Sumber : aliman.id

Bersambung …>>> ke bagian 2