expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

13/12/2019

BENARKAH ISLAM TERSEBAR MELALUI PEDANG?


KIBLAT.NET – Apakah Islam tersebar ke seantero alam dengan kekuatan pedang? Pertanyaan seperti di atas seringkali diulang-ulang dan ditanyakan kepada kelompok dan tokoh-tokoh Islam. Jika kita melihat lebih dalam, pada hakikatnya pertanyaan ini bernada tuduhan dan framing negatif terhadap agama Islam. Pertanyaan ini seolah ingin menggiring kepada kesimpulan bahwa Islam adalah agama perang, pertumpahan darah. Lebih dari pada itu pertanyaan ini juga bernada tuduhan kepada para pembawa risalah terkhusus Rasululah SAW beserta para sahabat, para ulama, dan para pendakwah sebagi pembawa panji Islam dari masa ke masa.

Lebih buruk lagi, pertanyaan ini secara tidak langsung menjadikan orang yang menjawabnya berada dalam tuduhan. Dan seringkali mereka yang mendapat pertanyaan ini langsuang menolak anggapan tersebut, tanpa mengoreksi dan merekonstruksi pertanyaan di atas. Sehingga ketika dia mencoba menghindar dari framing yang diinginkan penanya, maka secara tidak sadar jawaban yang diberikan malah terkesan menafikan peranan jihad dalam penyebaran agama Islam.
Jawaban “template” yang sering kita dengar adalah, Islam tidak tersebar dengan pedang dan kekuataan, akan tetapi Islam tersebar melalui akhlak dan budi yang luhur dari para pedagang atau yang semisalnya.
Jawaban di atas meskipun tercatat dalam sejarah akan tetapi jawaban itu tidak menjelaskan proses tersebarnya Islam secara utuh. Memang pada satu ruang dan waktu, para pedagang dengan menampakkan akhlak Islam seperti jujur dan amanah serta perilaku yang baik menjadi salah satu sebab penyebaran Islam, namun berhenti pada titik ini dan tidak menjelaskan secara komprehensif dikhawatirkan akan mendistorsi pemahaman Islam. Terkhusus di saat umat Islam jauh dari bimbingan para ulama.
Apakah Akhlak Saja Cukup?
Akhlak yang baik bisa saja memberi dampak kepada kelompok tertentu, kepada orang-orang tertentu, namun mayoritas dan sebagian besar kelompok manusia tidak akan merubah keyakinan dan agamanya dengan begitu saja. Rasulullah SAW sebagai contoh. Bukankah sebelum datang risalah Nabi Muhammad SAW adalah orang yang paling baik akhlaknya di tengah-tengah bangsa Quraisy? Walau demikian orang-orang Quraisy mengingkari dakwah beliau, bahkan hanya sedikit yang mau beriman kepada beliau padahal Nabi Muhammad dikenal sebagai orang yang jujur ucapannya dan amanah.
Dan tidaklah Allah memilih para Nabi-Nya kecuali dari kalangan orang-orang yang berakhlak baik, akan tetapi di dalam sebuah hadits disebutkan bahwa di akhirat kelak ada Nabi yang hanya memiliki dua atau satu pengikut bahkan ada yang sama sekali tidak memiliki pengikut. Pertanyaannya, apakah akhlak saja cukup untuk menyebarkan agama Allah ini?
Di saat yang lain Allah SWT berfirman:
Artinya, “Jika datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu melihat manusia memasuki agama Allah secara berbondong-bondong.” (QS An-Nasr 1-2)
Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa manusia berbondong-bondong masuk ke dalam agama Allah. Dan persis seperti inilah yang terjadi pada penduduk kota Mekkah, padahal mayoritas mereka kufur kepada Nabi Muhammad ketika beliau memulai dakwahnya di Mekkah. Kondisinya mejadi berbalik seratus delapan puluh derajat pasca Fathu Mekkah.
Negeri Mesir dan Maghrib Islami (Aljazair, Maroko dan sekitarnya) menjadi bukti shahih akan hal itu. Sebelum Islam masuk ke negeri Mesir, daerah tersebut dikontrol oleh kekuatan Romawi Timur dan mayoritas penduduknya beragama Nasrani. Upaya pembebasan terhadap Mesir dilakukan di era Umar bin Khottob dan setelah melakukan upaya empat tahun lamanya negeri Mesir berhasil dibebaskan oleh Amru bin Ash. Dan setelah pembebasan terhadap negeri Mesir barulah penduduk Mesir berbondong-bondong masuk ke dalam agama Allah.
Begitu juga dengan Maghrib Islami, lebih lama dari Mesir daerah ini baru berhasil dibebaskan oleh kaum muslimin setelah perjuangan pembebasan dari cengkraman Bizantium selama kurang lebih 50 tahun lamanya. Upaya ini dilakukan oleh tiga komandan umum secara turun temurun. Ada Uqbah bin Nafi’ lalu diikuti oleh Hassan bin Nu’man dan terakhir Musa bin Nushair. Kemudian Thoriq bin Ziyad melanjutkan estafet pembebasan hingga akhirnya menyebrangi selat Gibraltar dan membebaskan ujung Eropa yang dikemudian hari menjadi salah satu pusat peradaban kaum muslimin pada masanya. Setelah gelombang pembebasan yang dilakukan oleh komandan-komandan agung Islam, barulah kemudian penduduk negeri tersebut masuk Islam secara berbondong-bondong.
Persebaran kuburan para sahabat yang tersebar dari ujug Barat hingga ujung Timur negeri Islam kala itu merupakan bukti penguat upaya penyebaran yang dilakukan oleh para Sahabat tidak hanya bermodal akhlak saja. Kita mendapati kuburan Abu Ayub Al-Anshari di Konstantinopel, ada kuburan Khalid bin Walid di Syam, dan kuburan Uqbah bin Nafi’ di Aljazair dan Amru bin Ash di Mesir.
Kalau bukan karena pembebasan yang dilakukan oleh para sahabat dan para penerusnya, maka mungkin kita tidak akan menyaksikan Mesir sebagai pusat ilmu pengetahuan Islam, kita tidak akan mendapatkan para ulama yang dibelakang namanya bergelar “Qurthubi” (nisbat kepada kota Cordoba). Kita tidak akan bisa mendapatkan Baghdad dan Syam sebagai pusat peradaban Islam.
Ketika kita menyimpulkan fakta-fakta di atas, kita akan menjawab dengan penuh izzah dan kepala tegak bahwa Islam tidak akan sampai kepada kita kecuali dengan wasilah jihad fi sabilillah yang berhasil membebaskan negeri-negeri tersebut di atas. Dan kita jangan lupa bahwa tidaklah sebuah peradaban menjadi besar dan diakui dunia kecuali mereka memiliki kekuatan militer yang besar dan kuat yang bergerak sebagai motor untuk menyebarkan pikiran dan nilai-nilai mereka.
Di era modern ada Amerika yang menyebarkan nilai-nilai mereka ke seluruh dunia dan kita ketahui bahwa Amerika memilki kekuatan militer yang cukup ditakuti di dunia. Di era sebelum ini ada Uni Soviet yang dengan pasukan militernya yang kuat menyebarkan pemahaman mereka ke negeri-negeri Asia Tengah. Sebelum akhirnya mereka hancur lebur di Afganistan. Ini adalah kaidah umum yang bisa diterima oleh smeua orang.
Kalau Begitu Bagaimana Kita Menjelaskan Fakta Bahwa Banyak Pula Negeri-negeri yang Tidak Dibebaskan Melalui Jihad Fi Sabilillah?
Kita harus akui bahwa Islam memang tersebar ke beberapa negeri tidak melalui jihad fi sabillah. Bahkan seorang ahli sejarah Dr. Husain Muknis mengatakan bahwa hanya sepertiga dari Negeri Islam yang dibebaskan melalui jihad, adapun sisanya dibebaskan melalui pendekatan dakwah dan akhlak yang dilakukan oleh para kafilah dakwah dan pedagang yang menyebar ke penjuru dunia.
Namun ada hal penting yang harus kita tambahkan dari premis yang disampaikan oleh Dr. Muknis di atas, yaitu sebuah fakta bahwa para kafilah dakwah dan pedagang tersebut berafiliasi kepada sebuah peradaban besar yang kuat lagi meliputi daerah yang amat sangat luas pada masa itu. Fakta ini memberikan dampak psikologis kepada umat lain.
Kalau bukan karena sepertiga daerah yang dibebaskan dengan jihad fi sabilillah yang kemudian membentuk sebuah kekhilafahan Islamiyah dan menjelma menjadi sebuah perdaban yang disegani, maka dampak terhadap dua pertiga lainnya tidak akan sesignifikan ini. Perpaduan antara akhlak yang baik dan afiliasi kepada sebuah peradaban yang kuat dan berbasis nilai agama Islam inilah yang menjadi komponen tersebarnya Islam ke daerah-daerah yang tidak dibebaskan dengan jihad.
Realitas seperti di atas kita saksikan pada hari ini. Kita hari ini lebih mudah dan gampang mengadopsi nilai, budaya, prilaku dan cara berpikir orang Barat ketimbang mengadopsi budaya bangsa lain. Hal ini karena budaya Barat berafiliasi kepada sebuah negara besar dan kuat yaitu Amerika. Amerika dengan segala pengaruhnya, di bidang media, militer, sains dan lainnya menyebarkan nilai-nilai yang mereka anggap baik dan nilai tersebut dengan sangat mudahnya diterima leh bangsa-bangsa lain.
Kedudukan Jihad dalam Islam
Agar kita tidak salah paham dalam memahami jihad maka ada baiknya kita mengetahui tahapan disyariatkannya jihad kepada kaum muslimin, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qayyim di dalam kitab Zadul Ma’ad.
Fase Pertama: Sabar dan Menahan Diri
Allah SWT berfirman kepada orang-orang beriman di kota Mekkah ketika itu :
كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ
Artinya, “Tahanlah tangan kalian dan dirikanlah sholat..” (QS An-Nisa’: 77)
Senada dengan itu Nabi Muhammad SAW juga bersabda, “Sesungguhnya saya belum diperintahkan untuk berperang.”
Kondisi kaum muslimin saat itu sedang lemah dan tidak memiliki kemampuan untuk berperang dan masih banyak lagi sebab belum disyariatkannya jihad pada masa itu sebagaimana disebutkan oleh para ahli tafsir.
Kondisi ini terus berlangsung selama 13 tahun hingga akhirnya ada perintah dari Allah SWT yang juga berbarengan dengan konsirasi pembunuhan terhadap Nabi. Maka Nabi dan para sahabatnya hijrah ke kota Madinah. Tidak lama di kota Madinah, maka Allah mensyariatkan tahapan lainnya dari jihad.
Fase Kedua: Diizinkan berjihad untuk melawan kezaliman
Allah SWT berfirman :
أذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
Artinya, “Diizinkan (berperang) bagi mereka yang diperangi tersebab mereka dizalimi. Dan sesunguhnya Allah pasti mampu menolong mereka.” (QS Al Hajj: 39)
Di dalam ayat ini Allah mengizinkan kepada orang-orang beriman untuk berjihad karena mereka terzalimi, jihad yang dibolehkan bagi mereka hanya sebatas untuk membela diri.
Fase Ketiga: Diwajibkan berjihad terhadap mereka yang memerangi
Allah SWT berfirman :
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَArtinya, “Dan perangilah di jalan Allah mereka yang memerangi kalian dan jangan kalian melampaui batas karena sesungguhnya Allah tidak suka terhadap orang yang melampaui batas.” (QS Al-Baqoroh: 190)
Setelah pada fase kedua hanya sebatas izin, pada fase ketiga ini Allah SWT sudah mewajibkan kepada orang-orang beriman untuk memerangi orang yang memerangi mereka. Pada fase ini Rasulullah SAW tidak memerangi penduduk Madinah, meskipun di Madinah ketika itu banyak kelompok-kelompok kafir, seperti Yahudi dan yang lainnya.

Oleh karena itu Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa pada fase ini musuh hanya sebatas yang memerangi kaum muslimin adapun yang tidak memerangi maka tidak ada perintah untuk memerangi mereka. Bahkan pada saat itu dilarang memerangi mereka. Inilah yang terlihat pada perang Badar, Uhud, dan Khondaq.
Fase Keempat: Jihad terhadap orang-orang kafir
Fase ini disebut oleh ahli fikih sebagai jihad tholab (ofensif). Yaitu kaum muslimin diperintahkan untuk mendatangi orang-orang kafir dan mendakwahkan kepada mereka Islam dan jika mereka menolak, maka pilihannya adalah membayar jizyah atau diperangi.
Allah SWT berfirman:
قَاتِلُوا الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
Artinya, “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan Allah dan rasul-Nya dan mereka tidak beragama dengan agama yang haq (Islam) dari kalangan mereka yang diberi kitab hingga mereka membayar jizyah dan mereka dalam keadaan kecil.” (QS At-Taubah )
Apa Tujuan Jihad dalam Islam?
Agar kita tidak salah kaprah dalam memahami jihad, maka ada baiknya kita memahami apa tujuan disyariatkannya jihad. Pada dasarnya tujuan jihad sama dengan tujuan ibadah, yaitu mewujudkan ibadah kepada Allah secara paripurna di bumi Allah.
Banyak sekali ayat yang mengatakan bahwa tujuan jihad adalah membuat manusia agar menjadikan Allah sebagai satu-satunya Dzat yang diibadahi, sehingga secara otomatis mengeluarkan hamba dari peribadatan kepada sesama makhluk dan menghindarkan terjadinya kejahatan terbesar kepada Allah yaitu kesyirikan.
Allah SWT berfirman:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ فَإِنِ انتَهَوْا فَلا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ
Artinya, “Dan perangilah mereka hingga tidak ada fitnah (kesyirikan) dan din hanya menjadi milik Allah. Jika mereka berhenti, maka tidak ada permusuhan kecuali kepada orang-orang yang zalim.” (QS Al-Baqoroh : 193)
Ibnu Jarir Ath-Thobari berkata:
فقاتلوهم حتى لا يكون شركٌ، ولا يُعبد إلا الله وحده لا شريك له، فيرتفع البلاء عن عباد الله من الأرض وهو الفتنة، ويكون الدين كله لله وحتى تكون الطاعة والعبادة كُلها لله خالصةً دون غيره
Artinya, “Maka perangilah mereka hingga tidak ada kesyirikan dan tidak ada yang ibadahi kecuali Allah dan tiada sekutu bagi-Nya. Sehingga terangkatlah ujian dari hamba-hamba Allah di muka bumi yaitu fitnah. Dan din menjadi milik Allah sehingga ketaatan dan ibadah mutlak hanya kepada Allah dan tidak selain-Nya.”
Di dalam shohih Bukhori ada kisah yang masyhur yang menjelaskan tujuan ini. Yaitu ketika Mughiroh bin Syu’bah berkata kepada utusan Kisra (raja Persia), “Nabi kami memerintahkan kami untuk memerangi kalian agar kalian hanya beribadah kepada Allah atau kalian membayar jizyah.”
Perkataan Rib’i bin Amir yang masyhur juga menjelaskan hal itu, “Allah mengutus kami untuk mengeluarkan manusia dari peribadatan kepada sesama hamba menuju peribadatan kepada Rabb-nya hamba…”
Apakah Ini Berarti Bahwa Jihad Berperan Untuk Memaksa Manusia Untuk Masuk Islam?
Jawabannya tentu saja tidak. Islam tidak menerima keislaman seseorang kecuali dia masuk Islam secara ikhlas tanpa paksaan dan bersaksi dengan hati lisan dan anggota badan bahwa Allah sebagai satu-satu-nya Ilah yang berhak diibadahi. Islam tidak menginginkan orang-orang tunduk tidak secara hati dan fisik kepada Allah SWT. Justru keberadaan orang-orang seperti itu hanya akan merugikan Islam. Karena hanya akan menjadikan mereka sebagai musuh dalam selimut (baca: munafiq).
Dengan sederhana akan kita jawab bahwa negara Islam berkembang dan meluas melalui jihad dan kekuatan. Hal ini sebagaimana terjadi pada peradaban-peradaban besar lainnya. Akan tetapi Islam secara agama tidak menyebar atas dasar paksaan terhadap manusia. Jihad hanya berperan menyingkirkan para penguasa yang menindas dan berlaku semena-mena terhadap manusia. Dan Islam tidak menjadikan pedang untuk memaksa orang masuk Islam. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan para pemeluk agama lain yang masih bertahan hingga hari ini, padahal daerah tersebut berabad-abad lamanya berada dalam kekuasaan Islam.
Kristen koptik Mesir sebagai contoh, pasca dibebaskannya Mesir oleh Amru bin Ash hingga hari ini, kita masih mendapatkan keberadaan entitas koptik Mesir. Dan ini berlaku di daerah-daerah lain yang dikuasai Islam. Hal yang sama tidak kita dapatkan ketika umat Islam kalah di Andalusia, sejarah melihat pembantaian dan pengusiran kaum muslimin dari tanah Andalusia.
Dalam bahasa lainnya bahwa jihad syariatkan untuk menyingkirkan faktor yang menghalangi manusia dari mengenal hakikat Islam. Sehingga ketika para penghalang sudah disingkirkan, yaitu mereka yang berwujud penguasa dan mereka yang terganggu kepentingannya oleh hadirnya Islam. Manusia dapat melihat Islam secara komprehensif, melihat bagaimana hukum-hukum Allah ditegakkan secara ideal, mereka merasakan keadilan, melihat persamaan hak antara rakyat dan penguasa, dan hal-hal lain yang membuat mereka berbondong-bondong masuk ke dalam Islam.
Di tulisan berikutnya akan kita ulas peran jihad dalam mengawal dakwah Islamiyah. Wallahu a’lam bissowab.
Referensi: “Hal Intasyarol Islam bis Saif awil Akhlaq”
Penulis: MIftahul Ihsan
Editor: Rusydan Abdul Hadi


Sumber : kiblat.net