expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

24/05/2020

JANGAN MUDAH PUAS DENGAN BUAH PERJUANGAN


KIBLAT.NET – Dr Aidh Al-Qarni menuliskan dalam kitabnya Mashâri’ul ‘Usysyâq bahwa salah satu keunggulan para sahabat adalah besar pengorbanannya untuk Islam. Cukuplah salah seorang dari mereka menumpahkan darahnya fi sabîlillâh hanya dengan mendengarkan beberapa patah kata dari Rasulullah. Para sahabat Rasul lebih dermawan ketika mengorbankan dengan darah daripada ketika kita berderma dengan harta.

Para sahabat yakin bahwa puncak dari Islam adalah jihad fi sabilillah. Jadi, ketika Rasulullah menyeru untuk berjihad, mereka tidak akan pernah berpikir dua kali untuk memberikan apa saja. Tak hanya harta, jiwa raga pun akan mereka hibahkan untuk perjuangan Islam.
Ketika sahabat Muadz bin Jabal bertanya perihal amal yang memasukkannya ke dalam surga dan menjauhkannya dari neraka, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyampaikan kepadanya puncak amal Islam, yakni jihad fi sabilillah.
رَأسُ الأمْرِ الإسلامُ ، وعَمُودُه الصَّلاةُ ، وذِرْوَةُ سَنامِهِ الجهاد
“Pokok urusan adalah Islam, tiangnya itu shalat, sedangkan puncaknya adalah jihad.” (HR. Al-Tirmidzi)
Dalam redaksi lainnya, Muadz bin Jabal mengatakan, “Kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada perang Tabuk, lalu beliau bersabda: “Jika kamu mau akan kuberitahukan kepadamu tentang pokok urusan, tiangnya, dan puncaknya?” Aku menjawab, “Tentu saja mau wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Adapun pokok urusan adalah Islam. Sementara tiangnya adalah shalah. Sedangkan puncaknya adalah jihad.”
Ribath, Pokok dan Cabang Jihad

Jika terucap kata jihad maka tidak dapat dipisahkan dengan ribath. Ribath dan jihad juga erat kaitannya dengan kesabaran. Jadi, jihad, ribath dan sabar adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Jihad tegak di atas ribath, dan ribath tegak di atas sabar. Jihad tidak mungkin terwujud tanpa ribath, dan ribath tidak mungkin terwujud tanpa sabar. Oleh karena itu, Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (ribath di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (Ali ‘Imran: 200).
Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini, bersabar dan teguhlah ketika bertemu (musuh); bersabarlah menghadapi peperangan dan kesulitan; mempertahankan kemuliaan Islam serta menjaganya agar musuh tidak masuk ke daerah Islam, bertakwalah kepada Allah, pemilik bumi dan langit, semoga kalian beruntung di dunia dan di akhirat.
Ribath, sebagaimana dikatakan Imam Ahmad ialah pokok jihad dan cabangnya. Imam Ahmad berkata di dalam Al-Mughni
“Menurut saya, tidak ada satu amal pun yang dapat menyamai kedudukan dan pahala dan ribath. Ribath adalah menjaga kemanan umat Muslim dan kehormatan mereka, dan menjadi kekuatan bagi penduduk di perbatasan negeri serta pasukan perang. Menurut saya, ribath adalah pokok dan cabang dari jihad. Dan jihad lebih utama daripada ribath karena kesulitan dan kesusahan yang terdapat di dalamnya.”
Syaikh Abdullah Azzam menambahkan dalam Tarbiyah Jihadiyah,” Bagi orang yang mengira bahwa jihad ialah pergi ke medan tempur melepaskan tembakan kemudian pulang sibuk mengurus dunianya lagi, maka itu bukan jihad. Tetapi, jihad ialah ribath yang panjang kemudian baru mengikuti pertempuran.”
Di sela-sela waktu yang panjang, seorang mujahid mengalami segala macam kesulitan hidup serta pahitnya jauh dari keluarga dan tetangga. Kadang ribath selama satu tahun penuh tetapi tidak pernah mengikuti pertempuran satu kali pun. Saat itulah kesabaran seorang mujahid diuji. Apakah dia berjihad karena mengharap ridha Allah dengan konsekuensi banyak kesulitan  menanti atau hanya karena euforia semata untuk menunjukkan jati diri?

Sebenarnya itulah esensi dari sebuah jihad dan perjuangan. Seorang mujahid tidak hanya berperang melawan musuh yang nyata. Tetapi juga diuji kesabarannya untuk mengalahkan dirinya sendiri yang terkadang justru lebih berat godaannya. Karena godaan dari diri sendiri tak hanya berdampak pada semangat dalam pertempuran semata, tetapi juga berpengaruh pada keikhlasan dalam meniti jalan perjuangan. Perjuangan itu akan menambah pahala atau hampa karena ketidaksabaran.
.
Fakta Keadaan Umat Islam

Jihad dan ribath tingkat amalan yang tinggi. Memang tidak semua muslim berkesempatan untuk menjejakkan kaki di dalamnya. Salah satu hal yang perlu digarisbawahi  adalah perkataan syaikh Abdullah Azzam di atas bahwa jihad bukan hanya pergi ke medan tempur melepaskan tembakan kemudian pulang sibuk mengurus dunianya lagi.
Berangkat dari statemen ini, fenomena seperti ini memang  menjangkiti umat Islam dari segi yang lain. Ada sebagian orang yang merasa sudah selesai urusannya di dalam Islam jika sudah melaksanakan rukun Islam secara sempurna. Seolah-olah jika ia sudah mengucap syahadat, melakukan shalat, puasa, zakat dan haji maka ia telah sempurna, jauh dari kesalahan dan gugur kewajibannya yang lain.
Maka tak heran, ada kejadian seseorang yang sudah bertitel “haji” merasa lebih tinggi kedudukannya daripada muslim yang lainnya. Juga ada sebagian dari orang seperti ini yang merasa jumawa seolah bebas melakukan hal apapun dan tidak perlu menghiraukan nasehat orang lain.
Inilah yang perlu diperbaiki dari umat Islam hari ini. Islam itu luas dan kompleks. Islam itu mengatur segala lingkup kehidupan manusia. Jika, standar kesempurnaan keislaman seseorang hanya disandarkan pada ibadah mahdhoh dalam rukun Islam, maka seharusnya Rasulullah tidak perlu repot-repot memperjuangkan dan mendakwahkan Islam. Rasul dan para sahabat mencukupkan diri dengan ibadah mahdhoh saja. Namun, faktanya Rasulullah menghimpun seluruh sahabat untuk memperjuangkan Islam hingga tersebar di seluruh Jazirah Arab.

Juga salah satu peristiwa yang paling fenomenal hari ini adalah aksi bela Islam yang sudah berjalan empat kali. Aksi bela Islam (ABI) yang paling besar dan dijadikan spirit umat Islam adalah aksi bela Islam pada 2 Desember 2016. Aksi ini lebih dikenal dengan aksi bela Islam 212 (ABI 212).
Pasca ABI 212, umat Islam mempunyai komitmen yang kuat untuk bersatu membela Al-Quran dan dien Islam. Aksi ini benar-benar menjadi sejarah umat Islam Indonesia. Hingga menjadi spirit kaum muslimin untuk berdikari menuju kejayaan Islam di Indonesia. Baik dari penerapan surat Al-Maidah 51, gerakan shalat subuh berjamaah sampai munculnya 212 mart.
Kita sebagai umat Islam patut berbangga dengan persatuan ini. Namun, kembali pada perkataan syaikh Abdullah Azzam di atas, kita tidak boleh mencukupkan diri dengan hanya ikut serta dalam ABI 212 kemudian selesai perkara. Umat Islam tidak boleh larut dalam euforia ini. Pembenahan diri, dimulai dari keikhlasan niat, kebulatan tekad dan semangat yang harus selalu dijaga untuk kejayaan Islam.
Aksi 212 hanyalah awal dan harus diteruskan dengan perjuangan yang panjang. Sekali lagi, kita tidak boleh terlalu cepat puas. Perjuangan Islam masih panjang. Jihad, ribath dan sabar adalah satu kesatuan. Memang ABI 212 belum bisa disetarakan dengan amalan tertinggi itu, tetapi setidaknya kita memiliki semangat dan kesabaran yang sama didalamnya. Tidak cukup dengan satu atau dua langkah perjuangan saja, perjuangan akan terus berjalan hingga Islam berjaya atau kita dijemput oleh-Nya.

Cita-cita umat Islam adalah melebur dalam arah dan misi perjuangan Islam. Jika Islam menang sebelum kita mati, cita-cita kita tercapai di dunia. Jika kita mati dalam perjuangan sebelum Islam menang, cita-cita kita terkabul di alam kubur. Wallahu A’lam bi shawab
Penulis : Dhani El_Ashim
Sumber : www.kiblat.net