KIBLAT.NET — Pondok Ngruki, Sabtu 24 Desember 2016. Matahari Surakarta, agaknya senafas dengan hati anak-anak Ngruki yang kemarin dilanda suasana cerah dan sumringah. Di bawah teriknya, hampir 2000-an pria dan wanita yang pernah dididik di pondok ini tumpah di lapangan Darul Ulum, demikian saya menyebutnya, mendengarkan ceramah Ketua GNPF-MUI, Ust. Bahtiar Nasir (UBN).
Ustadz yang cukup tenar dengan gerakan Aksi Bela Islam itu memang didaulat oleh panitia Reuni Akbar Ponpes Al-Mukmin Ngruki, yang diselenggarakan dari tanggal 24 hingga 25 Desember. Selain UBN, Panglima TNI Jend. Gatot Nurmantyo sedianya juga diundang. Sayang, Gatot hingga siang hari tidak kelihatan di lokasi.
UBN secara khusus didaulat oleh panitia untuk tabligh akbar dengan tema spesifik: Kebangkitan Generasi 554. Maksudnya, generasi surat Al-Maidah (5) ayat 54, yang bunyi terjemahnya kurang lebih :
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya. Mereka bersikap lemah lembut terhadap orang Mukmin, dan bersikap tegas terhadap orang-orang kafir.
Mereka berjihad di jalan Allah dan tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan kepada siapa yang Ia kehendaki, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Tema Generasi 554 ini mengingatkan saya akan kenangan hampir 25 tahun silam, saat pertama kali menginjak bumi Ngruki untuk menimba ilmu. Saat itu masih ada kompleks bangunan terdiri dari beberapa kelas yang disebut Darul Ulum—kini bangunan itu diratakan dengan tanah, karenanya di atas saya sebut saja Lapangan Darul Ulum.
Di Darul Ulum dan sudut-sudut pondok lainnya, dari masjid hingga ke asrama, banyak hiasan dinding bertuliskan “Generasi 554.” Itu belum dengan yang tertulis di cover buku tulis yang banyak dijual di koperasi pondok, atau T-shirt yang dipakai sebagian santri. Pokoknya, saat itu kami dibuat lekat dengan spirit 554.
Karenanya, saya seperti mengalami deja vu ketika hari ini, di bekas gedung Darul Ulum, UBN mengurai kembali kenangan 554 itu.
“Hari ini ini, alumni Ngruki yang selama ini sibuk dengan keduniaannya dipanggil lagi oleh Ngruki agar menjadi bagian dari Al-Maidah: 54. Dari tempat ini, anak-anakmu yang saleh dan salehah insya Allah akan menjadi Generasi 554.”
Generasi 554 adalah generasi yang Allah pilih. Sebuah generasi yang Allah terlebih dahulu mencintai mereka, sehingga tertancaplah pada diri mereka kecintaan kepada Allah SWT. Sebuah generasi yang lemah lembut dan berkasih-sayang terhadap sesama mukmin, namun pada saat bersamaan juga tegas terhadap orang-orang kafir.

Ciri selanjutnya, mereka adalah orang-orang yang menegakkan syariat Al-Jihad fi Sablillah, tanpa takut sama sekali terhadap celaan dari orang-orang yang mencela.
Ngruki, menurut UBN telah berhasil melewati berbagai ujian sulit dalam bentuk stigma-stigma negatif yang disematkan kepadanya. Oleh karena itu, menurut UBN, jangan lagi merasa khawatir terhadap kurikulum pendidikan khas Ngruki. Meski, “Apapun stigma negatif yang diberkan kepadamu,” lanjutnya.
Al-Maidah 51, 54 dan seterusnya menurut UBN adalah given yang Allah berikan untuk umat Islam Indonesia. Dari Al-Maidah itu, Allah memberikan tiga kekuatan kepada umat Islam, yaitu: Al-Izzah, Al-Quwwah dan Momentum.
Al-Izzah, di mana saat ini umat Islam Indonesia sadar untuk tidak lagi memilih orang-orang kafir sebagai auliya mereka. Izzah itu pada akhirnya memaksa seorang penista agama yang semula untouchable sekarang menjalani proses hukum. Energi izzah itu pula yang membuat penistaan simbol agama di Jambi, langsung ditindak.
Kekuatan, menurut UBN adalah kekuatan persaudaan Islam dan persatuan Indonesia. Kekuatan itu telah menimbulkan efek cross-culture di antara kelompok-kelompok umat Islam Indonesia. Majelis yang biasanya mengundang para Habaib, kini antre mengharapkan kehadiran UBN yang semula dituding sebagai Wahabi. Sebaliknya, sekelompok pengajian Aisiyah pun mengundang kehadiran Habib Riziq Syihab. Sebuah fenomena yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Adapun momentum yang dimaksud adalah gerakan 1212, yaitu Shalat Subuh Berjamaah. Dari gerakan Subuh berjamaah inilah akan lahir Al-Adiyat lengkap dengan para penunggangya sebagaimana diterangkan dalam awal-awal surat Al-Adiyat.
Kuda-kuda perang yang lari kencang. Sepatu besinya menghantam bebatuan, memercikkan kembang api. Derapnya membuat jalan tiba-tiba penuh tertutupi oleh debu. Dan fungsi utama Al-Adiyat adalah fa’atsarna bihi naq’a; fawasathna bihi jam’a. Mereka masuk menerobos ke tengah barisan musuh dan mencerai-beraikannya.
UBN terus melantangkan orasinya—lengkap dengan selingan batuk yang sepertinya belum kunjung sembuh. Ia terus berkisah tentang ayat-ayat Allah dalam aksi 411 dan 212. “Bukan banyaknya peserta. Tapi ayat-ayat Allah di dalamnya yang membuat saya takjub.”
Bagaimana jutaan umat mengetuk pintu langit—bukan pintu istana penguasa—dan menggemakan doa: Qulillahumma maalikal mulki. Tu’thil mulka man tasya’ wa tanzi’ul mulka mimman tasya’. Wa tu’izzu man tasya’ wa tudhillu man tasya. Mereka mengetuk langsung Dzat yang dapat memberikan kekuasaan sekaligus mencabutnya. Dzat yang membuat seseorang berwibawa, namun juga dapat membuatnya terhina-dina.
Sumber : kiblat.net