expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

07/12/2019

AL-QUR'AN DAN INTEGRITAS DIRI KITA


Siapa yang membaca Al Qur'an, mempelajarinya dan mengamalkan isinya, maka pada hari kiamat dia diberi mahkota dari cahaya, yang sinarnya seperti sinar matahari, dan kedua orang tuanya diberi dua lembar pakaian yang tidak mampu dikenakan di dunia. Kedua orang tuanya itu bertanya, "Mengapa kami diberi pakaian ini ?" ada yang menjawab, "Karena anakmu yang membaca Al Qur'an." (HR.Al Hakim)
        Kita sangat perlu kepada Al Qur'an, setidaknya untuk empat hal. Pertama, Al Qur'an sebagai pembimbing kita. Maksudnya, dalam kehidupan kita sehari-hari, kita perlu bimbingan yang menuntun kita ke jalan yang benar. Pada dasarnya, hidup adalah perjalanan. Tujuan hidup sudah jelas, tetapi sangat banyak orang yang tidak mengerti. Dari Al Qur'an kita menjadi tahu, bahwa Allah telah menunjukkan ke mana tujuan hidup kita, bagaimana menuju ke sana, seperti apa tabiat jalannya, lalu bekal apa yang harus kita siapkan.
      Allah berfirman, "Hidup di dunia ini, tak lain hanyalah kesenangan dan permainan. Sesungguhnya kampung akhirat, itulah kehidupan yang sesungguhnya. Jika mereka mengetahui" (QS.Al Ankabut :64). "Katakanlah, kesenangan dunia cuma sedikit dan akhirat lebih baik bagi orang yang bertaqwa" (QS. An Nisaa' : 77).
       Pemahaman tentang semua itu akan melahirkan sebuah kesadaran akan tanggung jawa. Jadi, fungsi bimbingan adalah mengantarkan kita dari pemahaman menuju tanggung jawab. Maka kadar tanggung jawab kita dalam hidup, juga dipengaruhi oleh kadar pemahaman kita akan bimbingan Allah dalam Al Qur'an. Itu tidak bisa dipungkiri. Sebab pemahaman bersumber dari ilmu. Sedang ilmu diperoleh dengan belajar. Bila kita tidak punya kesempatan untuk belajar memahami fungsi bimbingan yang dimiliki Al Qur'an, maka kita juga tidak akan punya pemahaman yang memadai. Bila kita punya kesempatan tetapi dengan kemauan yang pas-pasan, maka ilmu juga tidak akan datang kepada orang yang memang tidak menginginkannya.
       Perspektif bimbingan ini tentu dipadu dengan pasangannya, yaitu hadits Rasulullah, sunnah Rasulullah, dan keteladanan Rasulullah. Sebab Rasulullah adala penerjemah Al Qur'an secara makna maupun perilaku. Sebab Rasulullah adalah yang menerangkan bagaimana Al Qur'an diamalkan.
       Jadi, rumusnya jelas, dengan belajar Al Qur'an kita dapat ilmu, dari ilmu muncul pemahaman, dari pemahaman lahir kesadaran, dari kesadaran berlanjut kepada tanggung jawab. Inilah yang dimaksud dengan Al Qur'an sebagai pembimbing hidup. Maka Al Qur'an, dalam banyak kesempatan menjelaskan bahwa pada akhirnya semua proses yang kita jalani dalam hidup ini ujungnya adalah tanggung jawab itu. "Maka berlomba-lombalah kalian dalam kebaikan, sesungguhnya kepada Allah lah kalian akan dikembalikan, kemudian akan dikabarkan bagaimana balasan atas apa-apa yang kalian kerjakan."
        Kedua, Al Qur'an sebagai obat. Obat secara fisik maupun psikis. Itu sudah dijelaskan langsung oleh Allah dalam Al Qur'an. "Dan Kami turunkan dari Al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian."(QS.AL Isra' : 82). Juga dalam ayat lain, Katakanlah : "Al Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Qur'an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh." (QS. Fushshilat : 44).
        Akan tetapi, ayat di atas disambung dengan penjelasan bahwa untuk bisa menjadikan Al Qur'an sebagai penawar hati dan obat fisik, maka kita harus mengimaninya. Kita harus meyakini kebenaran Al Qur'an. Itu sebabnya, bagi orang-orang yang zalim, Al Qur'an tidak memberinya manfaat. Orang-orang yang mengingkari Al Qur'an, maka telinga mereka tersumbat. Akibatnya hidayah, petunjuk, kasih sayang Allah yang seharusnya bisa didapat dari Al Qur'an, justru tidak merasuk ke dalam hati mereka.
        Dari rahmat dan penawar itu, seorang mukmin bisa memiliki daya tahan yang baik. Ia punya cara untuk mengobati kelelahannya dalam hidup. Ia punya jalan untuk menghibur kesedihannya dalam menjalani  hidup ini. AL Qur'an berfungsi sebagai obat, sebagai penawar pertama kali adalah obat hati, penawar kegelisahan jiwa. Selain sebagai obat fisik sebagaimana telah dibuktikan oleh para sahabat, juga dikemudian hari ditemukan berbagai penelitian ilmiah. Karena itu, salah satu do'a yang diajarkan Rasulullah adalah memohon kepada Allah dengan nama-nama-Nya agar Ia berkenan menjadikan Al Qur'an sebagai penyejuk hati, penerang jiwa, dan pengurai sedih dan duka kita.
       Ketiga, Al Qur'an sebagai media komunikasi kita dengan Allah swt. Sebab dengan membaca Al Qur'an kita sedang mendengar seruan-seruan Allah. Kita mengulang-ulang firman Allah. Al Qur'an, memberi kita komunikasi yang tiada duanya. Bila kita serius dan khusyu' membaca Al Qur'an, kita akan selalu terngiang dengan apa yang disampaikan Allah, berupa nasehat, petunjuk, pesan, janji, wanti-wanti, ancaman, marah, kasih sayang. Semua itu ada  di dalam Al Qur'an. Itu sebabnya, model dialog, merupakan komunikasi yang dominan di dalam Al Qur'an.
    Di antara dialog di dalam Al Qur'an, adalah dialog Allah dengan para malaikat terkait dengan penciptaan manusia di muka bumi. Malaikat mengetahui informasi tentang akan adanya makhluk baru bernama manusia. Tetapi informasi itu salah dan tidak lengkap.
     Allah berfirman, "Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat : "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata : 'Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau.' Tuhanmu berfirman : 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al Baqarah : 30)
       Ada juga dialog dengan para Nabi dan Rasul. Para Rasul yang diutus dengan kitab suci atau tidak, punya tugas utama mengajak manusia menyembah Allah semata. Maka dialog dengan para Nabi dan Rasul itu, salah satu fungsinya adalah sebagai mu'jizat, sekaligus untuk menunjukkan kekuasaan dan kekuatan Allah. Termasuk dalam soal informasi tentang masa lalu yang sangat jauh. Seperti kisah para pemuda yang tinggal dalam gua, yang diabadikan dalam surat Al Kahfi.
       Atau dialog dengan Rasul tentang orang-orang yang dimatikan lalu dihidupkan lagi setelah seratus tahun, untuk menjelaskan bahwa Allah Maha Kuasa untuk menghidupkan kembali orang-orang yang sudah mati. Allah berfirman, "Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang-orang yang melalui satu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata, "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah roboh" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Alah bertanya, "Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?" Ia menjawab, "Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari." Allah berfirman, "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanhya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah; dan lihatlah kepada keledai mu(yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang-belulang keledai itu, bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami menutupnya kembali dengan daging." "Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata, "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."(QS.Al Baqarah : 259).
      Al Qur'an yang merupakan firman Allah ketika kita baca dengan baik, akan kita rasakan betapa Allah sedang berbicara dengan kita. Suasana ini sangat bisa dirasakan oleh orang-orang beriman yang mau secara tulus menikmati Al Qur'an. Para sahabat Rasul dahulu, sangat dikenal dengan kelembutan hatiny a bila mendengar Al Qur'an dibacakan, atau ketika membaca sendir i Al Qur'an.  Abdullah bin Mas'ud mengatakan, "Al Qur'an adalah hidangan dari Allah, sebisa mungkin ambillah hidangan itu."
       Alangkah mulia orang-orang beriman. Mereka diseru oleh Allah. Dipanggil dengan panggilan yang sangat dekat, "Wahai hamba-hamba-Ku." Itu sebabnya, Sayyid Qutb melukiskan perasaan hatinya ketika berinteraksi dengan Al Qur'an, "Aku telah jalani hidup ini, mendengar Allah swt berbicara kepada ku dengan Al Qur'an ini. Padahal aku hanyalah seorang hamba yang kecil. Kemuliaan seperti apakah yang diberikan kepada manusia, melebihi pemuliaan yang sangat tinggi dan agung ini? Umur yang berkualitas seperti apakah yang ditinggikan oleh kitab ini? Maqom terhormat seperti apakah yang dikhususkan untuk manusia oleh penciptanya yang Maha Terhormat."
    Selain itu, fungsi Al Qur'an sebagai komunikasi, di antaranya kita menggunakan berbagai do'a yang secara teks diajarkan oleh Allah di dalam Al Qur'an untuk memohon kepada-Nya. Dengan do'a itu kita menyampaikan maksud dan harapan kita, menggunakan kalimat-kalimat mulia yang langsung diajarkan dan dicontohkan oleh Allah. Seperti Adam, yang setelah melakukan kesalahan, langsung bertaubat dan memohon ampun. Kalimat do'anya langsung diajarkan oleh Allah. Di dalam Al Qur'an banyak ayat-ayat yang berbentuk do'a-do'a.
       Keempat, Al Qur'an sebagai media penghambaan kita kepada Allah. Dengan membaca Al Qur'an, kita sesungguhnya telah melakukan salah satu ibadah besar. Melakukan tilawah terhadap ayat-ayatnya, dan melakukan tadabur atau perenungan terhadap arti dan maknanya, merupakan ibadah yang sangat berharga di sisi Allah.
        Karenanya, penghargaan yang diberikan oleh Allah pun sangat tinggi. Rasulullah saw bersabda, "Orang yang membaca Al Qur'an sedangkan ia mahir melakukannya, kelak mendapat tempat di surga bersama dengan rasul-rasul yang mulia lagi baik. Sedangkan orang yang membaca Al Qur'an, tetapi ia tidak mahir membacanya, tersendat-sendat dan nampak agak berat lidahnya mengucapkan, dia akan mendapat dua pahala." (Riwayat Bukhari dan Muslim).
      Terlebih bila kita menyertainya dengan amal-amal penting lainnya, maka Allah menjanjikan pengampunan dan menyempurnakan balasannya untuk kita. Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah swt dan mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian dari rejeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Agar Allah swt menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambahkan kepada mereka dari anugerah-Nya. Sesungguhnya Allah swt Maha pengampun lagi Maha Mensyukuri."(QS.Fathir 35 : 29-30)
       Karena itu, kata Rasulullah, rumah yang di dalamnya tidak pernah dibacakan Al Qur'an niscaya seperti kuburan. Selain itu, kata Rasulullah,  orang mukmin yang membaca Al Qur'an dan yang tidak membaca, ada perbedaannya. Orang mukmin yang tidak membaca Al Qur'an, seperti buah kurma, rasanya manis, tetapi tidak ada aromanya. Sedangkan orang mukmin yang membaca Al Qur'an, seperti buah limau/jeruk, baunya enak, rasanyapun enak.
      Pada dasarnya, setiap kita tidak bisa menjalani hidup ini tanpa bimbingan, tanpa arahan, dan tanpa teman. Beban hidup terberat orang modern adalah kesepian, dalam pengertian yang sangat luas. Sepi tanpa pembimbing yang benar-benar tahu arah. Sepi dari kawan yang tulus sepenuh hati. Sepi dari kebahagiaan sejati yang selaras dengan fitrah.
         Koncdisi yang berat didasarkan pada soal yang paling mendasar, yaitu ambivalensi manusia sendiri dalam menjalani hidup. Manusia sebenarnya lemah, tetapi sering kali merasa sangat kuat secara berlebihan. Manusia sebenarnya miskin, tetapi seringkali merasa tak perlu kepada Allah.
       Hidup adalah soal integritas, sebelum soal keterampilan. Artinya seperti apa kualitas integritas kita, maka itu yang paling memberi andil bagi kehidupan kita, bukan sekedar soal seberapa terampil kita. Keterampilan adalah ilmu alat, tetapi integritas adalah ilmu mental, ilmu jiwa, ilmu hati, ilmu perasaan, Integritas mempengaruhi dengan sangat signifikan kadar kualitas hidup kita dari segi manfaat dan rasa tenang.
       DEngan Al Qur'an, kita memegang kendali akan arah hidup kita. Itulah fungsi bimbingan. Dengan Al Qur'an kita menyirami hati kita dengan kasih sayang. Dengan Al Qur'an kita berkomunikasi, mwngadu, dan bermunajat kepada Allah. Lalu, dengan Al Qur'an kita memantapkan penghambaan kita kepada Allah. Itulah sumber integritas itu.
       Al Qur'an adalah cahaya hidup yang ditinggalkan banyak orang. Ini ironi tentang kegelapan yang kita jalani, tapi pada saat yang sama kita membuang lampu berkilau nan bercahaya, menjauhkannya. Sesudah itu kita menjalaninya dengan kelewat berani.
         Tulisan-tulisan berikutnya adalah laporan tentang bagaimana anak-anak memulai hidup mereka sejak dini untuk membangun integritas itu. Tidak semuanya sama secara hasil. Tapi setidaknya, mereka telah sama-sama memulai dengan benar : mencintai Al Qur'an sejak dini, sebagai mata air integritas.@ Sumber : Tarbawi Edisi 17 Agustus 2007