expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

28/12/2020

DAMPAK MAKANAN HALAL TERHADAP PERILAKU



Hidayatullah.com | AJARAN Islam yang mengharuskan kita untuk selalu menjaga kehalalan pangan yang kita konsumsi sudah pasti mengandung berbagai maksud dan manfaat. Di samping karena alasan yang bersifat lahir (yaitu menjaga keseimbangan kesehatan dan tubuh), juga mengandung hikmah-hikmah batin yang tidak semuanya bisa disentuh oleh kemampuan akal manusia.

[Barangsiapa yang makan makanan halal empat puluh hari, maka Allah menerangi hatinya dan dialirkan sumber-sumber hikmah dari hati nya atas lisannya]

Demikian juga Allah memberikan ruang-ruang kepatuhan sebagai hamba untuk dijadikan tolok ukur keimanan dan ketakwaan. Hal ini dimaksukan untuk menguji sejauhmana manusia yang mengaku dirinya beriman mau dan mampu menjalankan Syari’at- Nya.

Halal Menurut Ulama Fikih

Menentukan halal atau tidaknya suatu irusan adalah suatu yang paling asasi dalam syariat atau hukum Islam. Dalam Al-Qur’an ditegaskan:

قُلْ أَرَءَيْتُم مَّآ أَنزَلَ ٱللَّهُ لَكُم مِّن رِّزْقٍ فَجَعَلْتُم مِّنْهُ حَرَامًا وَحَلَٰلًا قُلْ ءَآللَّهُ أَذِنَ لَكُمْ ۖ أَمْ عَلَى ٱللَّهِ تَفْتَرُونَ

Artinya: “Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lain kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal. Katakanlah: “Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentangnya) atau kamu mengada-ada saja terhadap Allah.” (QS: Yunus [10]:59)

Demikian juga dalam firman-Nya sbb:

وَلَا تَقُولُوا۟ لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ ٱلْكَذِبَ هَٰذَا حَلَٰلٌ وَهَٰذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ ٱلْكَذِبَ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ

Artinya: Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal ini haram”, untuk mengada-ada kebohongan terhadap Allah. Sesungghunya orang yang mengada-ada kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.” (QS: An-Nahl [16]:116)

Menurut pandangan ulama fikih, dalil- dalil di atas (ayat tersebut) merupakan penge-tahuan yang bersifat keyakinan bahwa Allah-lah satu-satunya Zat yang paling berhak me mutuskan halal-haramnya sesuatu. Secara teologis, pengharaman dan penghalalan sesuatu di luar otoritas yang dipunyai Allah adalah perbuatan yang bisa dikategorikan syirik.

Barangsiapa melakukannya (al-tahlil wa al-tahrim), maka dia telah melewati batas dan melampaui hak ketuhanan dalam pembuatan syari‘ah untuk makhluk, dan barangsiapa rela atas ilmu tersebut dan mengikuti jejaknya, maka ia telah menjadikan persekutuan kepada Allah dan masuk kategori syirik. Sebagaimana firman Allah dalam A1- Qur’an:

أَمْ لَهُمْ شُرَكَٰٓؤُا۟ شَرَعُوا۟ لَهُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنۢ بِهِ ٱللَّهُ ۚ وَلَوْلَا كَلِمَةُ ٱلْفَصْلِ لَقُضِىَ بَيْنَهُمْ ۗ وَإِنَّ ٱلظَّٰلِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

 Arti: Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.” (QS: As Syuri [42]:21).

Al-Qur’an dengan keras mencela per- buatan orang-orang Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) yang memberikan otoritas untuk menghalalkan dan mengharamkan kepada para pendeta dan rahib-rahib. Allah SWT berfirman:

Di bawah ini dampak yang bisa dirasakan secara langsung dari makanan halal terhadap perilaku:

Pertama, menjaga keseimbangan jiw manusia yang hakikatnya suci (fitrah) sebagaimana baru dilahirkan di dunia. Dengan mengkonsumsi makanan halal, berarti konsisten dengan garis kesepakatan yang pernah terjadi di dalam kandungan ibu kita (alam arwah) yang berisi persetujuan bahwa Allah adalah Tuhan kita yang mengatur segala urusan. Perintah untuk selalu menjaga kehalalan makanan seiring dengan amal shaleh yang akan dilakukan untuk menjaga keseimbangan fitrah manusia seiring dengan maksud ayat:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلرُّسُلُ كُلُوا۟ مِنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَٱعْمَلُوا۟ صَٰلِحًا ۖ إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

Artinya: Makanlah dari makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalikh.” (QS: Al-Mukminun [23:51).

Ayat tersebut sangat menganjurkan manusia untuk selalu mencermati dengan sungguh-sungguh terhadap konsumsinya sebelum ia melakukan perbuatan-perbuatan yang segaris dengan nilai-nilai fitrah.

Kedua, menumbuhkan sikap juang yang tinggi dalam menegakkan ajaran Allah dan Rasul-Nya di bumi.

Bagi orang yang selalu mengusahakan untuk menjaga makanannya dari yang haram berati ia telah berjuang di jalan Allah dengan derajat yang tinggi. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi ﷺ:

“Barangsiapa yang berusaha atas keluarganya dari barang halalnya, maka ia seperti orang yang berjuang di jalan Allah.Dan barangsiapa menuntut dunia akan barang halal dalam penjagaan,maka ia berada di dalam derajat orang-orang yang mati syahid.” (HR.Thabrani dari Abu Hurairah) .

Ketiga, dapat membersihkan hati da menjaga lisan dari pembicaraan yang tidak perlu

Makanan halal yang dikonsumsi akan tumbuh dan berkembang menjadi daging bersama dengan meningkatnya kualitas kesaleh-kesalehan, baik lahir maupun batin. Sebagaimna Nabi ﷺ bersabda:

Artinya: Barangsiapayang makan makanan halal empat puluh hari, maka Allah menerangi hatinya dan dialirkan sumber-sumber hikmah dari hati nya atas lisannya.” (HR: Abu Nuaim dari Abu Ayub).

Dari Wahb bin Munabbih, ia berkata,

من سرَّه أنْ يستجيب الله دعوته ، فليُطِب طُعمته

“Siapa yang bahagia do’anya dikabulkan oleh Allah, maka perbaikilah makanannya.”

Dari Sahl bin ‘Abdillah, ia berkata,

من أكل الحلال أربعين يوماً  أُجيبَت دعوتُه

“Barangsiapa memakan makanan halal selama 40 hari, maka do’anya akan mudah dikabulkan.”

Yusuf bin Asbath berkata,

بلغنا أنَّ دعاءَ العبد يحبس عن السماوات بسوءِ المطعم .

“Telah sampai pada kami bahwa do’a seorang hamba tertahan di langit karena sebab makanan jelek (haram) yang ia konsumsi.”

Keempat, menumbuhkan kepercayaan diri di hadapan Allah

Orang yang selalu mengknnsumsi makanan halal, maka dengan sendirinya akan menambah keyakinan diri bahwa Allah dekat dengan kita yang selalu men- dengarkan permintaan do’a kita. Nabi bersabda:

يا سعد أطب مطعمك تكن مستجاب الدعوة ، والذي نفس محمد بيده ، إن العبد ليقذف اللقمة الحرام في جوفه ما يتقبل منه عمل أربعين يوما ، وأيما عبد نبت لحمه من السحت والربا فالنار أولى به

“Wahai Sa’ad, baikkanlah makananmu [pilihlah yang halal], niscaya doamu mustajab. Demi Allah, sesungguhnya orang yang di rongganya terdapat sesuap barang haram, tidak akan diterima amalnya selama empat puluh hari. Dan barangsiapa yang daging tubuhnya tumbuh dari barang yang haram dan riba, maka nerakalah yang paling layak untuknya.” [HR Thabrani] .* (bahan dari Bahaya Makanan Haram bagi Kesehatan Jasmani dan Rohani (Al Mawardi Prima, 2003) dan beberapa sumber)

Sumber : www.hidayatullah.com