expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

08/07/2020

TENTANG RUU HIP YANG DIPERSOALKAN BANYAK ORMAS ISLAM


Bagian pertama.

RUU HIP, atau Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila, baru saja mereda dari liputan utama di banyak situs berita, pasalnya RUU ini memicu sejumlah tanggapan politisi dan tokoh yang menanggap HIP tidak memiliki urgensi untuk dibahas di masa pandemi. Salah satunya adalah seperti yang disampaikan oleh anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Hinca Panjaitan …
▸ “Sejak awal kami menarik diri pembahasan RUU HIP di Baleg DPR RI. Selain tidak ada urgensinya dan tidak tepat waktunya saat kita fokus menangani pandemi virus corona,” kata Hinca, hari Selasa (16.06.2020).
Melansir dari catatan Rapat Badan Legislasi Pengambilan Keputusan atas penyusunan Rancangan Undang-undang tentang Haluan Ideologi Pancasila pada tanggal 22 April’ 2020, RUU HIP merupakan rancangan Undang-undang yang diusulkan oleh DPR RI, dan resmi telah ditetapkan dalam Prolegnas (Pengertian Program Legislasi Nasional) sebagai RUU Prioritas Tahun 2020.
Berdasarkan catatan rapat tersebut, dilaporkan bahwa saat ini belum ada Undang-undang yang dapat menjadi dasar dari landasan hukum yang mengatur mengenai Haluan Ideologi Pancasila untuk menjadi pedoman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga diperlukan Undang-undang tentang Haluan Ideologi Pancasila.
Beberapa yang dibahas di dalam RUU tersebut adalah dibentuknya beberapa badan, yang di antaranya adalah kementerian atau badan riset dan inovasi nasional; serta kementerian atau badan kependudukan dan keluarga nasional, beserta badan yang menyelenggarakan urusan di bidang pembinaan ideologi Pancasila.
Adapun terkait dengan badan yang menyelenggarakan urusan di bidang pembinaan ideologi Pancasila, mereka memiliki beberapa wewenang: …
Mengarahkan pembangunan dan pembinaan politik nasional yang berpedoman pada Haluan Ideologi Pancasila; Mengarahkan riset dan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan nasional di segala bidang kehidupan, berpedoman pada Haluan Ideologi Pancasila; Mengarahkan pelaksanaan kebijakan pembangunan di lembaga-lembaga negara, kementerian/lembaga, lembaga pemerintahan non-kementerian, lembaga non-struktural dan Pemerintahan Daerah berpedoman pada Haluan Ideologi Pancasila.

Bagian kedua.

Sejak inisiatif DPR mulai terdengar oleh publik awal minggu ini, beberapa kontroversi terkait RUU HIP tersebut muncul dari berbagai kalangan, khususnya tokoh masyarakat di bidang politik dan keagamaan. Salah satunya adalah tanggapan dari PBNU (Pengurus Besar Nahdatul Ulama) yang menilai RUU HIP akan membuka ruang terjadinya konflik ideologi.
▸ “RUU ini disusun dengan cara yang sembrono, kurang sensitif dengan pertarungan ideologi,” kata Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya PBNU, Rumadi Ahmad, hari Senin (15.06.2020).
Selain itu, Wakil Ketua MPR RI fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan, mengkritisi beberapa pasal yang salah satunya adalah Pasal 6 RUU HIP yang menetapkan salah satu ciri pokok Pancasila yaitu Trisila yang terkristalisasi dalam Ekasila. Karena istilah tersebut belum pernah disebutkan dalam lembaran negara, menurutnya perubahan ini akan membuat Pancasila samar dan meragukan.
▸ “Trisila juga hanya mencantumkan tiga nilai dan Ekasila hanya mencantumkan satu nilai gotong royong. Trisila dan Ekasila mengabaikan nilai ketuhanan Yang Maha Esa dan nilai-nilai lainnya yang telah jelas disebutkan di dalam Pembukaan UUD NRI 1945,” kata Syarief, hari Selasa (16.06.2020).
Selain itu, pihaknya juga menyoroti Pasal 1 dan 13 RUU HIP yang menunjukkan penguasaan berlebih negara atas ekonomi masyarakat, sehingga menurutnya, rancangan tersebut tidak sesuai dengan Ekonomi Pancasila.
▸ “Banyak sekali frasa-frasa dan penjabaran-penjabaran Pancasila di dalam RUU HIP yang tidak berdasar, asal comot dan hanya diambil dari pemikiran orang tertentu saja yang tak bersumber kepada UU NRI 1945 yang memuat Pancasila di dalamnya,” tambah Syarief.
Pemutar Video
00:00
01:45

Bagian ketiga.

Pada hari Rabu, tanggal 17 Juni’ 2020, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Mahfud MD, sempat berdialog dengan berbagai organisasi keagamaan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Para pemimpin organisasi keagamaan mengapresiasi keputusan pemerintah yang telah memutuskan untuk menunda pembahasan RUU HIP.
Semua tokoh yang umumnya mendapat kesempatan menyampaikan pandangannya menuturkan tentang bagaimana pentingnya menjaga Pancasila. Maka dari itu, apabila ada suatu pihak yang ingin melemahkan Pancasila, maka mereka akan hadapi dengan segala upaya.
Pasalnya, sejak hari Senin ketika DPR RI mengusulkan rancangan tersebut, PPM (Pengurus Pusat Muhammadiyah) telah meminta agar pembahasan RUU HIP tersebut untuk tidak dibahas lebih jauh. Pasalnya, tidak ada urgensi sebagaimana yang diatur di dalam Undang-undang Nomor 12, Tahun 2011, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, untuk melakukan pembahasan RUU.
Sekretaris Umum PPM, Abdul Mu’ti, menegaskan bahwa kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar negara sudah menyangga Indonesia dengan sangat kuat. Walaupun ia juga menilai bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan memang dibutuhkan dan akan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat, namun draf yang diusulkan oleh DPR RI justru menimbulkan kontroversi.
Dan khususnya dikarenakan draf tersebut bertentangan dengan Undang-undang sebelumnya, Abdul menolak pembahasan RUU HIP … dan begitu juga banyak masyarakat.
▸ “RUU ini terbukti menimbulkan kegaduhan dan berpotensi juga menimbulkan berbagai friksi sosial yang seharusnya kita hindari. Kita butuh kondusif, tenang, dan kerja sama melawan virus corona (Covid-19). Dengan dibuat Undang-undang ini, justru Pancasila itu kedudukannya akan sama dengan UU lainnya, padahal di dalam sistem hukum kita itu Pancasila yang tertinggi.”
Menurut Abdul, Pancasila merupakan norma yang berkedudukan penting, yang jika RUU HIP disahkan, maka dapat menurunkan kedudukan Pancasila sebagai dasar negara. Ditambah lagi, kecerobohan DPR RI yang tidak mencantumkan TAP MPRS No. XXV/1966 malah menegaskan pendapat Muhammadiyah bahwa proses DPR RI yang tidak tertib dan terkesan terburu-buru merupakan masalah serius.
▸ “Meniadakan TAP MPRS tersebut dalam pembentukan RUH HIP termasuk masalah serius, padahal secara jelas dinyatakan pertentangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan Pancasila.”
Abdul menyatakan bahwa pihaknya di PP Muhammadiyah akan terus mengkaji dan menginventarisasi berbagai macam problematik yang terdapat di RUU HIP tersebut. Sedangkan di sisi lain, Ketua MPR RI, Bamsoet (Bambang Soesatyo), mengapresiasi dan mendukung langkah pemerintah setelah resminya penundaan pembahasan RUU tersebut, yang menurutnya, akan menimbulkan banyak pro dan kontra di masyarakat apabila disikapi berbeda.
▸ “Agar tak menimbulkan berbagai syakwasangka maupun persepsi negatif di masyarakat, ada baiknya DPR dan pemerintah menyerap aspirasi publik dengan mendatangi berbagai organisasi masyarakat yang mewakili berbagai suara publik,” ujar Bamsoet dalam keterangannya, hari Rabu (17.06.2020).
Kritik dan masukan itu datang dari banyak tokoh masyarakat dan banyak Ormas keagamaan seperti PBNU, Muhammadiyah, PGI, Walubi, Matakin, KWI, serta PHDI yang semuanya menghadiri rapat di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Di sana, Bamsoet menegaskan bahwa berbagai kritik dan pandangan mengenai RUU HIP, harus mampu diserap oleh pihak pemerintah — termasuk DPR RI — dengan bijaksana melalui dialog terbuka agar timbulnya satu paham.
Salah satu hal yang paling meresahkan dari RUU HIP adalah kelonggaran bagi pihak dan ajaran-ajaran komunisme untuk bangkit kembali di berbagai struktur masyarakat dan kenegaraan. Bahkan, sempat beredar rumor yang menyatakan bahwa sila pertama dari Pancasila akan diubah. Padahal seperti yang kita tahu, banyak norma komunisme yang sangat bertentangan dengan keagamaan, baik itu Islam atau pun agama lainnya.
Hukum yang menyatakan kapitalisme dan komunisme sebagai norma yang buruk di Indonesia, telah bersifat final berdasarkan TAP MPR No. 1, Tahun 2003, bahwa tidak ada ruang hukum untuk mengubah atau mencabut TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966. Maka dari itu, dikarenakan RUU HIP meresahkan banyak pihak akan bangkitnya kembali komunisme, sudah sepantasnya usulan DPR RI tersebut diakhiri.
Wallahu a’lam bisshawab.
©   t h e   I s l a m w e b . s i t e