expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

27/12/2019

SAINS ALQUR'AN : ANTARIKSA YANG SANGAT GELAP


Eramuslim – FIRMAN Allah dalam Alquran, “Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan menjadikan gelap dan terang. Namun, orang-orang kafir masih menyekutukan Tuhan mereka dengan sesuatu.” (Al-An’am: 1).

Apakah penciptaan kamu yang lebih hebat ataukah langit yang telah dibangun-Nya? Dia telah meninggikan bangunannya, lalu menyempurnakannya, dan Dia menjadikan malamnya (gelap gulita). Dan menjadikan siangnya (terang benderang).”(An-Nazi’at: 27-29).
Dan kalau kami bukakan kepada mereka salah satu pintu langit, lalu mereka terus menerus naik ke atasnya, tentulah mereka berkata, ‘Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang-orang yang terkena sihir’.” (Al-Hijr: 14-15).
Ayat-ayat di atas mengisyaratkan bahwa langit sangat gelap. Sebagian besar mufasir terdahulu, seperti Ibnu Katsir dan Ath Thabari, meyakini bahwa yang dimaksud dengan zhulumat (gelap) dan nur (terang) dalam ayat di atas ialah malam dan siang.
Adapun para pakar astronomi dan kemukjizatan Alquran mengatakan bahwa gelap dalam ayat-ayat di atas ialah kegelapan alam semesta yang baru belakangan ini ditemukan. Pendapat terakhir ini menegaskan adanya kemukjizatan Alquran di bidang astronomi dan adanya kegelapan-kegelapan lainnya. Kegelapan-kegelapan itu di antaranya:
1) Kegelapan awal semesta, yaitu pada masa setelah terjadinva ledakan besar hingga awal proses peleburan inti atom, kira-kira selama 30 juta tahun. Masa ini bercirikan kegelapan yang sangat kelam.
2) Kegelapan lokal di bagian tertentu semesta, yaitu pada masa setelah dimulainya proses peleburan inti atom hingga masa kita sekarang. Pada masa inilah bintang-bintang diciptakan dan mulai memancarkan sinarnya ke luar angkasa. Sinarnya terdiri atas sinar inframerah, gelombang elektromagnet, spektrum-spektrum cahaya yang terlihat, sinar ultraviolet, sinar X, dan sinar gamma.
Pada kalimat sukkirat absharuna (pandangan kami dikaburkan) dalam surah Al-Hijr ayat 15 di atas terdapat banyak kemukjizatan. Dari ayat tersebut, kita bisa pahami bahwa orang yang naik ke langit akan mengatakan bahwa matanya seakan-akan buta. Ini menandakan bahwa alam semesta secara keseluruhan diselimuti oleh kegelapan buta.
Seorang pakar astronomi mengunjungi salah satu pusat peluncuran pesawat antariksa di suatu negara maju. Pesawat antariksa ini senantiasa menjalin kontak terus-menerus dengan pusat peluncuran. Ketika itu, pesawat antariksa baru beberapa saat diluncurkan. Tiba-tiba ada pesan masuk ke kotak surat pusat peluncuran dari pesawat yang baru diluncurkan itu.
Awak pesawat berkata, “Sungguh, kami menjadi buta, tidak bisa melihat apa-apa.” Padahal, pesawat itu diluncurkan di tengah terang matahari. Sesaat setelah meninggalkan atmosfer bumi, pesawat itu memasuki wilavah hampa udara dan cuaca menjadi sangat gelap pekat. Sang astronot pun berteriak, “Sungguh, kami menjadi buta, tidak bisa melihat apa-apa. Apa yang terjadi?”
Yang terjadi adalah sinar matahari apabila sampai di atmosfer, ia akan terurai dan tercerai-berai di antara partikel-partikel udara dan debu. Inilah yang oleh para pakar fisika dinamakan penguraian cahaya. Sinar matahari tersebut lalu dipantulkan oleh partikel-partikel udara dan debu sehingga partikel-partikel itu tampak bercahaya.
Inilah yang dalam istilah di dunia dinamakan daerah yang terkena cahaya matahari atau daerah yang bercahaya tanpa kehadiran matahari. Hal ini seperti yang terjadi di dalam masjid. Di dalam masjid umat bisa saling melihat. Ada cahaya di sana, tetapi tak ada matahari. Itu karena sinar matahari telah terurai. Ketika pesawat antariksa telah meninggalkan atmosfer, tidak ada penguraian cahaya di luar sana sehingga antariksa menjadi sangat gelap dan tak ada sesuatu pun yang bisa dilihat di sana.
alau melihat kembali Kitabullah yang diturunkan pada 1.400 tahun yang lalu, di mana waktu itu orang-orang belum mengenal perjalanan ke langit, invasi antariksa, perjalanan melewati atmosfer, dan seterusnya, tentu ayat-ayat di atas adalah suatu kemukjizatan ilmiah.
Firman Allah dalam Alquran, “Dan kalau Kami bukakan kepada mereka salah satu pintu langit, lalu mereka terus-menerus naik ke atasnya, tentulah mereka berkata, ‘Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang yang terkena sihir” (Al-Hijr: 14-15).
Inilah yang dikatakan oleh sang astronot, “Sungguh, kami menjadi buta.” Hal ini telah diberitakan Alquran pada 1.400 tahun yang lalu. Bukankah ini bukti nyata (qath’i) bahwa ayat-ayat itu adalah firman Sang Pencipta manusia? Fakta di atas baru diketahui sepuluh tahun (red. beberapa tahun) yang lalu. Ketika manusia telah mengenal atmosfer dan menaklukannya, mengabaikan adanya penguraian cahaya, dan memasuki kegelapan yang sangat kelam, tahulah ia bahwa angkasa di luar sana sangat gelap dan hanya bintang berkilauan yang bisa dilihat.
Allah berfirman, “Dan kalau Kami bukakan kepada mereka salah satu pintu langit, lalu mereka terus-menerus naik ke atasnya, tentulah mereka berkata, ‘Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang yang terkena sihir” (Al-Hijr: 14-15).
Allah berfirman, “Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan menjadikan gelap dan terang. Namun orang-orang kafir masih menyekutukan Tuhan mereka dengan sesuatu.” (Al-An’am: 1).
Kata nur (terang, cahaya) pada ayat di atas berkategori kata tunggal, tidak jamak. Hal ini disebabkan nur bersifat terbatas. Adapun kata zhulumat (gelap) berkategori jamak karena kegelapan terdapat banyak dan tersebar di mana-mana di seluruh jagat raya.
Fakta-fakta di atas baru diketahui manusia pada akhir abad ke-20, sedangkan Alquran telah menyebutkannya pada 1.400 tahun yang lalu. Ini menegaskan betapa tinggi kemukjizatan ilmiah Alquran di bidang astronomi.
Kita pun bisa melihat keindahan perumpamaan dalam Alquran dalam firman-Nya, “Dan, suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah malam. Kami kuliti (tanggalkan) siang dari malam itu maka seketika itu mereka berada dalam kegelapan.” (Yasin: 37).
Dalam ayat di atas, Alquran mengumpamakan berakhirnya sesi siang dengan “menguliti kulit binatang sembelihan yang tipis dari seluruh badannya”. Perumpamaan ini menguatkan bahwa kegelapan adalah asal muasal kondisi alam semesta dan bahwa siang hanya fenomena sementara nan sebentar. Siang hanya terjadi di beberapa bagian dunia yang diliputi oleh atmosfer bumi, tepatnya pada setengah bulatan bumi yang menghadap ke matahari saat berotasi. Dengan adanya rotasi bumi, siang terkelupas dari kegelapan malam dan gulita langit secara bertahap, seperti terkelupasnya kulit binatang sembelihan dari tubuhnya.
Satu lagi yang menguatkan “kekalnya” kegelapan langit adalah apa yang ditetapkan Alquran dalam ayat yang lain. Allah berfirman, “Apakah penciptaan kamu yang lebih hebat ataukah langit yang telah dibangun-Nya? Dia telah meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya, dan Dia menjadikan malamnya (gelap gulita), dan menjadikan siangnya (terang benderang).” (An-Nazi’at: 27-29).
Kata ganti atau dhamir “nya” (ha) pada frasa “dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita” (wa aghthasya lailaha) merujuk pada kata “langit” (as-sama’). Itu artinya Allah telah menjadikan malam-malamnya langit sangat hitam pekat karena kegelapannya yang tiada tara. Langit senantiasa gelap, baik ketika bumi sedang malam hari maupun siang hari saat tersinari cahaya mentari. Allah menggambarkan hal ini dengan firman-Nya, “Dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita.” Artinya, Allah menampakkan cahaya matahari bagi para penduduk bumi yang menyaksikan matahari agar mereka merasakan adanya cahaya dan kehangatan pada waktu siang hari di bumi.
Hal lain lagi yang menguatkan “kekalnya” kegelapan langit adalah sumpah Allah atas nama siang hari tatkala sedang menampakkan matahari. Allah berfirman, “Demi matahari dan sinarnya pada pagi hari, demi bulan apabila mengiringinya, demi siang apabila menampakkannya, demi malam apabila menutupinya (gelap gulita).” (Asy-Syams: 1-4).
Maksudnya, sianglah yang menjadikan matahari tampak jelas bagi penduduk bumi yang melihatnya. Ini adalah bentuk kemukjizatan ilmiah Alquran yang lain. Telah ditetapkan bahwa sinar matahari tidak bisa dilihat kecuali dalam bentuk cahaya pada siang hari, bahwa alam semesta di luar kawasan bumi sangat gelap gulita, dan bahwa kawasan siang hari pasti memiliki karakteristik-karakteristik yang membuatnya bisa menampakkan sinar matahari guna menghidupkan bumi.
Demikianlah sebagian kemukjizatan ilmiah Alquran vang dikandung oleh surah Al-Hijr ayat 14 dan 15. Tidak diragukan lagi bahwa pada dua ayat tersebut terdapat kemukjizatan ilmiah, sedangkan pada ayat-ayat Alquran yang lain juga terdapat kemukjizatan-kemukjizatan ilmiah yang hingga kini belum diketahui oleh sains modern. Hal ini semakin menguatkan kemukjizatan Alquran itu sendiri.
Allah berfirman, “Dan sungguh, (Al-Quran) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam,” (Asy-Syu’ara: 192) dan “(Al-Quran) tidak akan didatangi oleh kebatilan, baik dari depan maupun dari belakang (pada masa lalu dan yang akan datang). (Al-Quran) diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji.” (Fushshilat: 42). Sesungguhnya, Alquran adalah mukjizat yang kekal abadi sepanjang zaman hingga bumi dan semua orang di atasnya kembali kepada Allah.
Adapun masuk ke langit tidak mungkin dilakukan kecuali melalui suatu pintu yang dibukakan. Sedangkan pergerakan benda-benda angkasa hanya dalam lintasan berupa garis melengkung, tidak lurus. Inilah yang oleh Alquran disebut uruj (naik ke langit). Itulah sebagian kemukjizatan ilmiah yang terdapat pada firman Allah, “Dan, kalau Kami bukakan kepada mereka salah satu pintu langit, lalu mereka terus-menerus naik ke atasnya, tentulah mereka berkata, Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan kami adalah orang yang terkena sihir” (Al-Hijr: 14-15). (Okz)