expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

19/12/2019

PERBUATAN BAIK (AMAL SOLEH) TANPA IMAN ADALAH SIA-SIA


Bila kita perhatikan kitab suci Al-Qur’an baik-baik, maka kita tidak akan menemukan di dalamnya Allah subhaanahu wa ta'aala berbicara mengenai amal sholeh (perbuatan baik) kecuali mesti dipasangkan dengan iman.  Di antaranya ayat-ayat berikut ini:

وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ
“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya.” (QS Al-Baqarah 25)
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلا
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal,” (QS Al-Kahfi 108)
 مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُحَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala (di akhirat) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS An-Nahl 97)
Dan masih banyak lagi ayat-ayat di dalam Al-Qur’an isinya seperti ayat-ayat di atas. Setiap kali Allah subhaanahu wa ta'aala menyebut persoalan berbuat kebaikan mesti dibarengi dengan menyebut perkara iman. Artinya, di dalam ajaran Islam setiap kebaikan yang dikerjakan seseorang hanya diterima Allah subhaanahu wa ta'aala bila dilandasi iman.
Sebaliknya, bilamana seseorang mengerjakan suatu perbuatan baik namun tidak dilandasi iman yang benar, maka perbuatan baik tersebut tidak akan diterima Allah subhaanahu wa ta'aala. Kalaupun ada dampak positif yang dirasakan si pelakunya, maka pengaruhnya hanya sebatas di dalam kehidupan di dunia ini saja. Barangkali dengan perbuatan baik tersebut dia akan memperoleh pujian manusia. Atau dia akan disebut-sebut oleh masyarakat luas sebagai seorang penyantun dan dermawan. Atau ia akan menerima kehormatan berupa tanda jasa dari sebuah organisasi kemanusiaan level internasional. Sedangkan di akhirat ia tidak akan memperoleh balasan atau upah apapun dari Allah subhaanahu wa ta'aala. Malah di akhirat ia akan diazab Allah dengan dimasukkan ke dalam neraka.
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لا يُبْخَسُونَأُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan?” (QS Hud 15-16)
Absennya iman pada pelaku kebaikan hanya menghasilkan manfaat sebatas di dunia saja, sedangkan di akhirat ia akan merugi. Sebab iman kepada Allah dan hari akhir itulah yang menyebabkan bernilainya amal sholeh seseorang. Bahkan suatu amal-perbuatan hanya layak disebut sebagai amal-sholeh bilamana dilandasi oleh iman yang benar.
Maka di zaman Nabi Muhammad shollallahu 'alahi wa sallam dahulu kala terkenal ada seorang lelaki bernama Ibnu Jud’an. Lelaki tersebut sangat masyhur di tengah kaum Quraisy Mekkah. Mengapa? Karena ia rajin menyambung tali silaturrahim dan peduli kepada kaum fakir-miskin. Sesudah hijrah ke Madinah Ummul Mukminin isteri Nabi Muhammad shollallahu 'alahi wa sallam, yaitu Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bertanya perihal Ibnu Jud’an kepada Rasulullah shollallahu 'alahi wa sallam . Inilah jawaban beliau sebagaimana dijelaskan di dalam hadits berikut: 
حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنْ دَاوُدَ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ابْنُ جُدْعَانَ كَانَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ يَصِلُ الرَّحِمَ وَيُطْعِمُ الْمِسْكِينَ فَهَلْ ذَاكَ نَافِعُهُ قَالَ لَا يَنْفَعُهُ إِنَّهُ لَمْ يَقُلْ يَوْمًا رَبِّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ
Telah menceritakan kepadaku Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Hafs bin Ghiyats dari Dawud dari asy-Sya'bi dari Masruq dari Aisyah dia berkata, "Saya berkata, 'Wahai Rasulullah, Ibnu Jud'an (kerabatnya) pada masa jahiliyyah selalu bersilaturrahim dan memberi makan orang miskin. Apakah itu memberikan manfaat untuknya? ' Beliau menjawab: 'Tidak. Itu tidak memberinya manfaat, karena dia tidak pernah mengucapkan doa: 'Rabbku ampunilah kesalahanku pada hari pembalasan'." (HR Muslim – dishahihkan oleh Al Albani)
Jadi walaupun Ibnu Jud’an rajin menjalin silaturrahim serta peduli memberi makan orang miskin, namun Nabi dengan tegas mengatakan bahwa amal-perbuatan baiknya tidak mendatangkan manfaat bagi dirinya. Mengapa? Karena ia tidak pernah seumur hidupnya berdoa: 'Ya Rabbku, ampunilah kesalahanku pada hari pembalasan'. Artinya, Ibnu Jud’an tidak beriman kepada hari Akhir, hari berbangkit dan hari pembalasan. Maka itu berarti ia seorang kafir-musyrik sebagaimana layaknya kafir-musyrik lainnya.
Hidup di era penuh fitnah di akhir zaman seperti yang kita jalani dewasa ini umat Islam sangat perlu untuk mewaspadai perkara iman ini. Mengapa? Sebab Nabi Muhammad shollallahu 'alahi wa sallam pernah memprediksikan bahwa di zaman yang kita jalani dewasa ini aneka fitnah akan hadir sehingga dunia menjadi laksana sepotong malam yang gelap-gulita. Sulit menemukan secercah cahaya petunjuk. Dan bila zaman itu telah hadir maka akan bermunculan fenomena mengerikan berupa ancaman tersebarnya virus MTS (murtad tanpa sadar)...! Sehingga Nabi Muhammad shollallahu 'alahi wa sallam menggambarkan dengan ungkapan “pagi hari seseorang masih beriman, lalu di sore harinya ia menjadi kafir”. Inilah lengkap haditsnya:
بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا
"Segeralah beramal sebelum datangnya fitnah-fitnah seperti malam yang gelap gulita. Di pagi hari seseorang masih dalam keadaan mukmin, lalu menjadi kafir di sore harinya. Di sore hari seseorang masih dalam keadaan mukmin, lalu menjadi kafir di pagi harinya. Dia menjual dien-nya (agamanya) demi barang kenikmatan dunia." (HR Muslim – Shahih)
Dan itu pula rahasianya mengapa berbagai media kafir-sekuler modern sangat gencar mempromosikan ideologi humanisme (kemanusiaan). Apa bahayanya humanisme? Humanisme mendorong manusia untuk berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya  mencakup berbagai urusan kehidupan, tanpa kecuali urusan peribadatan agama orang lain.  Bahkan humanisme mendorong orang untuk tidak lagi memandang persoalan perbedaan agama sebagai persoalan yang perlu diperhatikan dan dipermasalahkan. Dan humanisme mempromsikan bahwa “yang penting anda berbuat baik kepada sesama manusia dan anda tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan perbedaan agama”.
Alhasil, tujuan akhir yang ingin dicapai humanisme ialah mendorong manusia untuk berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya kepada sesama manusia dan bahkan tidak ada masalah apakah pelaku perbuatan kebaikan itu seorang muslimkah, muanfikkah, kafirkah, musyrikkah, nasranikah, yahudikah, hindukah, ateiskah atau apapun...! Manusia dinilai baik-buruknya hanya sebatas perbuatan baik yang ditampilkannya atau yang dapat terlihat oleh orang banyak. Jika ia terdeteksi banyak berbuat kebaikan berarti dialah orang yang baik, tanpa peduli apapun dan bagaimanapun agamanya atau imannya kepada Allah dan hari Akhir. Padahal jelas dan tegas Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman di dalam Al-Qur’an:
لا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَائِزُونَ
“Tiada sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga; penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Al-Hasyr 20)
رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ
“Orang-orang yang kafir itu sering kali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim.” (QS Al-Hijr 2)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS Ali Imran 85)