expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

30/10/2020

MENINGGALNYA ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ DAN KELANJUTAN ESTAFET KEKHALIFAHAN KE TANGAN UMAR BIN KHATTAB



A. Pergantian Kekhalifahan ke Tangan Umar

Pada bulan Jumadil Akhir tahun 13 H Khalifah Abu Bakar menderita sakit dan semakin parah sakitnya. Ketika ajal terasa sudah dekat, maka Abu Bakar Ash-Shiddiq mengumpulkan para sahabat ke hadapannya. Khalifah Abu Bakar mengatakan, “Sesungguhnya aku telah tertimpa rasa sakit sebagaimana yang kalian lihat sekarang ini dan aku yakin tidak lama lagi aku akan dipanggil-Nya. Allah telah melepaskan sumpah setia kalian atas pelantikan diriku dan semua kerumitanku telah pudar dari kalian. Sekarang ini persoalan kalian dikembalikan kepada kalian semua. Maka dari itu angkatlah pemimpin dari orang-orang yang kalian cintai. Sebab jika kalian patuh pada perintah semasa hidupku, maka akan lebih pantas lagi jikalau kalian tidak berselisih setelahku.”

Abu Bakar telah melakukan berbagai langkah konkrit guna prosesi pemilihan khalifah mendatang:

1. Abu Bakar bermusyawarah dengan pembesar sahabat dari Muhajirin dan Anshar.

Abu Bakar juga bermusyawarah dengan para sahabat yang lainnya. Setiap sahabat berusaha membela diri Abu Bakar dan meminta kepadanya agar kekhalifahan dilanjutkan oleh Umar dengan pertimbangan adanya kelayakan dan kredibilitas pada diri Umar. Maka dari itu para sahabat kembali pada Abu Bakar, lalu berkata, “Wahai khalifah Rasulullah, kami sependapat dengan pendapat Anda saja.” Abu Bakar menjawab, “Baiklah, tetapi aku minta sedikit waktu sehingga aku bisa menemukan sosok yang pantas memegang estafet kekhalifahan yang benar-benar berjihad untuk Allah, agama-Nya, dan para hamba-Nya.”

Setelah itu Abu Bakar memanggil Abdurrahman bin Auf dan bertanya kepadanya, “Bagaimana menurutmu tentang diri Umar bin Al-Khathab?” Ia menjawab, “Apa yang Anda tanya kepadaku kecuali Anda lebih tahu daripada aku.” Abu Bakar menjawab, “Bagaimana jikalau aku tidak lebih tahu?” “Demi Allah pendapat Anda sangat bagus,” jawab Abdurrahman. Lalu Khalifah Abu Bakar memanggil Utsman bin Affan dan bertanya kepadanya, “Bagaimana pendapatmu tentang diri Umar bin Al-Khathab?” Utsman bin Affan menjawab, “Anda sendiri telah memberitahuku tentang Umar.” Abu Bakar bergumam, “Begitu saja jawabanmu wahai Abu Abdillah?” Lalu Utsman menjawab, “Sepengetahuanku, pribadi yang rahasia darinya lebih bagus daripada yang nampak dari luarnya dan tidak ada orang yang sepertinya.” Abu Bakar menjawab, “Semoga Allah merahmatimu. Demi Allah andaikata aku meninggalkannya, maka kekhalifahan akan kulimpahkan kepadamu.” Kemudian Abu Bakar memanggil Usaid bin Hudhair dan bertanya kepadanya seperti pertanyaan sebelumnya. Usaid menjawab, “Yang aku ketahui tentang Umar, ia adalah orang-orang pilihan setelahmu. Umar adalah sosok yang rela dengan kerelaan dan benci dengan kebencian. Dan menurutku orang yang merahasiakan (kebaikannya) lebih bagus daripada orang yang menampakkannya (kebaikannya). Tidak ada seorang pun yang pantas mengemban amanat ini (kekhalifahan) dan tidak ada pula yang mampu selain dirinya.”

Abu Bakar juga bermusyawarah dengan Sa’id bin Zaid dan sejumlah sahabat dari Muhajirin dan Anshar. Semua sahabat yang dimintai pendapat, pada dasarnya berada dalam satu kesepakatan yaitu mengangkat Umar, kecuali Thalhah bin Ubaidillah yang takut dengan kerasnya Umar. Ia berkata kepada Abu Bakar, “Apa yang akan Anda katakan pada Tuhan apabila Dia bertanya kepadamu mengenai penunjukanmu kepada Umar sebagai khalifah, padahal Anda sendiri sudah mengerti kerasnya Umar?” Lalu Abu Bakar menjawab, “Silakan duduk bersamaku di sini. Adakah kamu menakut-nakutiku dengan nama Allah? Akan menjadi miskin orang yang berbekal kezhaliman atas perkara kalian. Aku katakan: Ya Allah, aku memilih ganti (sebagai khalifah) untuk memimpin kaum Muslimin orang yang paling baik di antara hamba-Mu.”

Abu Bakar Ash-Shiddiq menjelaskan kepada orang yang mengingatkannya tentang kerasnya Umar, “Hal itu karena ia melihatku orang yang lemah lembut. Dan andaikata perkara ini diberitahukan kepadanya, maka sungguh Umar meninggalkan banyak persoalan yang ada padanya.”

2. Kemudian Abu Bakar menulis dekrit yang dibacakan di hadapan banyak orang di Madinah dan di kalangan Anshar melalui para pemimpin pasukan. Berikut bunyi dekrit tersebut:

“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ini adalah dekrit yang diserukan Abu Bakar bin Abu Quhafah di akhir masanya di dunia sebagai orang yang keluar darinya dan awal masanya di akhirat sebagai orang yang masuk di dalamnya. Sekiranya orang yang ingkar menjadi percaya, orang yang hanyut dalam kemaksiatan menjadi yakin, dan orang yang berdusta menjadi membenarkan. Sesungguhnya aku menunjuk Umar bin Al-Khathab sebagai penggantiku bagi kalian setelahku. Maka dari itu dengarlah instruksinya dan patuhilah. Sesungguhnya aku tidak bisa menjamin Allah, Rasul-Nya, agama-Nya, jiwaku maupun jiwa kalian, dengan kebaikan. Jika Umar berbuat adil, maka itulah sangkaanku terhadapnya dan pengetahuanku tentang dirinya. Namun jika ia tidak adil, maka setiap orang akan mendapat balasan atas perbuatannya. Namun yang jelas, kebaikan-lah yang aku harap dan aku tidak mengetahui hal yang ghaib, Allah berfirman,

“Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.” (Asy-Syu’ara`: 227)

Sesungguhnya Umar bin Al-Khathab adalah orang terakhir yang dinasihati Abu Bakar. Sungguh ia telah memandang dunia yang akan datang bergoyang. Dan dalam kaumnya terdapat kemiskinan masa lalu yang diketahuinya. Di mana apabila suatu kaum berlama-lama dalam kemiskinan, maka dunia akan meningkatkan kecintaannya. Lalu membuat contoh mereka dan berbuat sewenang-wenang. Itulah yang diwaspadakan Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam kepada Abu Bakar. Rasulullah bersabda, “Demi Allah, sungguh kefakiran lebih kalian takuti, tetapi aku lebih mengkhawatirkan kalian manakala dunia ini dibentangkan ke hadapan kalian sebagaimana dibentangkan kepada orang-orang sebelum kalian. Lalu kalian berlomba-lomba merebut dunia itu seperti mereka yang berlomba-lomba memperebutkan dunia itu, dan dunia itu menghancurkan kalian seperti dunia itu menghancurkan mereka.”

Abu Bakar Ash-Shiddiq telah mengetahui penyakitnya. Lalu ia meminta para sahabat untuk mengambilkan obat yang manjur. Bukit yang tinggi apabila dilihat oleh dunia bisa membuat putus asa dan berpaling darinya. Dialah laki-laki yang dikatakan oleh Nabi, “Wahai Ibnu Al-Khathab, demi Dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, setan tidak akan menggodamu sama sekali kecuali setan menempuh penjuru selain penjurumu.”

Sesungguhnya peristiwa besar yang melanda umat Islam bermula dengan terbunuhnya Umar. Gemuruh ini sebaik-baik bukti atas prediksi Abu Bakar dan kebenaran pandangannya di eranya mengenai Umar. Diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Orang yang paling pandai memprediksi ada tiga: Pertama, teman perempuan Musa yang mengatakan, “Wahai ayahku berilah upah orang ini. Sebab sebaik-baik orang yang Anda beri upah adalah orang yang kuat dan dapat dipercaya.” Kedua, teman Yusuf yang mengatakan, “Perbaikilah bajunya, barangkali ia bisa kita manfaatkan atau kita ambil sebagai anak kita.” Ketiga, Abu Bakar ketika mengangkat Umar menjadi khalifah.” Umar adalah penutup umat yang kuat yang menghalang-halangi antara umat dan gelombang fitnah.

3. Abu Bakar memberitahukan kepada Umar bin Al-Khathab mengenai langkah-langkahnya ke depan.

Suatu saat Umar menemui Abu Bakar. Lalu Abu Bakar memberitahukan kepada Umar mengenai keinginannya yang belum terlaksana. Namun Umar bin Al-Khathab tidak mau menerima keinginan Abu Bakar itu. Kemudian Abu Bakar mengancamnya dengan menghunus pedang. Jadi, tidak ada pilihan lagi Umar kecuali menerimanya.

4. Abu Bakar ingin menyampaikan sesuatu kepada banyak orang dengan lisannya sendiri.

Tujuannya supaya tidak ada kesalahpahaman di kalangan publik dalam menerima berita. Oleh karena itu Abu Bakar bertandang sendiri berbicara di hadapan banyak orang. Berikut ucapan Abu Bakar: “Apakah kalian mau menerima orang pilihanku yang akan menggantikan diriku sebagai khalifah? Demi Allah sesungguhnya aku tidak hanya mengandalkan pendapat, juga tidak hanya memilih kerabat. Sesungguhnya aku telah memilih Umar bin Al-Khathab sebagai khalifah kalian. Maka dari itu dengarkanlah semua perintahnya dan patuhlah kepadanya.” Kemudian para sahabat menjawab, “Kami semua taat dan patuh.”

5. Abu Bakar memanjatkan doa kepada Allah.

Abu Bakar berdoa kepada Allah seraya munajat kepada-Nya dan mengatakan, “Ya Allah aku telah mengangkat Umar sebagai khalifah tanpa ada perintah dari Nabi-Mu dan aku tidak mengharap hal itu kecuali kebaikan bagi semua orang. Aku takut terjadi fitnah kepada mereka. Lalu aku berpikir dengan sungguh-sungguh untuk kebaikan mereka. Akhirnya jatuhlah pilihanku kepada orang yang terbaik di antara mereka dan orang yang paling memperhatikan petunjukku di antara mereka. Sungguh telah datang suatu persoalan kepadaku. Maka dari itu gantilah aku dari orang di antara mereka. Sebab mereka adalah juga hamba-hamba-Mu.”

6. Abu Bakar menyuruh Utsman bin Affan untuk membacakan dekrit di hadapan banyak orang dan sekaligus melantik Umar sebelum Abu Bakar wafat setelah dekrit itu diberi tanda tangan dengan stempel cincin milik Abu Bakar.

Hal ini berguna untuk menambah kevalidan dekrit tanpa ada hal-hal yang negatif. Utsman berucap kepada orang banyak, “Adakah kalian akan melantik orang yang ada di dalam surat ini?” Para sahabat menjawab, “Ya.” Lalu para sahabat semua ridha dan sepakat.

7. Melantik Umar bin Al-Khathab sebelum Abu Bakar Ash-Shiddiq meninggal.

Setelah dekrit dibacakan Utsman bin Affan di hadapan para sahabat, maka mereka pun mau menerima untuk melantik Umar dengan penuh kerelaan. Meski pelantikan belum selesai (masih ada sebagian sahabat yang belum melantik), tetapi Umar langsung menjalankan tugasnya sebagai khalifah secara langsung setelah wafatnya Abu Bakar.

Seorang peneliti memandang bahwa pemilihan Umar bin Al-Khathab sebagai khalifah sudah sesuai kesepakatan para sahabat yang mendapatkan tugas sebagai Ahli Al-Hilli wa Al-Aqdi. Merekalah yang telah memerintahkan Khalifah Abu Bakar untuk melaksanakan pemilihan umum khalifah. Dan mereka sendiri menjadikan Abu Bakar sebagai wakil dari mereka. Kemudian Abu Bakar bermusyawarah dan akhirnya memilih Umar. Setelah itu diberitahukan kepada khalayak. Lalu mereka sepakat, setuju, dan ridha terhadap Umar. Ahli Al-Hilli wa Al-Aqdi umat saat itu masih sangat murni. Jadi, pengangkatan Umar sebagai khalifah tidak dilakukan kecuali sudah sesuai dengan prosedur musyawarah yang paling benar dan paling adil.

Langkah-langkah yang ditempuh Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam memilih khalifah setelahnya tidaklah melampaui batas koridor musyawarah dalam kondisi apa pun, meskipun memang diakui bahwa proses yang ditempuhnya tidaklah sama seperti proses saat pengangkatan Abu Bakar sendiri.

Begitulah pengangkatan Umar bin Al-Khathab sebagai khalifah dengan jalur musyawarah dan mufakat. Sejarah tidak ada yang mengetengahkan adanya perselisihan setelah pelantikan Umar. Tidak ada pula seorang pun sepanjang kekhalifahannya yang menentang perintahnya. Melainkan di sana ada semacam ijma’ (kesepakatan) atas kekhalifahan dan patuh kepadanya di tengah-tengah pemerintahan Umar. Oleh karena itu semua sahabat benar-benar dalam satu kata.

8. Pesan Abu Bakar Ash-Shiddiq kepada Umar bin Al-Khathab.

Ash-Shiddiq berbicara empat mata dengan Al-Faruq dan tidak ada seorang pun sahabat yang mengetahuinya. Ash-Shiddiq berpesan kepada Umar untuk membebaskan segala tanggungannya sehingga ketika berpulang ke Rahmatullah kelak bisa bebas dari beban-beban yang mengikuti selama pencurahan tenaga dan pikirannya saat menjabat sebagai khalifah.

Dalam pesannya, Abu Bakar Ash-Shiddiq mengatakan, “Wahai Umar bertakwalah kamu kepada Allah. Ketahuilah bahwa Allah menerima amal di siang hari dan tidak menerimanya di malam hari. Allah menerima amal di malam haridan tidak menerimanya di siang hari. Sesungguhnya Allah tidak menerima amal sunnah sehingga amal yang fardhu ditunaikan. Timbangan amal orang-orang yang berat timbangan amalnya kelak di hari Kiamat hanyalah karena mereka mengikuti kebenaran saat di dunia dan kebenaran itulah yang membuat berat timbangan amal mereka. Memang benar bahwa timbangan yang diletakkan suatu kebenaran di dalamnya maka besok bisa menjadi berat. Timbangan amal orang-orang yang ringan timbangan amalnya kelak di hari Kiamat hanyalah karena mereka mengikuti kebatilan saat di dunia dan kebatilan itulah yang membuat ringan timbangan amal mereka. Memang benar bahwa timbangan yang diletakkan suatu kebatilan di dalamnya maka besok bisa menjadi ringan. Sesungguhnya Allah menyebut para penduduk Surga. Dia menyebut mereka dengan sebaik-baik amal yang mereka perbuat dan Dia menghapus kesalahannya. Oleh karena itu apabila aku mengingat mereka, maka aku mengatakan, “Sesungguhnya aku merasa khawatir tidak bisa bertemu dengan mereka.” Dan sesungguhnya Allah menyebut para penduduk Neraka. Dia menyebut mereka dengan seburuk-buruk amal yang mereka perbuat dan Dia mengembalikan (menolak) semua kebaikannya. Oleh karena itu apabila aku mengingat mereka, maka aku mengatakan, “Sesungguhnya aku tidak ingin bersama mereka, supaya seorang hamba menjadi senang dan menjadi rahib, tidak berharap pada Allah dan tidak putus asa dari rahmat Allah. Oleh karena itu jika kamu mau memelihara pesanku ini, maka tidak ada suatu pun yang tersembunyi yang lebih kamu benci selain kematian dan kamu tidak bisa melawan kematian itu.”

B. Saatnya Menghadap Allah

Aisyah berkata, “Penyebab sakitnya Abu Bakar adalah karena mandi di musim dingin. Akibatnya badan menjadi demam selama 15 hari dan ia tidak bisa keluar untuk menjadi imam shalat. Abu Bakar menunjuk Umar untuk menjadi imam shalat. Para sahabat mengembalikan Abu Bakar lagi ke rumahnya. Utsman mengharuskan para sahabat untuk menemani Abu Bakar selama sakitnya.

Ketika sakitnya makin parah, maka ada yang berucap kepada Abu Bakar, “Apa perlu saya panggilkan dokter untukmu?” Abu Bakar menjawab, “Tidak perlu, Allah telah mengetahui keadaanku dan Dia berkata, “Sesungguhnya Aku akan berbuat apa-apa yang Aku kehendaki.”

Aisyah melanjutkan ceritanya, “Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata, “Lihatlah apa saja yang tambah dari hartaku sejak aku menjabat khalifah, maka berikanlah tambahan harta itu kepada khalifah setelahku.” Lalu kami melihat-lihat harta Abu Bakar. Tiba-tiba kami melihat seorang budak yang sedang menggendong anaknya dan seekor unta yang biasa dipakainya untuk menyiram ladang Abu Bakar. Setelah itu kami membawa budak dan unta itu ke hadapan Umar. Lalu Umar menangis dan mengatakan, “Semoga Allah merahmati Abu Bakar. Sesungguhnya ia telah membuat kesulitan (untuk mengikutinya) bagi orang-orang yang menjadi khalifah setelahnya.”

Aisyah berkata, “Ketika sakaratul maut pertanda ajal yang akan menjemputnya datang, aku menemui Abu Bakar yang saat itu nafasnya sudah sampai di dadanya. Aku lantas melantunkan syair,

Demi umurmu, sesungguhnya tidak ada guna kekayaan bagi seseorang
Ketika dada terasa sempit dan susah bernafas

Mendengar itu ia Abu Bakar memandangku yang seolah-olah marah dan berkata, “Jangan katakan seperti itu wahai Ummul Mukminin. Namun katakanlah, “Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.” (Qaf: 19)

Kemudian Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata, “Wahai Aisyah, sesungguhnya tak ada seorang pun dari keluargaku yang lebih aku cintai melebihi dirimu. Kamu telah memotongkan buah kurma. Sesungguhnya di dalam jiwaku ada sesuatu. Maka dari itu kembalikanlah sesuatu itu ke warisan.” Aisyah menjawab, “Ya.” Lalu aku mengembalikan sesuatu itu ke warisan. Abu Bakar berkata, “Adapun aku, semenjak mengurusi persoalan kaum Muslimin, maka aku tidak pernah memakan dinar maupun dirham milik mereka. Tetapi kami memakan dari makanan yang berupa tepung kasar pada mereka ke dalam perut kami. Aku memakai pakaian yang paling kasar di antara mereka ke dalam tubuh kami. Kami tidak mempunyai simpanan harta fai`, baik sedikit maupun banyak, kecuali seorang budak Habasyah dan unta yang biasa dipekerjakan untuk menyiram tanaman serta kain beludru saja. Oleh karena itu apabila aku telah tiada, maka bawalah semuanya tadi dan berikan kepada Umar bin Al-Khathab. Dan bebaskanlah aku dari semua tanggungan.” Dan aku pun lantas melakukan apa yang diperintahkan ayahku itu. Ketika utusan dari Abu Bakar datang menghadap Umar Al-Faruq, maka ia langsung menangis sehingga air matanya mengalir ke tanah dan mengatakan, “Semoga Allah merahmati Abu Bakar. Sungguh ia telah meninggalkan kepayahan kepada orang yang menjadi khalifah setelahnya. Sungguh ia telah meninggalkan kepayahan kepada orang yang menjadi khalifah setelahnya.

Dalam riwayat lain disebutkan, “Abu Bakar ketika mendekati ajalnya, maka ia berkata, “Sesungguhnya Umar membiarkanku hingga aku memiliki harta sebanyak 6000 dirham di kas negara. Dan sesungguhnya kebunku berada di suatu tempat.” Setelah Abu Bakar meninggal, perkataan Abu Bakar ini disampaikan kepada Umar, dan khalifah kedua ini pun berkata, “Semoga Allah merahmati Abu Bakar. Sungguh aku lebih suka jika ia meninggal dan tidak meninggalkan pesan tersebut kepada seorang pun.”

Dari sini dapat diketahui bagaimana Abu Bakar menjaga diri dari harta negara. Khalifah agung ini meninggalkan dunia perdagangannya dan juga pekerjaannya untuk semata-mata bekerja demi kepentingan kaum Muslimin. Dengan menjalankan tugas kekhalifahannya dan mengambil sedikit gaji dari kas negara untuk sekadar mencukupi kebutuhan hidup yaitu untuk makan seadanya dan membeli pakaian sangat sederhana.

Dan ketika ia hendak meninggal dunia, dan ternyata masih ada harta kas negara yang tersisa pada dirinya, maka ia memerintahkan kepada keluarganya untuk mengembalikannya kepada kas negara agar ia dapat menghadap Tuhannya dengan aman, tenang, suci hati, dan pikiran. Ini semua adalah suri tauladan bagi orang-orang yang berakal.

Dia juga memerintahkan kepada keluarganya untuk menyerahkan tanah yang dimilikinya kepada kas negara agar gaji yang selama ini ia terima sebagai gaji khalifah untuk makan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari dibayar dan agar tugas kekhalifahannya adalah ikhlas tanpa gaji dan jauh dari tujuan-tujuan dunia.

Abu Bakar menderita sakit selama 15 hari sampai akhirnya pada hari Senin malam Selasa tanggal 22 Jumadal Akhir tahun ke 13 Hijriyah, Aisyah berkata, “Abu Bakar berkata kepadanya, “Rasulullah meninggal dunia pada hari apa?” Aisyah menjawab, “Pada hari Senin.” Abu Bakar melanjutkan, “Aku berharap pada hari ini dan malam ini (aku meninggal).” Ia melanjutkan perkataannya, “Bagaimana kamu mengkafani beliau?” Aisyah menjawab, “Dengan tiga lapis kain putih. Dengan tidak menghitung baju dan sorban.”

Abu Bakar lantas berkata kepada Aisyah, “Lihatlah wahai Aisyah, pada bajuku ini terhadap olesan minyak za’faran. Oleh karena itu cucilah lantas tambahilah dua kain yang lain.”

Ada seseorang yang berkata kepada Abu Bakar, “Allah telah melapangkan rezeki. Kami akan mengkafanimu dengan kain yang baru.” Mendengar ini, Abu Bakar berkata, “Orang hiduplah yang lebih butuh pada kain yang baru agar dapat menjaga dirinya dari kematian. Sementara orang mati adalah untuk makanan belatung.”

Abu Bakar lantas berwasiat agar dimandikan oleh istrinya sendiri Asma` binti Umais dan agar ia dimakamkan di samping makam Rasulullah. Dan akhir ucapan khalifah pertama ini adalah firman Allah,

Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shaleh.” (Yusuf: 101)

Madinah terperanjat kaget dengan berita kematian Abu Bakar. Dan sejak meninggalnya Rasulullah, Madinah tidak pernah menyaksikan banyaknya orang yang menangis di hari yang penuh duka itu.

Ali bin Abu Thalib dengan keadaan menangis tersedu-sedu buru-buru mendatangi rumah Abu Bakar di mana mayatnya disemayamkan. Ia lantas berkata, “Semoga Allah merahmatimu wahai Abu Bakar. Engkau adalah saudara, teman dekat, tempat mengadu, teman kepercayaan, teman curhan dan musyawarah Rasulullah. Engkau adalah orang yang pertama kali masuk Islam, orang yang paling percaya kepada Allah, paling takut kepada-Nya dan yang paling banyak melakukan ibadah dalam agama ini. Engkau adalah orang terdekat Rasulullah, orang yang paling dahulu masuk Islam, orang yang terbaik dalam pertempuran, orang yang paling banyak mendapatkan cerita, orang yang paling utama di antara orang-orang yang terdahulu masuk Islam, orang yang paling tinggi derajatnya, orang yang paling dekat wasilahnya, dan orang yang paling menyerupai Rasulullah dalam hal hidayah dan petunjuk. Semoga Allah membalasmu atas Rasulullah dan Islam dengan sebaik-baik balasan.

Engkau membenarkan Rasulullah di saat orang-orang mendustakan beliau, dan engkau menjadi orang yang mau mendengarkan dan melihat Shallallahu Alaihi wa Sallam. Allah telah menamaimu dalam ayatnya,

Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Az-Zumar: 33)

Engkau sangat bederma ketika orang-orang pelit, engkau rela untuk merasakan kepedihan bersama beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika orang-orang merasa enggan, engkau menemani beliau di saat-saat genting yaitu ketika menjadi teman beliau ketika berada di gua Tsur. Engkaulah orang yang menenangkan beliau ketika dalam perjalanan hijrah dan yang menjadi khalifah beliau dalam agama dan umat-Nya.

Engkau adalah khalifah terbaik di saat sebagian Muslimin murtad, engkau berusaha ketika para sahabat nabi yang lain tidak berusaha, engkau bangkit ketika sebagian dari mereka masih merasa ragu, engkau cekatan ketika yang lain diam membisu, engkau kuat ketika yang lain lemah dan engkaulah orang yang selalu menetapi metode Rasulullah ketika orang-orang mulai bermalasan.

Dan engkau adalah orang yang sebagaimana Rasulullah bersabda tentang dirimu, “Orang yang lemah badannya akan tetapi kuat dalam memenuhi perintah Tuhan, merasa rendah diri akan tetapi mulia di sisi Allah, mulia di mata manusia dan agung di hati mereka. Tidak ada seorang pun yang tidak suka denganmu, dan tidak ada seorang pun yang menggunjingmu.

Engkau telah membuat orang setelahmu merasa kelelahan untuk mengejarmu, engkau telah mendapatkan anugerah kebaikan yang nyata. Dan sesungguhnya kita adalah untuk Allah dan akan kembali kepada-Nya. Kami telah menerima keputusan Allah, kami telah menerima perintah-Nya, dan demi Allah tidak akan orang setelahmu selain Rasulullah yang dapat sepertimu.

Engkau telah mengagungkan agama, menjaga, dan mempertahankannya. Semoga Allah mempertemukanmu dengan nabi-Nya Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, semoga Allah tidak menutupi kami dengan pahala yang telah engkau terima, dan tidak menyesatkan kami setelah kepergianmu.”

Orang-orang yang berada di situ hanya bisa diam membisu menunggu Ali bin Abu Thalib mengakhiri perkataannya. Dan barulah setelah selesai, mereka bersama-sama menangis haru sampai terdengarlah suara tangisan mereka dari kejauhan. Sambil bersama-sama mereka berseru, “Benarlah kamu wahai Ali.”

Abu Bakar meninggal dalam usia ke enam puluh tiga tahun. Pendapat ini sudah disepakati oleh para ulama sehingga dapat dikatakan sebagai Mujma’ Alaih. Yaitu umur yang setara dengan Rasulullah.

Istrinya Asma` binti ‘Umais lantas memandikan jenazahnya karena Abu Bakar telah berwasiat sebelumnya. Dan dimakamkan di samping makam Rasulullah. Umar sebagai penggantinya ikut menyalatkan jenazahnya.

Adapun yang turun ke liang lahatnya adalah Umar, Utsman, Ali, Thalhah, dan Abdurrahman putranya. Liang lahatnya menempel dengan kuburan Rasulullah.

Begitulah, Abu Bakar meninggal dunia setelah melakukan jihad besar untuk menyebarkan agama Allah di seluruh penjuru dunia. Dan peradaban kemanusiaan berhutang kepada orang tua yang agung ini, yang telah memegang bendera dakwah Rasulullah pasca meninggalnya beliau; orang yang telah mempertahankan tanaman yang telah ditanamkan oleh Rasulullah.

Dia berdiri di atas dasar keadilan dan kebebasan. Dengannya sejarah mencatat kemajuan besar ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan aliran pemikiran.

Peradaban sekarang ini adalah milik Ash-Shiddiq, karena dengan usahanya yang keras, dan berkat kesabarannya yang tinggi, Allah menjaga agama-Nya Islam dari gelombang kemurtadan, dan berkat dirinyalah Islam tersebar dan dianut oleh seluruh umat, negara, dan masyarakat dengan gerakan ekspansinya yang mana sejarah tidak menemukan padanannya.

Sumber: Buku Biografi Abu Bakar Ash-Shiddiq oleh Prof. Dr. Muhammad Ash-Shallabi.

Disalin dari : lampu-islam.com